Perspektif

Cara Memilih Pemimpin Menurut Islam

5 Mins read

Sebentar lagi, Pilkada Serentak akan digelar. Untuk mengingatkan diri kita agar tidak terjungkal gara-gara salah pilih, tulisan tentang cara memilih pemimpin menurut Islam ini datang ke hadapan Anda!

Dengan meneladani kisah Nabi Yusuf dan kepribadian Rasulullah SWT, Insyaa Allah akan memberkahi negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur dan darul wahdi wa syahadah (negeri hasil kesepakatan).

Allah Mewisuda Nabi Yusuf

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ

“Dan raja berkata: “Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia sebagai orang yang rapat kepadaku”. Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan Dia, Dia berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami.” (QS. Yusuf: 54)

قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الأرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ

Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55)

Kandungan Ayat

Kandungan ayat tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, u’tuuni bihi = datangkan dia. Raja memerintahkan agar segera didatangkan Yusuf (calon) kepadanya. Bisa dimaknai sebagai proses pembuatan kriteria, undang-undang pemilihan, atau kriteria seleksi terhadap kader-kader bangsa terbaik yang berminat. 

Kedua, astakhlish-hu linafsi = aku akan angkat menjadi orang kepercayaanku dari atas (raja) sudah mengantongi sejumlah kriteria yang harus digunakan. Tim panitia pemilihan yang diperintah raja akan istiqamah akan melaksanakan amanah itu. Hasilnya: sang bakal calon ditetapkan menjadi calon tetap.

Ketiga, falamma akallahamu = Maka tatkala raja bercakap-cakap kepadanya, bisa dimaknai proses pemilihan. Sang bakal calon yang sudah terpilih ditetapkan sebagai calon terpilih. 

Keempat, makinan aminan = kedudukan tinggi dan terpercaya, adalah jabatan yang basah, menjanjikan banyak jaminan harta atau gaji dan fasilitas lainnya. 

Kelima, khazaini ardhi = (bendaharawan negara) adalah jabatan tinggi. Yusuf berkata agar dia dijadikan bendahara negara, adalah sikap positif dan percaya diri si bakal calon terpilih bahwa ia memenuhi syarat dan menawarkan diri untuk menjabat jabatan tertentu. Ini identik dengan masa kampanye.

Sebagaimana dulu ketika pemilihan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq. Dalam proses itu, ada empat nama bakal calon dari sahabat paling awal masuk Islam dan dekat dengan Nabi Muhammad (sabaquna auwalun) yang masuk ke dalam bursa pemilihan. Mereka yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Setelah perdebatan dengan argumentasi alot di kalangan muslim, akhirnya disepakati menunjuk Abu Bakar sebagai khalifah pertama. Kemudian namanya dikonsultasikan kepada sahabat lainnya. Usai disetujui, baru Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah pertama sepeninggal Nabi Muhammad (632-634 M).

Baca Juga  Semboyan Adil Ka' Talino dalam Perspektif Islam

Cara Memilih Pemimpin menurut Islam: Tiga Syarat Menjadi Pemimpin

Ada tiga syarat calon pemimpin yang ayat tersebut isyaratkan, yakni:

Pertama, hafidzun. Yaitu orang yang pandai menjaga, orang yang punya integritas dari empat sifat kepemimpinan Rasulullah yaitu sidiq (jujur), amanat (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathonah (cerdas, cerdik, kreatif).

Kedua, alim. Yaitu mempunyai ilmu dan wawasan, serta kebijakan yang kuat terhadap masyarakat yang akan dipimpin, dan mempunyai cakrawala berfikir jauh ke depan. Sebagaimana Nabi Yusuf bisa menafsirkan mimpi rajanya tentang tujuh ekor sapi gemuk dan tujuh sapi kurus, serta mimpi dua orang temannya dalam penjara.

Ketiga, khazaini ardhi (bendaharawan negara). Artinya, sang calon pemimpin sanggup dan punya program memakmurkan masyarakatnya, bukan memikirkan kesejahteraan diri dan keluarganya dan kepentingan lainnya.

Program sang calon disinkronkan dengan program sang Raja sebagai Garis Besar yang dituangkan dalam Undang-Undang Haluan Negara. Pemimpin terpilih melaksanan undang-undang haluan tersebut. Ini adalah sikap negarawan, bukan sikap politikus.

Kreteria Tambahan Seorang Pemimpin Teladan

Pemimpin teladan yang islami adalah Rasulullah, atau orang yang minimal mempunyai empat kriteria kepemimpinan beliau, yaitu: sidiq, amanah, tablig, dan fathonah.

Sidiq berarti jujur dalam perkataan dan perbuatan, amanah berarti dapat dipercaya dalam menjaga tanggung jawab, tablig berarti menyampaikan segala macam kebaikan kepada rakyatnya, dan fathonah berarti cerdas dalam mengelola masyarakat.

Allah berfirman,

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS. Al-Maidah: 55)

Pemimpin yang akan menolong kesuksesan kita adalah: 

Pertama, orang-orang yang beriman, yang benar-benar beriman kepada enam hal, yaitu: beriman kepada Allah, kepada malaikat, beriman akan adanya hari kiamat, kepada kitib-kitab Allah, beriman kepada para nabi dan Rasulullah, serta beriman kepada takdir dan qadha-Nya.

Kedua, orang yang mendirikan shalat, minimal shalat wajib lima waktu. Lebih utama yang menambah dengan shalat rawatib, shalat tahajud, shalat Jum’at, serta shalat ‘Idaini.

Ketiga, menunaikan zakat, yaitu mengeluarkan sebagian hartanya secara wajib berupa zakat maal dan zakat fitrah, serta shadaqah, infak, serta shadaqah tidak mengikat lainnya.

Keempat, mempunyai sikap tunduk kepada Allah dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya (habblu minallah)

Kelima, Tawadzu’ kepada sesama manusia (hablu minannas

Cara Memilih Pemimpin menurut Islam: Jangan Memilih Orang Kafir

Ini prinsip utama bagi orang beriman,

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (28) 

Baca Juga  Perempuan dalam Pandangan Para Filosof Muslim

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (kalian).” (QS. Ali Imran: 28)

Kandungan ayat tersebut, di antaranya adalah:

Pertama, orang mukmin dilarang mengangkat orang kafir menjadi wali atau pemimpin. Kedua, barang siapa yang melanggar, maka dia bukan golongan orang yang mendapat pertolongan Allah. Ketiga, kecuali karena takut, sebagai siyasah untuk memelihara diri. Keempat, proses pemimpin yang keliru (termasuk yang benar) itu kelak pada hari kiamat akan ditanyakan oleh Allah.

Imam Al Baghawi (wafat. 510 H) dalam tafsirnya, mengutip Ikrimah Maula Ibnu Abbas r.a menyatakan:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ جَاحِدًا بِهِ فَقَدْ كَفَرَ، وَمَنْ أَقَرَّ بِهِ وَلَمْ يَحْكُمْ بِهِ فَهُوَ ظَالِمٌ فَاسِقٌ

“Barang siapa tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan karena ingkarnya dia dengan hukum tersebut maka dia telah kafir, barang siapa masih membenarkan hukum Allah Ta’ala namun tidak berhukum dengannya maka dia zalim fasiq.” (Ma’âlimut Tanzîl, 2/55)

Jangan Politik Uang Suap atau Risywah

Dalam sebuah hadis disebutkan,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ : رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيْقِ يَمْنَعُ مِنْهُ ابْنَ السَّبِيْلِ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَاهُ ، إِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيْدُ وَفَى لَهُ ، وَإِلاَّ لمَ ْيَفِ لَهُ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ ، فَحَلَفَ بِاللهِ لَقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا ، فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا ، وَلَمْ يُعْطَ بِهَا اهـ رواه البخاري ومسلم

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw bersabda: “Tiga orang yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah kelak pada hari kiamat, Allah tidak akan membersihkan mereka dan mereka akan memperoleh siksa yang pedih. 

Pertama, orang yang memiliki air melebihi kebutuhan dalam perjalanan dan tidak memberikannya kepada musafir (yang membutuhkannya). 

Kedua, laki-laki yang membai’at seorang pemimpin hanya karena dunia. Apabila pemimpin itu memberinya, ia akan memenuhi pembai’atannya, tetapi apabila tidak diberi, dia tidak akan memenuhinya. 

Dan ketiga, orang yang menawarkan dagangannya kepada orang lain sesudah waktu asar, lalu dia bersumpah bahwa barang dagangan itu telah ditawar sekian oleh orang lain, lalu pembeli mempercayainya dan membelinya, padahal barang itu belum pernah ditawar sekian oleh orang lain.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Baca Juga  Keterbukaan Menjadikan Islam Punya Peradaban yang Maju!

Bai’atlah Pemimpin karena Kebenaran, bukan Harta!

Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani al-Syafi’i berkata dalam Fath al-Bari: “Pada dasarnya orang membai’at pemimpin itu bertujuan agar ia melakukan kebenaran, menegakkan batasan-batasan Allah, melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar.

Oleh karena itu, barang siapa yang menjadikan pembai’atannya kepada pemimpin karena harta yang diterimanya tanpa melihat tujuan utama, maka dia telah mengalami kerugian yang nyata dan masuk dalam ancaman hadits di atas, serta ia akan celaka apabila Allah tidak mengampuninya.

Hadits tersebut menunjukkan bahwa setiap perbuatan yang tidak bertujuan mencari ridha Allah, tetapi bertujuan mencari kesenangan dunia, maka amal itu rusak dan pelakunya berdosa. Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq-Nya.”

الَ الشَّيْخُ مُحَمَّدٌ بْنُ عُمَرَ نَوَوِي الْجَاوِيُ: وَأَخْذُ الرِّشْوَةِ بِكَسْرِ الرَّاءِ وَهُوَ مَا يُعْطِيْهِ الشَّخْصُ لِحَاكِمٍ أَوْ غَيْرِهِ لِيَحْكُمَ لَهُ أَوْ يَحْمِلَهُ عَلىَ مَا يُرِيْدُ كَذَا فِي الْمِصْبَاحِ وَقَالَ صَاحِبُ التَّعْرِيْفَاتِ وَهُوَ مَا يُعْطَى لإِبْطَالِ حَقٍّ أَوْ لإِحْقَاقِ بَاطِلٍ اهـ مرقاة صعود التصديق ص

Syaikh Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi (Syaikh Nawawi Banten) berkata: “Termasuk perbuatan maksiat adalah menerima suap/risywah. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seorang hakim atau lainnya, agar keputusannya memihak si pemberi atau mengikuti kemauan pemberi, sebagaimana yang terdapat dalam kitab al-Mishbab.

Pengarang kitab al-Ta’rifat berkata: “Suap adalah sesuatu yang diberikan karena bertujuan membatalkan kebenaran atau membenarkan kesalahan.” (Mirqat Shu’ud al-Tashidiq, hal. 74)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْىٌ وَنَدَامَةٌ إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ فِيهَا

Sesungguhnya kekuasaan itu adalah amanah, dan ia pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan itu dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya dalam masa kekuasaannya.” (HR. Muslim no. 4823 dari sahabat Abu Dzar radhiallahu ‘anhu)

Rajin Didoakan

Bacalah do’a berikut ini:

اَللَّهُمَّ إِنِي أَعٌوْذُبِكَ مِنْ إِمَارَةِ الصَّبِيَانِ وَالسُفَهَاءِ

Yaa Allah, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari pemimpin yang kekanak-kanakan dan dari pemimpin yang bodoh.” (Shahih adabul mufrad 47/66, Syamilah)

اللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ فِيْنَا وَلَا يَرْحَمُنَا

Yaa Allah —dikarenakan dosa-dosa kami— janganlah Engkau kuasakan (beri pemimpin) orang-orang yang tidak takut kepada-Mu atas kami dan tidak pula bersikap rahmah kepada kami.” (Syamilah)

Sekian adalah tulisan cara memilih pemimpin menurut Islam.

Editor: Zahra

Avatar
77 posts

About author
Majelis Pustaka PCM Semin
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds