Report

Tantangan Mu’allimat dalam Mencetak Perempuan Berkemajuan

2 Mins read

IBTimes.ID – Mayoritas siswi Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta adalah kelas menengah keatas, dengan orangtua terdidik, dan perbedaan tingkat pendidikan yang rendah antara ayah dan ibu. 90% siswi Muallimin menjawab bahwa mereka ingin melanjutkan ke jenjang kuliah. Tren ini berbeda jika dibandingkan dengan budaya muslim di Timur Tengah dan Asia Selatan dimana pendidikan SMP atau SMA dianggap sudah cukup untuk perempuan.

Menurut orang tua, guru, dan siswi Muallimat, ada 3 tantangan moral yang berat yang dihadapi oleh pemuda Indonesia. Yaitu pergaulan bebas, seks bebas, dan minuman keras. Belakangan ini kemudian ditambah dengan media digital. Hal ini disampaikan oleh Claire Marie Hefner dalam acara International Conference on ‘Aisyiyah Studies 2020 secara daring pada hari Sabtu (10/10).

Claire Marie Hefner adalah warga Amerika yang sejak kecil sudah sering tinggal di Indonesia. Perempuan penggemar gado-gado dan pecel ini melakukan penelitian di Mu’allimat dan Pesantren Krapyak pada tahun 2011 hingga 2013 ketika mengambil program S3 Antropologi di Emory University Atlanta, Georgia.

Menurut penelitian Claire Marie Hefner, mayoritas siswi berasal dari orang tua yang keduanya bekerja. Sehingga salah satu alasan orang tua mengkhawatirkan pengaruh internet adalah karena mereka mengkhawatirkan anaknya pulang, memiliki waktu luang, dan sendirian. Orang tua khawatir anak akan bermain ponsel dan membuka konten-konten pornografi atau kekerasan.

“Salah satu wali siswa menjelaskan bahwa bahaya tantangan ini lebih parah dibandingkan dengan masa kecilnya. Dulu, orang tua harus memikirkan bahaya fisik anaknya seperti anaknya jatuh ketika bermain. Sedangkan, sekarang bahaya moral lebih tinggi daripada sekedar bahaya fisik. Ia mengirim anaknya ke Mu’allimat karena dianggap dapat memberi suasana Islami yang menjauhkan anaknya dari hal-hal yang tidak baik. Peraturan tentang HP dan laptop dianggap dapat melindungi anak didik,” ujar Claire.

Baca Juga  Fakta Perjuangan Umat Islam Akar Rumput dalam Revolusi Indonesia (1945-1949)

Akan tetapi, menurut musyrifah atau guru-guru, semakin kesini semakin sulit memisahkan siswi dari HP. Apalagi HP sudah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari.

Potret Siswi Mu’allimat

Ia menyebut 50% siswi beralasan masuk Muallimat karena ingin mendalami agama Islam, 26% karena ingin menjadi kader Muhammadiyah, dan sisanya mementingkan pendidikan agama dan umum di fasilitas yang bagus.  

“Dalam hal cita-cita, siswi Muallimat ingin mencapai karir yang lebih tinggi dari orang tuanya. 30% diantaranya ingin menjadi dokter, 16% ingin menjadi dosen, hanya 7% yang menjadi guru. Padahal, pada awalnya Muallimat adalah sekolah untuk mencetak guru. Ada 5% yang ingin menjadi PNS, dan 8% menjadi wirausaha,” imbuhnya.

Hasil ini mencerminkan dua hal. Pertama, perempuan muslim di Indonesia khususnya siswi Muallimat lebih suka berinvestasi dalam karir yang beraneka ragam dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Fasilitas dan kurikulum di Muallimat mendukung hal tersebut. Kedua, ambisi ini mencerminkan harapan siswi untuk mengikuti life style kelas menengah dengan keluarga yang memiliki dua pemasukan, yaitu dari suami dan istri.

“Muallimat masih membentuk identitas Muhammadiyah dengan sangat kuat pada siswinya. Namun, tren penggunaan internet semakin membuka kran pengajaran agama dari luar Muhammadiyah. Tingkat melek internet di kalangan pelajar berpengaruh pada pergeseran otoritas keagamaan. Menurut survey APJII, 81% pengguna internet menggunakannya untuk belajar agama,” tutupnya.

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa Mu’allimat membentuk siswi-siswi yang memiliki pandangan Islam berkemajuan dan perspektif gender yang terbuka.

Editor: Yusuf

Avatar
1446 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Anak Ideologis itu Amal Jariyah

1 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar menyebut anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan…
Report

Alissa Wahid: Gus Dur Teladan Kesetaraan dan Keadilan

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid memberikan tausiyah pada peringatan Haul Gus Dur ke-15 yang bertempat di Laboratorium Agama UIN…
Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds