IBTimes-Surabaya-Seluruh guru dan karyawan SD, SMP, dan SMA Muhammadiyah se-Kota Surabaya berkumpul di At-Tauhid Tower Universitas Muhammadiyah Surabaya, Senin pagi lalu (22/7). Dewan Penasihat MUI Prof Din Syamsuddin MA menjadi tamu kehormatan sekaligus pembicara. Acara yang diadakan Dikdasmen PDM Kota Surabaya itu mengusung tema Mewujudkan Indonesia Emas Melalui Pendidikan Berkualitas.
Prof Din mengulas banyak perihal pendidikan di Indonesia. Terlebih dengan berdirinya Pondok Pesantren Modern Dea Malela di Sumbawa yang diterokai oleh mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu.
“Di dunia, mendapat ujrah atau gaji mungkin tidak cukup hidup di kota metropolitan seperti ini. Tapi selain mendapat materiil ini, mujahid-mujahidah para guru juga dapat ajrun yang berarti immateriil. Balasan dari Allah,” terang Prof Din membuka kajiannya.
“Jaahiduu fii sabiilillah bi amwaalikum wa anfusikum,” katanya soal wacana Indonesia Emas.
Prof Din menyatakan, tafsir kontekstual Muhammadiyah dalam UU 1945 tersebut adalah Indonesia yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Indonesia Emas menjadi wacana segenap warga Indonesia satu abad Indonesia 1945. Harapannya, lanjut dia, Indonesia mendapat medali emas, menjadi Indonesia Emas, mendapat predikat tertinggi. “Memiliki daya saing, menjadi bangsa yang unggul,” tegasnya.
Din menambahkan, cita-cita yang nyaris menjadi mimpi ini akan jadi kenyataan sekitar 25 tahun lagi. “Kita diharapkan menyiapkan dan menjadikan generasi Indonesia Emas,” tutur mentan ketua MUI tersebut.
Nah, Din mengatakan bahwa semua cita-cita ini mengandalkan sumber daya insani yang unggul. Sebagaimana Dea Malela, sekolah modern internasional yang didirikannya, punya citra diri yang beriman, berakhlak, mandiri, kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dea Malela memang mengolaborasikan ilmu pengetahuan sains dengan ilmu agama.
“Jika ingin bersaing di masa depan harus menjadi diri yang kreatif, kompetitif, dan inovatif tapi harus didasari dengan iman dan takwa,” jelasnya.
Ukuran persaingan internasional, menurut Prof Din, adalah quality (berkualitas), competition (siap bersaing), dan competitiveness (mampu bersaing).
Dalam konteks Muhammadiyah, dia menyatakan bahwa fastabiqul khairat juga berarti demikian. “Etos seperti ini saya rasa dimiliki banyak sekolah Muhammadiyah di Jawa Timur. Saya sering katakan pada sekolah-sekolah Muhammadiyah lainnya, belajarlah kepada sekolah Muhammadiyah di Jawa Timur,” tuturnya.
Prof Din melanjutkan, Islam harus mengedepankan kualitas. Mengedepankan kuantitas boleh, tapi tanpa kualitas bukan apa-apa. Bagaikan buih. Allah menyindir dalam surah Al Baqarah: 249 “Kam min fiatin qaliilatin ghalat fiatan katsiirotan biidznillaah”, berapa banyak kaum mayoritas yang dikalahkan minoritas karena kualitasnya.
Maka, lanjutnya, sekolah Muhammadiyah harus mengedepankan kualitas, bukan hanya kuantitas. “Why not the best (Kenapa tidak menjadi yang terbaik),” kata Prof Din yang ditirukan segenap ibu-bapak guru. “To be good is not good enough (Menjadi baik tidaklah cukup baik).”
Reporter: Achmad Santoso