Review

Manusia Modern dan Peradaban Patriarki dalam Film Tilik

3 Mins read

Sekarang ini topik pembicaraan masyarakat Indonesia mengenai COVID-19 mulai tergeser semenjak adanya film pendek berjudul Tilik. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya orang yang membahas film Tilik di berbagai media sosial. Bahkan, tidak jarang ada orang yang membagikan link filmnya agar orang lain bisa menonton. Lebih dari itu banyak media daring juga mulai ikut membahas tentang film tersebut.

Maka, tidak berlebihan kiranya, kalau penulis mengatakan film Tilik sebagai salah satu film populer di tahun 2020. Film pendek itu sendiri merupakan film yang disutradarai Wahyu Agung Prasetyo, dan baru dirilis pada bulan Agustus ini. Yang menjadi keunikan dari film Tilik sendiri, terletak pada semua pemeran utamanya diisi oleh perempuan, yakni Bu Tejo, Dian, dan Yu Ning.

Alur Film Tilik

Bu Tejo sendiri digambarkan sebagai perempuan dengan watak suka memulai topik pembicaraan yang berbau gosip. Dan orang yang menjadi topik pembahasan dari Bu Tejo adalah Dian. Dian adalah perempuan yang memiliki paras cantik, sehingga membuat banyak laki-laki menaksirnya. Kemudian, posisi dari Yu Ning masih memiliki ikatan kerabat dengan Dian. Jadi, membuat Yu Ning tidak suka ketika Dian menjadi bahan omongan oleh Bu Tejo.

Awal cerita dimulai dari rombongan perempuan desa yang bermaksud ingin menjenguk bu lurah di rumah sakit. Karena, jarak antara desa dengan rumah sakit cukup jauh, maka para rombongan harus menaiki truk. Selama di perjalanan, truk yang berisi rombongan tersebut tidak pernah sepi dengan omongan gosip dari Bu Tejo. Tentu saja, bahan omongan dari Bu Tejo adalah Dian.

Banyak sekali topik gosip yang dilontarkan oleh Bu Tejo kepada Dian. Dimulai dari pekerjaan Dian yang dianggap tidak benar, secara tiba-tiba Dian memiliki banyak barang mewah. Sampai ada yang menjawab pernah melihat Dian bersama dengan laki-laki tua. Jawaban itu langsung diperkeruh oleh Bu Tejo, jika dirinya pernah melihat Dian muntah-muntah.

Baca Juga  Kesan Mendalam Al-Qur’an Ketika Membahas Perempuan

Yu Ning yang sudah kesal dengan Bu Tejo, mempertanyakan dari mana mendapatkan bahan omongan tentang Dian. Tanpa perlu waktu lama, pertanyaan tersebut dijawab oleh Bu Tejo. Dia mengatakan, semuanya itu didapatkannya dari internet.

Mendengar jawaban tersebut, Yu Ning yang sedari awal tidak mau Dian menjadi bahan omongan, menegur Bu Tejo, kalau menjadi orang jangan terlalu mudah menerima informasi dari internet. Sayangnya, Bu Tejo tidak terima dan kekeh dengan pendiriannya. Maka, yang terjadi adalah perdebatan panjang di antara keduanya di tengah perjalanan.

Ketika rombongan sampai tiba di rumah sakit, Bu Tejo tetap memberikan pandangan sinis kepada Dian, yang memang sejak awal Dian sudah berada di rumah sakit. Untungnya, Bu Tejo tidak sampai mengeluarkan omongan pedas kepada Dian.

Gambaran Kehidupan

Sebenarnya, film pendek tersebut kalau dilihat dengan baik, banyak sekali berisi gambaran hidup, yang bisa menjadi tamparan penyadaran buat penonton. Di mulai dari sentilan mengenai kondisi manusia modern sekarang. Sentilan itu terlihat dari sikap Bu Tejo yang memakan mentah-mentah semua informasi dari internet.

Dan hal itu sangat berkorelasi dengan kondisi manusia sekarang. Tak peduli apakah sumber informasi yang diperolehnya, dapat dipertanggungjawabkan atau tidak kebenarannya. Sehingga, dengan adanya sikap yang seperti itu, secara tidak sadar akan membentuk sebuah lingkaran setan.

Lingkaran setan itu dimulai dari orang yang telah termakan informasi palsu dari internet, melanjutkannya dengan menyebarkan informasi yang diterimanya kepada semua orang. Dengan berbagai macam cara tentunya. Selanjutnya, informasi yang sudah disebarkan oleh orang tadi, akan diterima oleh orang lain. Dan, bisa saja informasi tersebut juga dibagikan kepada orang lain, sampai tidak ada titik akhirnya.

Baca Juga  Perempuan dalam Pandangan Para Filosof Muslim

Setidaknya, dari film Tilik memberikan gambaran, kalau manusia modern sudah mengalami penurunan kualitas pemikiran kritis. Yang penyebab utamanya berasal dari dehumanisasi melalui kecanggihan teknologi.

Budaya Patriarki

Tentunya, nilai yang bisa diperoleh dari film Tilik tak cukup sampai di situ saja. Ada nilai lain yang disajikan dalam film tersebut, yaitu mengenai penyadaran kalau budaya patriarki di kehidupan masyarakat kita masih sangat lekat. Ini bisa dilihat dari berbagai  omongan yang dilontarkan oleh Bu Tejo kepada Dian.

Omongan dari Bu Tejo sendiri, kebanyakan berasal dari hasil konstruksi masyarakat yang membuat perempuan selalu mengalami sebuah diskriminasi. Salah satunya, pembicaraan kalau Dian tidak segera menikah padahal usianya sudah matang untuk melangsungkan pernikahan.

Dan apa yang dialami oleh Dian adalah kisah nyata yang sering dialami oleh banyak perempuan. Di mana perempuan akan selalu menjadi salah di mata masyarakat, apabila tidak segera melangsungkan pernikahan. Yang lebih menyedihkan, ketika perempuan tidak segera melangsungkan pernikahan, akan dipanggil dengan istilah “Perawan tua”.

Justru berbanding terbalik dengan laki-laki yang tidak mau terburu-buru untuk menikah. Laki-laki tersebut akan diberikan penilaian yang baik oleh banyak orang. Bahkan, akan dianggap sebagai pria idaman. Dengan alasan: laki-laki yang semacam itu dianggap lebih dewasa dan memiliki karier lebih baik kedepannya.

Kendati film Tilik disajikan dengan sangat ringan dan banyak nilai pelajaran yang dapat diambil oleh penonton. Tetapi, film pendek tersebut terasa agak membosankan, dilihat dari kurangnya pembentukan konflik yang disajikan. Yang hanya terdapat ketika terjadi perdebatan kusir antara Bu Tejo dan Yu Ning. Ditambah lagi dengan latar tempat yang kurang inovatif. Hal ini bisa terlihat dari sepanjang cerita hanya terjadi di atas truk.

Baca Juga  B.J Habibie: Sosok Gatotkaca Indonesia

Editor: Sri/Nabhan

Avatar
8 posts

About author
Mahasiswa Sosiologi Unesa
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *