Perspektif

Maulid Nabi & Kiai Wardan, Tokoh Muhammadiyah Penulis Buku Risalatul Maulid

3 Mins read

Maulid Nabi — Angin sore berhembus syahdu membelah dedaunan pohon sawo kecik yang meneduhkan pelataran. Nampak pula serombongan burung yang hinggap lalu lalang menuju puncak kubah gadha Kagungan Dalem Masjid Gedhe Kauman. 

Sementara itu, di bawahnya terlihat begitu hiruk pikuk manusia yang berjejal seolah ingin menjadi yang terdepan. Menyaksikan beberapa kali abdi dalem pamethakan dan juga abdi dalem kanca gendhing begitu sibuk mempersiapkan ubo rampe menyambut acara kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad SAW. 

Tradisi Grebeg Sekaten Menjelang Maulid Nabi

Ya, Grebeg Sekaten namanya, tradisi yang konon sudah ada sejak zaman kesultanan Demak, dan kini masih dirawat dengan baik oleh Kesultanan Yogyakarta. Begitu pun dengan Kasunanan Surakarta, sebagai dua entitas penerus Kesultanan Mataram Islam.

Salah satu acara spesial dalam menyambut maulid Nabi adalah tradisi miyos gongso. Yaitu ketika seperangkat gamelan bernama Kiai Sekati yang terdiri dari Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga diboyong dari bangsal ponconiti menuju Pagongan Masjid Gedhe Kauman. 

Gunturmadu yang memiliki makna turunnya berkah dari kata Guntur, yang artinya turun, dan madu, yang adalah keberkahan. Dan juga Nagawilaga yang diambil dari kata Naga dan logo, mitologi ular naga panjang dengan harfiah terus menerus/lestari ditabuh selama 7 hari berturut-turut bergantian.

Namun ketika memasuki waktu salat, lantunan gendhing akan berhenti sejenak dan berlanjut kembali setelah selesai sampai pada puncaknya, yaitu acara maulid Nabi.

Dan di antara gamelan yang ditabuh, ada waktu di mana dibacakannya sirah Nabi yang berisi tentang riwayat dan perjalanan hidup Kanjeng Nabi Muhammad, yang ditulis oleh salah satu penghulu bernama KPRH Muhammad Wardan Diponingrat.

Dan riwayat tersebut dibacakan langsung oleh Ngarsa Dalem Sultan Hamengkubuwono X. Wardanebuah, nama yang mungkin kurang begitu familiar dalam dunia persyarikatan. Apalagi ketika membahas karya beliau, yaitu kitab Risalatul Maulid. Karena memang tidak ada tradisi maulid di dalam Muhammadiyah, sehingga seolah menjadi hilang dalam perbendaharaan khazanah sejarah Muhammadiyah.

Baca Juga  Mengapa Harus Lebanon?

Biografi Kiai Muhammad Wardan

Sosok Muhammad Wardan tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia adalah putra dari Hoofd. Penghulu Muhammad Kamaludiningrat, atau yang lebih akrab dengan nama Kiai Sangidu, yang memegang posisi penting di dalam persyarikatan. 

Merujuk dari Ensiklopedi Muhammadiyah karya pak Yunan Yusuf, bahwa Wardan yang lahir pada Jumat 19 Mei 1911 di Kauman ini adalah keluarga ketib abdi dalem santri yang kegiatannya berpusat di langgar dhuwur; sebuah langgar yang berlokasi di sebelah utaranya langgar kidul milik keluarga Haji Abu Bakar. 

Wardan adalah seorang priyayi pamethakan yang tentu saja berkesempatan untuk bisa sekolah di ksatrian walaupun tidak selesai. Kemudian dilanjutkan mengenyam pendidikan di Kweekschool Muallimin Yogyakarta; lalu diteruskan nyantri di pondok pesantren tertua peninggalan Sinuhun Pakubuwana IV di Jamsaren Surakarta. 

Interaksi dengan berbagai Kiai dan juga santri membuat kemampuan intelektualnya begitu mumpuni. Khususnya dalam bidang ilmu fiqh, falak, dan hisab yang beberapa diabadikan dalam karya kitab hisab urfi wa haqiqi dan kitab umdatul hasib. 

Kiai Wardan dan Konsep Hisab Hakiki Wujudul Hilal

Dari beliau pulalah yang pertama kali konsep hisab hakiki wujudul hilal yang hingga saat ini dipakai sebagai rujukan Muhammadiyah dalam menentukan kalender Islam.

Dalam periode Muktamar ke-32 di Jakarta, beliau mendapatkan amanah menjadi ketua Majelis Tarjih, dan termasuk menjabat periode terlama selama 22 tahun. Kemudian pada periode Muktamar ke-4 di Surakarta tahun 1985, Kiai Azhar Basyir dipilih menjadi ketua Majelis Tarjih menggantikan Muhammad Wardan. Walau tidak lagi menjadi ketua, namun beliau tetap aktif dan mewarnai di dalam majelis tarjih.

Di antara kesibukannya di majelis tarjih, beliau juga menjadi “tangan kanan” Ngarsa Dalem Hamengkubuwono IX dalam tugas keagamaan di Kesultanan Yogyakarta sebagai dongani sugengan dalem (yang mendoakan keselamatan raja), juga nampi hajat dalem pareden (melaksanakan acara hajat kerajaan), dan semua ritual keagamaan, semacam kepala “kementerian agama”-nya kerajaan.

Baca Juga  Maulid Nabi: Menyegarkan Kembali Risalah Kemanusiaan

Begitu harmonis dan sinergis hubungan antara Kesultanan dan persyarikatan di era generasi awal. Yang mana juga banyak dipaparkan dalam buku Muhammadiyah Jawa karya Pak Najib Burhani sebagai sebuah landasan dakwah kultural. Dengan semangat Islam berkemajuan, melalui mensenyawakan nilai-nilai Islam pada kultural.

KRT. Muhammad Wardan Diponingrat meninggal pada 3 Februari 1991 dengan mewarisi landasan tradisi dakwah kultural dan hisab hakiki yang menjadi identitas Muhammadiyah. Sosok luar biasa, yang mana salah satu putranya yang bernama Mohammad Djazman Al Kindi juga menjadi tokoh yang hebat. 

Ia membidani lahirnya UMS dan bapak perkaderan Muhammadiyah; yang merumuskan dan menginisiasi lahirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yang menelurkan putra-putra bangsa ber-“intelek-ulama” dan “ulama-intelek”, sebagaimana cita-cita dari Simbahyai Ahmad Dahlan.

Maulid Nabi: Sugeng Milad Kanjeng Nabi Muhammad!

Rasa tenteram hati ini menikmati udara sore diiringi ketukan Gamelan Kiai Gunturmadu bergantian dengan Kiai Nagawilaga. Begitu sopan memasuki telinga dan menyentuh kalbu. 

Terbayang potongan kisah dalam film Sang Pencerah, saat Djazuli diperdengarkan indahnya gesekan biola dari Simbahyai Ahmad Dahlan. Saya pun terhanyut dalam suasana sembari menarik napas dalam dan memejamkan mata. Damai rasanya.

Allahumma sholli ‘ala Muhammad, Sugeng Milad Kanjeng Nabi Muhammad bin Abdullah.

Editor: Zahra

Fauzi Ichwani
1 posts

About author
Wakil Ketua PD Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Sragen (Bidang Seni, Budaya & Olahraga), Sekretaris KNPI DPK Sambungmacan Kab. Sragen.
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds