Perspektif

Muharram: Ajaran, Kisah, dan Cara Menyikapi

4 Mins read

Tidak terasa, umat muslim seluruh dunia telah masuk dalam bulan Muharram di tahun baru 1442 hijriyah. Mari, kita sambut bulan ini dengan senang hati dan tidak melupakan bermuhasabah sebagai cermin masa lalu untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Dengan datangnya tahun baru, berarti telah bertambah pula usia kita. Rasa syukur patutlah selalu dipanjatkan kepada Allah yang telah memberi kesempatan untuk mencari ridannya serta bertaubat atas kesalahan yang pernah kita perbuat.

Bulan Muharram bagi umat Islam memiliki momentum dan makna yang penting. Salah satunya, pada bulan ini Rasulullah berhijrah dari Mekkah ke Madinah dalam rangka menyelematkan akidah bersama umatnya.

Menyikapi Bulan Muharram

Bulan Muharram dikenal umat Islam sebagai salah satu bulan yang mulia. Namun, dalam kepercayaan Jawa, sebagian masyarakat beranggapan bahwa bulan Muharram (baca: Suro) merupakan bulan yang keramat, bulan pantangan dan bulan sial.

Kepercayaan ini masih cukup kuat di beberapa kalangan masyarakat Jawa. Hingga akhirnya membuat masyarakat takut untuk beraktivitas secara bebas. Pantangan tersebut seperti tidak boleh bepergian jauh, tidak diperkenankan membuka usaha, sampai tidak dibolehkan mengadakan acara, sebagai contoh adalah pernikahan.

Entah dari mana kepercayaan tersebut muncul. Tetapi, yang perlu kita garis bawahi, hal tersebut merupakan adalah kepercayaan tanpa dasar yang jelas akan membawa kurang produktifnya seseorang dalam menjalani kehidupan, karena adanya pembatasan-pembatasan di atas.

Islam mengajarkan bahwa bulan Muharram merupakan salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah, seperti dalam firmanNya dalam surat At Taubah ayat 30:

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَهۡرٗا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡهَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٞۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۡۚ وَقَٰتِلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ كَآفَّةٗ كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمۡ كَآفَّةٗۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

Baca Juga  Tren Buzzer: Represi Digital Jaman Sekarang

Selanjutnya, dijelaskan empat bulan haram tersebut dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari nomor 3197 dan Muslim nomor 1679 yang artinya:
Sesungguhnya zaman ini telah berjalan, sebagaimana perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun ada duabelas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga yang berurutan, yaitu Dzulkaidah, Dzulhijjah dan Muharram . Kemudian Rajab yang berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.

Umat Islam haruslah memahami bahwa bulan Muharram merupakan bulan yang mulia yang hendaknya digunakan beraktivitas dengan penuh semangat, tanpa terhalang kepercayaan yang menyebabkan manusia menjadi jauh dari kata produktif.

Kisah Peristiwa di Bulan Muharram

Terdapat beberapa momentum di bulan Muharram yang menunjukkan pertolongan Allah kepada para nabinya: Pertama, Nabi Adam. Setelah menyesali atas kesalahannya, Adam dan istrinya memohon ampun, dan Allah mengampuni kesalahannya. Hal ini dikisahkan dalam surat al Baqarah ayat 35 dan surat al A’raf ayat 23.

Kedua, Nabi Nuh. Setelah berdakwah kepada umatnya yang keterlaluan hingga datang azab berupa banjir besar. Nuh dan umatnya yang beriman menyelamatkan diri dengan bahtera raksasa, sampai dapat berlabuh di daratan. Hal ini dikisahkan dalam surat Hud ayat 25-48.

Ketiga, Nabi Ibrahim. Bulan Muharram adalah bulan di mana Ibrahim dilahirkan, diangkat sebagai Khailullah, dan diselamatkan dari panasnya api yang hendak membakarnya. Keempat, Nabi Dawud. Pada bulan Muharram, Allah menerima taubat Nabi Dawud dari kesalahannya. Hal ini diceritakan dalam surat Shad ayat 21-25.

Kelima, Nabi Isa. Di bulan ini, diangkatlah Nabi Isa ke langit oleh Allah, seperti dikisahkan dalam surat an-Nisa ayat 157-158. Keenam, Nabi Ayub. Di bulan ini juga, Allah menyembuhkan sakit Nabi Ayub yang telah bersabar selama bertahun-tahun.

Baca Juga  Sains Bukanlah Pemegang Otoritas Mutlak dalam Rukyatul Hilal

Ketujuh, Nabi Yunus. Di bulan ini, Allah mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan Nun, seperti dikisahkan dalam surat ash Shoffat ayat 139-146. Terakhir, Nabi Musa. Di bulan ini juga, Allah menyelematkan Nabi Musa dan umatnya dari kebengisan raja Firaun yang mengaku sebagai Tuhan. Firaun pun ditenggelamkan pada saat mengejar Musa dan umatnya, hal ini dikisahkan dalam surat al Baqarah ayat 50.

Ajaran untuk Berhijrah

Kata hijrah dalam Wikipedia diartikan sebagai perpindahan atau migrasi. Hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, tidak hanya berupa intiqaalul makaan (baca: berpindah tempat), tetapi lebih dari itu. Yaitu untuk menyelamatkan iman, memperluas dakwah, dan mencari keamanan dari keburukan.

Kemudian, tidak jarang muncul pertanyaan, apakah hijrah sekarang masih diperlukan? Tentu jawaban dari pertanyaan tersebut tergantung pada keadaan masing-masing individu. Adapun hijrah yang masih perlu kita sikapi pada saat ini adalah: Pertama, hijrah dari sikap jahiliyah ke akhlak islami. Yang dahulu masih suka berzina, berjudi, berlaku syirik. Kini harus berhijrah untuk berubah ke ajaran Islam yang sesuai syariat.

Kedua, hijrah dari kultural ke modernisasi. Kadang masih ada orang yang cukup sulit diajak untuk maju karena menolak informasi dan teknologi, sekarang perlu hijrah supaya tidak terkikis zaman.Ketiga, hijrah sikap sosial. Yang dahulu masih mementingkan diri sendiri karena sifat egois, sekarang mulailah memiliki sifat gotong-royong dan kebersamaan.

Keempat, hijrah material. Mencari kerja dan menekuni pekerjaan dengan penuh semangat dan keikhlasan supaya meningkatkan ekonomi keluarga. Terakhir, hijrah ubudiyah. Berubah dari hanya Islam KTP menuju muslim yang baik, yang kaffah, dan tekun beribadah.

Ajaran Berpuasa dan Menyantuni Anak Yatim

Keutamaan puasa pada tanggal 10 Muharram didasari pada hadis riwayat Muslim dari Abu Qatadah yang artinya: “Nabi ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, yang dijawab: puasa ‘Asyura itu menghapus dosa setahun yang lalu.”

Baca Juga  Nabi Muhammad & Nabi Isa, Siapakah yang Lebih Mulia?

Rasulullah adalah sebaik-baik contoh dalam mengasihi anak yatim. Hendaknya kita berusaha mengikuti sunah Beliau tersebut. Sesuai sabda Rasul bagaimana imbalan bagi orang yang mau menyantuni anak yatim, yang artinya: “Aku dan pengasuh / penanggung anak yatim (secara baik) di surga begini (seraya memberi isyarat dengan jari telunjuk dan tengah lalu direngangkan sedikit)” (HR. Bukhari).

Imbalan lain seperti disabdakan Rasul, dari Ibnu Abbas yang artinya: “Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim di hari ‘Asyura, diangkat derajatnya, setiap helai rambut satu derajat”. Hadis ini majazi atau kiasan, yang dimaksud ialah mereka yang menyantuni anak yatim akan diangkat derajatnya oleh Allah.

Oleh karenanya, pada bulan yang mulia ini, mari kita pergunakan sebaik mungkin untuk meraih rida Allah. Dan semoga Allah selalu memberikan hidayah kepada kita untuk mampu hijrah hati. Mengambil pelajaran dari kisah para nabi dan melaksanakan puasa serta terbiasa menyantuni anak anak yatim, Aamiin.

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

Avatar
2 posts

About author
Pengajar Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar Negeri Asemcilik Aktifis LAZISMU Kulon Progo Aktifis BADKO TKA TPA Sentolo
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *