Report

Martin Slama: ‘Aisyiyah, Otoritas Keagamaan, dan Media Sosial

2 Mins read

IBTimes.ID – Tidak ada agama tanpa media. Setiap agama memiliki media utamanya sendiri. Agama-agama besar memiliki kitab suci sebagai media utama. Sedangkan agama-agama lokal memiliki upacara, tarian, otoritas, dan lain-lain.

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak media baru yang muncul. Termasuk dalam kelahiran Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Kelahiran dua organisasi ini dibantu oleh media majalah. Para pendiri dipengaruhi oleh majalah-majalah keislaman yang menyuarakan ide-ide pembaharuan Islam.

Hal ini disampaikan oleh Martin Slama, antropolog di Institute for Social Anthropology, Austrian Academy of Sciences, Wina, Austria. Ia menyampaikan dalam kegiatan International Conference on ‘Aisyiyah Studies 2020 dalam Webinar Series ketiga.

Antropolog yang konsen di media keagamaan ini mengatakan bahwa munculnya radio, televisi, internet, hingga media sosial memiliki konsekuensi-konsekuensi terhadap pembentukan otoritas keagamaan. Seperti lahirnya gerakan reformis Islam adalah konsekuensi dari menyebarnya majalah-majalah reformis.

Menurut Martin, media sosial memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pembentukan otoritas keagamaan, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Tidak hanya pada Agama Islam namun juga pada agama lain.

“Sehingga orang yang tidak memiliki pendidikan agama yang tinggi, orang yang tidak berasal dari keluarga agamis, atau orang yang baru saja belajar agama juga memiliki otoritas untuk bicara agama bahkan menjadi terkenal. Kita kenal dengan istilah ‘ustadz seleb’,” jelasnya.

Ia menyebut ustadz seleb adalah fenomena yang menunjukkan bahwa selebriti mulai tertarik dengan agama, belajar agama, dan menyebarkan nilai-nilai keagamaan, hingga dia menjadi terkenal dan memiliki banyak pengikut karena aktivitas agamanya. Hal-hal seperti ini akan sulit terjadi jika tidak ada media sosial.

Menurut Martin, media sosial menjadi media utama untuk tokoh-tokoh Islam zaman sekarang. Baik mereka memiliki latar belakang ormas, pendidikan agama yang tinggi, atau sama sekali tidak memiliki latar belakang studi agama. Semua berkumpul di media sosial.

Baca Juga  Ulil Abshar: Dua Mitos Isu Israel-Palestina

Ciri paling penting media sosial adalah memungkinkan komunikasi secara dua arah. Memungkinkan dialog sekaligus pertengkaran. Dampaknya, orang yang aktif menyampaikan agama di media sosial juga bisa dipertanyakan dan dilawan di media sosial.

“Orang yang pengetahuan agamanya tidak begitu baik dapat beraktivitas di dunia dakwah melalui media sosial. Jadi, yang terjadi adalah pluralisasi atau demokratisasi otoritas keagamaan, dimana orang dengan sangat cepat bisa meraih otoritas keagamaan. Ini adalah fenomena baru pasca kemunculan media sosial,” imbuh pria

Martin mencontohkan fenomena baru yang lain seperti Gerakan One Day One Juz yang muncul di berbagai kota. Gerakan ini mengajak pengikutnya untuk membaca 1 juz dalam 1 hari. Anggota yang mengikutinya harus menunjukkan disiplin yang tinggi karena harus melaporkan bacaannya.

“Media sosial bisa digunakan untuk mendisiplinkan diri. Orang yang tidak mengikuti gerakan ODOJ mungkin tidak membaca Alquran. Namun karena mengikuti melalui media sosial, mereka menjadi rajin membaca Alquran,” jelasnya.

Ia berpesan agar ‘Aisyiyah harus memposisikan diri agar mulai memperhatikan media sosial. Mengingat posisi media sosial menjadi sangat penting belakangan, terutama dalam pembentukan otoritas keagamaan.

Reporter: Yusuf

Avatar
1446 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Anak Ideologis itu Amal Jariyah

1 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar menyebut anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan…
Report

Alissa Wahid: Gus Dur Teladan Kesetaraan dan Keadilan

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid memberikan tausiyah pada peringatan Haul Gus Dur ke-15 yang bertempat di Laboratorium Agama UIN…
Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds