Inspiring

Gus Pur: Seorang Muslim Penyongsong Peradaban Saintek

3 Mins read

Prof KH Agus Purwanto, D.Sc. kini telah menyandang gelar sebagai Guru Besar dalam bidang keilmuan fisika teoritik. Profesor kelahiran tahun 1964 di Jember, Jawa Timur, merupakan alumni kampus Institut Teknologi Bandung (S1) dan melanjutkan studinya di Universitas Hiroshima Jepang (S2 & S3). Semenjak masa kuliahnya, Prof Agus Purwanto sering dipanggil Gus Pur

Karena kecintaannya pada bidang fisika teoritik, Agus Purwanto telah memiliki segudang karya ilmiah dan beberapa buku seputar fisika teoritik. Selain itu, beliau juga produktif menulis beberapa buku seputar sains dan Al-Qur’an, antara lain; Metode Hokari: Arab Gundul, Siapa Takut? (2005), Ayat-Ayat Semesta: Sisi Al-Qur’an yang Terlupakan (2008), Pintar Membaca Arab Gundul dengan Metoda Hikari (2010), dan Nalar Ayat-Ayat Semesta: Menjadikan Al-Qur’an sebagai Basis Ilmu Pengetahuan (2015).

Pemikiran Gus Pur

Jika menggali lebih jauh pemikiran Gus Pur, maka pada hulunya merupakan buah kecemasan beliau  kepada perkembangan sains Barat, yang secara etimologis, menjadikan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh para ilmuan, jauh dari norma-norma agama maupun nilai-nilai kemanusiaan. Proses riset atau penggalian ilmu pengetahuan sains Barat memiliki keterbatasan rasio dan pengamatan dalam memahami hakikat alam dan diri manusia. Akibatnya, sains dijadikan alat dalam memenuhi ekspektasi manusia dan melampaui dirinya sampai-sampai menggantikan kedudukan wahyu Tuhan sebagai pedoman hidup (Kuntowijoyo: Islam sebagai ilmu).

Dalam webinar yang diselenggarakan oleh PK IMM Prof BJ Habibie Institut Teknologi Sumatera, Prof Agus memaparkan bahwa negara-negara yang mayoritas Islam, justru semakin hari semakin ketinggalan dalam mengeksplorasi ilmu pengetahuan, utamanya di bidang sains dan teknologi. Ilmuwan-ilmuwan muslim yang memperoleh nobel fisika maupun kimia hanya bisa dihitung jari, jauh dibandingkan ilmuwan-ilmuwan dari Barat maupun dari Jepang.

Baca Juga  Malik Ahmad: Kader Muhammadiyah di Masa PDRI

Selain itu, beliau juga menunjukan keprihatinannya terhadap Indonesia yang hanya mampu mengimpor teknologi-teknologi di berbagai bidang industri dan sebagainya. Sangat jauh sekali capaian negara Indonesia dalam menghasilkan produk-produk teknologi yang mampu bersaing secara global.

Gus Pur dalam kesempatannya menerangkan bahwa ada sekitar 800 ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur’an yang dapat diteliti secara ilmiah (sains). Analisis teks 800 ayat-ayat kauniyah tersebut seharusnya mampu dihasilkan hipotesis teoritis, diteliti secara observatif dan eksperimentatif terhadap alam secara langsung. Inilah epistemologi pengetahuan dalam sains Islam, yang dalam konstruksi pengetahuannya tidak hanya menggunakan rasio dan pengamatan (rasionalisme dan empirisme), tetapi juga menggunakan wahyu (intuisionisme) sebagai sumber pengetahuan.

Begitulah seharusnya Al-Qur’an dan sunah akan semakin kompleks menjabarkan fungsinya sebagai epistemologi pengetahuan. Epistemologi pengetahuan dalam perspektif Agus Purwanto menarik untuk dijadikan dasar umat Islam terutama di negara Indonesia untuk terus mengobservasi alam semesta dan kekayaan alam Indonesia.

Ketertinggalan Umat Islam dalam Teknologi

Gagasan Society 5.0 dari Jepang seolah menampar keras keadaan umat Islam dan semakin kental steorotip Islam dalam pandangan dunia sebagai agama tertinggal. Padahal, hal ini bertentangan dengan realitas ayat-ayat Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam yang secara aktual menjabarkan alam semesta dan segala interaksi sainsnya.

Bukan hanya mengulas terus-terusan mengenai tuntutan ibadah dan muamalah saja, para ulama telah menulis ribuan kitab-kitab fikih, namun mirisnya hampir tidak tersentuh ayat-ayat tentang alam raya dan isinya. Padahal, jika dikaji, ayat-ayat tentang alam semesta akan menghasilkan banyak ilmu pengetahuan, seperti ilmu kedokteran, astronomi, matematika, fisika, biologi, kimia, geologi dsb. Hal inilah yang seharusnya menjadi senjata umat Islam dalam menguasai teknologi dan peradaban.

Baca Juga  Pidato Pengukuhan Gus Pur: Relevansi Kausalitas al-Ghazali dan Fisika Kuantum

Dengan ini, Sains Islam memiliki keunggulan dalam membangun peradaban yang komprehensif antara sains dan ilmu sosial. Sains Islam, menurut Gus Pur, memiliki konstruksi ontologi, epistemologi, maupun aksiologinya berbasis dan berparadigma wahyu.

Sains Islam yang ditawarkan beliau meminimalir kepentingan materialisme dan meninggalkan intuisionisme sebagai sumber mencari kebenaran dan kepuasan ilmu semata. Aksiologi Sains Islam yang telah dihasilkan harus diarahkan pada penambahan keimanan kepada sang pencipta dan orientasi pengetahuan selalu untuk kemaslahatan umat manusia.

Umat Islam harus bangkit dan mulai gencar mengkaji sains dan teknologi modern secara integral, bukan hanya menjadi konsumen dari produk sains dan teknologi Barat. Ini dikarenakan produk-produk Barat tidaklah semuanya cocok dan selaras dengan nilai dan hakikat manusia yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sunah. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan gagasan sains Islam, yaitu dengan cara mengkaji ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur’an untuk dapat dikembangkan secara lebih lanjut dalam upaya menemukan teori-teori terbaru ilmu pengetahuan.

Semangat Gus Pur Sebagai Pemacu Mahasiswa Saintek

Sebuah keresahan bagi mahasiswa Muhammadiyah yang mengambil studi di bidang sains, teknik, geologi, astronomi, pertanian, material, industri, dsb, telah menjadi rahasia umum ketika mereka duduk di wadah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Bagaimana tidak, diskursus keilmuan sosial-keagamaan lebih dominan dibicarakan dalam berbagai kesempatan diskusi. Atmosfer yang lebih mengarah pada kultur keilmuan sosial sering menjadikan alasan bagi mahasiswa saintek untuk pasif bahkan meninggalkan IMM. Akibatnya, banyak fakultas-fakultas dari saintek minim kader bahkan mati komisariatnya dan harus bergabung dengan komisariat lain.

Maka, jika mengacu pada nilai-nilai dasar ikatan, maka sangat cocok sekali bila semangat Gus Pur dalam konsep sains Islamnya untuk digali lebih lanjut bagi mahasiswa-mahasiswa Muhammadiyah yang mengambil studi seputar saintek.

Baca Juga  Alasan Fritjof Capra Mengkritik Sains Modern

Sebuah semangat yang harus ditularkan dan diaplikasikan dalam upaya menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadist nabi dalam berbagai riset-riset ilmiah. Sehingga, sebagaimana harapan beliau,  umat Islam mampu mengejar ketertinggalan serta memberikan warna Islam seputar sains dan teknologi.

Editor: Yahya FR
Anggun Nugroho Saputro
10 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Sains-Fisika, Institut Teknologi Sumatera. Komisariat IMM Prof BJ Habibie Bandar Lampung. Asal Kudus, Jawa Tengah
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds