Inspiring

Gus Baha: Jangan Mudah Didikte Makhluk!

2 Mins read

Sebagai hamba ciptaan Allah, sudah semestinya seorang manusia hanya tunduk kepada-Nya dalam seluruh tindak laku. Amat keliru jika manusia menghamba kepada yang lain selain Allah Swt. Apalagi kepada sesama manusia. Sebab setiap manusia merupakan jiwa yang utuh, tidak kurang suatu apapun dan sejatinya hanya butuh pada Allah Swt.

Oleh karena itu, kemandirian diri perlu disadarkan, kebergantungan hanya layak diserahkan seluruhnya kepada sang pencipta. Kemerdekaan diri adalah kunci agar manusia tidak mudah terdikte oleh sesuatu apapun. Tidak menganggap secara berlebihan jasa-jasa manusia terhadap diri dan memahami bahwa itu semua perantara yang digariskan oleh Allah Swt.

Gus Baha: Hanya kepada Allah Manusia Layak Tunduk

Sejalan dengan pernyataan tersebut, dalam banyak kesempatan Kiai Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menjelaskan bahwa hanya kepada Allah-lah manusia layak tunduk. “Jangan mudah didikte oleh makhluk.” tandas Ketua Lajnah Mushaf Lembaga Tafsir Al-Qur’an UII Yogyakarta itu.

Gus Baha menguraikan, seorang yang marah karena menghadapi sikap orang awam yang biasanya suka seenaknya, maka ia tidak berbeda dari orang awam tersebut. Maksudnya, jika ada seseorang terpancing emosi karena tidak bisa memaklumi tindakan orang lain yang awam maka tandanya ia juga masih awam dari sisi pengendalian diri. Karena ia terdikte oleh laku yang jika oleh orang berilmu seharusnya bisa dimaklumi.

“Sama halnya dengan kita yang secara umum telah mengetahui watak anak-anak atau istri kita, tapi masih saja bisa dibuat jengkel menghadapinya. Maka tandanya, kita terdikte olehnya. Padahal sebelumnya telah mengetahui bahwa karakter keduanya memang demikian adanya.” urai Gus Baha.

Tidak didikte oleh makhluk atau sebuah kondisi membantu kita mengontrol diri dan mengambil sikap yang sesuai. Juga dapat memudahkan kita membedakan mana yang harus benar-benar dipatuhi sebagai perintah dan larangan Allah dengan mana yang hanya berdasarkan nafsu belaka.

Baca Juga  Buya Yang Pergi, Buya Yang di Hati

Contoh sederhana terdikte oleh nafsu menurut Gus Baha adalah ketika makan. Ketika seseorang hanya bisa makan dengan enak dan lahap bergantung dengan lauk pauknya, maka ia hanya menuruti nafsu saja. “Tak ada bedanya dengan anak kecil yang biasanya mau makan tergantung apa lauknya. Padahal, jika tidak menuruti nafsu, maka lauk yang paling nikmat adalah rasa lapar (idamuhu al-ju’).” terang Gus Baha.

Kisah Ulama yang Dipermainkan Tetangga

Lain cerita jika seseorang berhasil tak terpengaruh dikte nafsu dan hanya terpengaruh oleh dikte (ketentuan) Allah. Seperti kasus yang diceritakan oleh Gus Baha tentang kisah seorang ulama yang dipermainkan oleh tetangganya. Suatu hari sang ulama diundang oleh tetangganya untuk datang ke rumah. Ia pun datang menuruti undangan tetangganya. Sampai di rumahnya, sang tetangga malah bilang bahwa tidak jadi ada keperluan. Hal ini disengaja untuk mempermainkan dan diulang hingga tiga kali.

Akan tetapi sang ulama tidak marah atau merasa dilecehkan sama sekali. Justru ia malah merasa senang dan terlihat riang gembira. Sebab alasannya adalah ia merasa senang bisa melaksanakan perintah Allah, yaitu menyenangkan tetangga. Sang tetangga pun menyesal dan menangis mendengar hal itu. Maksud hati ingin mempermainkan, tapi malah dibalas dengan penghormatan.

Gus Baha mengutip sebuah hadis yang berkaitan dengan kemantapan diri yang tak terpengaruh oleh kondisi atau sikap orang terhadap diri. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, termaktub dalam kitab Sunan At-Tirmidzi.

لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً، تَقُولُونَ : إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا، وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا، وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ، إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا.” رواه الترمذي 

“Janganlah kalian menjadi orang tidak berpendirian (mudah terombang-ambing), yang mengatakan: jika orang-orang berbuat baik, kami juga berbuat baik, jika mereka berbuat zalim, kami juga berbuat zalim. Tetapi kuatkanlah pendirian kalian, jika orang-orang berbuat baik, berbuat baiklah, jika mereka berbuat zalim, jangan kalian berbuat zalim.” (HR At-Tirmidzi)

Baca Juga  Ki Slamet Gundono (2): Filosofi Wayang Suket

Dalam hadis tersebut Nabi mengatakan agar jangan menjadi orang yang plin-plan dalam berpendirian dan hanya bergantung pada sikap orang lain kepada kita. Inilah yang dimaksud Gus Baha sebagai seseorang yang mudah terombang-ambing, terdikte oleh sikap orang lain.

Nabi berpesan agar kita meneguhkan hati berpegang pada kebaikan yang merupakan ketentuan Allah Swt. Tidak bergantung pada baik dan buruknya sikap orang terhadap kita.

Editor: Zahra

3 posts

About author
Seorang laki-laki beradik tiga. Lahir di Demak, 17 Februari 1996. Pernah nyantri di Pesantren Futuhiyyah, Mranggen. Suka membaca dan menulis.
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds