Report

Noorhaidi Hasan: 10 Dalil Utama Buku Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin

2 Mins read

IBTimes.ID – Buku Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama & Studi Islam di Era Kontemporer karya Amin Abdullah berisi jalan baru kajian Islam setelah penulis mengalami perjalanan panjang dalam mengembangkan kajian Islam. Penulis mengalami kajian Islam sejak dari Gontor, IAIN, Ankara, Turki, hingga menjadi guru besar. Hal ini disampaikan oleh Noorhaidi Hasan dalam peluncuran dan bedah buku Mulitidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin karya Amin Abdullah pada hari Kamis (15/10).

Penulis adalah pelaku sejarah perubahan dari IAIN menuju UIN dengan menggagas konsep integrasi-interkoneksi. Ia juga terus mengawal perubahan ini. Dalam paparannya, Noorhaidi Hasan menyebut bahwa buku ini bisa disebut sebagai manifesto Amin Abdullah tentang arah baru pengembangan kajian Islam, yang berisi refleksi-refleksi, pemikiran, kegelisahan akademik, keinginan, harapan, ekspektasi, mimpi, dan cita-cita. Penulis mengharapkan agar masa depan kajian Islam di Indonesia dapat menyumbang perkembangan peradaban dunia.

“Saya kira, dorongan itu yang ada pada diri Pak Amin, sehingga beliau berusaha untuk mendamaikan berbagai macam disiplin ilmu. Sehingga peradaban ini dapat kita nikmati bersama dalam suasana damai, toleran, inklusif dan humanis,” ujarnya.

Menurut Noorhaidi masih banyak kajian Islam yang belum terbebas dari jerat-jerat normativitas yang menyebabkan stagnasi pemikiran. Integrasi-interkoneksi yang disusun oleh Amin Abdullah bertujuan untuk membebaskan sarjana muslim dari jerat normativitas kajian agama.

Refleksi Amin Abdullah menghasilkan karya-karya yang sangat berpengaruh di Indonesia sejak tahun 1990 an. Amin Abdullah menghasilkan Buku Studi Agama: Normativitas dan Historisitas, Falsafah Kalam di Era Post Modern, Islamic Studies, dan lain-lain.

Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin

Pendekatan multidisiplin adalah penelitian yang menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda, namun masing-masing disiplin tidak ingin campur tangan terlalu jauh. Filsafat, sosial humaniora, ilmu alam, dan lain-lain dimanfaatkan untuk melihat fenomena tertentu, dengan sekat-sekat yang masih ada.

Baca Juga  Mu'ti: Tuduhan Pak Din Radikal itu Salah Alamat

“Yang lebih maju dari multidisiplin itu adalah interdisiplin. Interdisiplin berupaya menyatukan atau memadukan dua atau lebih disiplin keilmuan. Bisa metodenya, datanya, tekniknya, teorinya, atau perspektifnya sehingga berpadu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Antar disiplin ilmu sudah menyatu menjadi satu kekuatan agar bisa menjawab persoalan zaman,” imbuhnya.

Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menyebut transdisiplin adalah langkah lebih jauh untuk melebur hal-hal yang ada antar berbagai disiplin dalam satu tarikan nafas. Muara metode Transdisiplin ada pada pengembangan ilmu yang lebih baru.

10 Dalil Utama Noorhaidi Hasan

Ia menyebut dari buku ini bisa diambil 10 dalil utama. Pertama, para pemikir muslim kontemporer dituntut untuk memiliki kemampuan mendialogkan antara ilmu-ilmu agama dengan pemikiran keislaman, dan studi keislaman kontemporer dengan baik.

Kedua, pemikiran keislaman yang ditopang oleh filsafat kritis tidak melahirkan pemikiran yang kaku, rigid, dan stagnan. Mampu menghasilkan tafsir yang baru dan fresh. Dirasah Islamiyah adalah klaster keilmuan baru yang berbasis pada paradigma keilmuan sosial kritis komparatif.

Ketiga, kunci dialog kajian Islam adalah meleburnya unsur-unsur subjektif, kemudian masuk ke unsur intersubjektif. “Hati nurani dibangun dengan wawasan filosofis dan kritis. Harus ada unsur objektif sebagai sarjana muslim ketika berupaya menyelesaikan persoalan di masyarakat,” imbuhnya.

Keempat, unsur-unsur yang membuat corak keagamaan menjadi sempit harus dibuang jauh-jauh. Kelima, tantangan terbesar di era global adalah menghadirkan nilai tauhid yang mampu menumbuhkan empati sosial dalam konteks keragaman dan kemajemukan.

Ketujuh, dirasah islamiyah yang bercorak critical perlu diperkenalkan kepada anak didik agar menghasilkan nilai-nilai keberagamaan yang autentik untuk mencapai kehidupan di masa depan yang lebih baik,” ujarnya.

Kedelapan, salah satu cara menuju Word Class University adalah digunakannya pendekatan pembelajaran dan pengabdian kepada masyarakat yang bercorak multidisipliner, interdisipliner, dan transdisipliner.

Baca Juga  Fahruddin Faiz: Tiga Tingkatan Toleransi Manusia

Kesembilan, hubungan disiplin ilmu keagamaan dan ilmu sosial budaya dan kealaman bersifat semi-permiable, saling memberikan kesaksian dan sebagai sumber imajinasi. Terakhir, pandemi covid-19 telah melahirkan pemikiran dan budaya baru baik dalam bidang sains maupun agama yang mendorong berkembangnya peradaban baru.

“Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga telah kita dudukkan sebagai laboratorium penerapan jalan baru ini,” tutup Noorhaidi Hasan.

Reporter: Yusuf

Avatar
1344 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Savic Ali: Muhammadiyah Lebih Menderita karena Salafi Ketimbang NU

2 Mins read
IBTimes.ID – Memasuki era reformasi, Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Lahirnya ruang keterbukaan yang melebar dan lapangan yang terbuka luas, nampaknya menjadi…
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *