IBTimes.ID – Kesejahteraan sosial adalah muara dari seluruh aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia bekerja keras untuk bisa hidup sejahtera. Sejahtera tidak selalu diukur dari aspek material, namun juga rohani atau immaterial. Hal ini disampaikan oleh Prof. Syafiq A Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Opening Ceremony Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah XXXI secara daring, Minggu (29/11).
Ia menyampaikan Ceramah Umum dengan tema “Islam & Kesejahteraan Sosial: Mewujudkan Nilai-Nilai Keislaman yang Maju dan Mencerahkan”. Menurut Syafiq A Mughni, kesejahteraan sosial tidak bisa diwujudkan hanya dalam bentuk aksi charity (kedermawanan) tetapi harus dilakukan juga dalam bentuk pemberdayaan (tamkin) dan advokasi (munasharah). Ajaran tentang wajibnya saling menolong dan mencintai saudara dan tetangga atau siapa saja sangat penting.
Ia menyebut bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut berbentuk pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman. Di samping itu, kesejahteraan juga berkaitan dengan hak asasi dan partisipasi, untuk terwujudnya masyarakat beriman dan bertakwa.
“Dalam masyarakat sejahtera, orang dimungkinkan bisa melaksanakan fungsi sosialnya dengan normal di tengah masyarakat. Dalam Undang Undang No. 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial, disebutkan bahwa Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosial,” jelasnya.
Menurut pria kelahiran Lamongan ini, Kesejahteraan sosial memilki aspek obyektif dan subyektif. Aspek obyektif bisa diukur secara kuantitatif, seperti pendapatan, tingkat pendidikan dan usia harapan hidup. Aspek subyektif bisa dilihat dari persepsi tentang kepuasan atau kebahagiaan.
Dalam perspektif Islam, di sinilah dimensi sabar dan syukur berperan penting dalam menentukan kebahagiaan sesorang. Dimensi spiritual seperti sabar dan syukur itu bisa menjadi sumbangan Islam yang berharga dalam memahami kesejahteraan agar pendekatannya tidak bersifat sekularistik.
“Orang masih bisa bahagia dalam keadaan apapun ketika dia memiliki rasa sabar dan syukur,” jelasnya.
Ia menyebutkan hasil penelitian negara-negara paling sejahtera di dunia. Urutannya antara lain sebagai berikut: 1. Norwegia, 2. Denmark, 3. Finlandia, 4. New Zealand, 5.Swedia, 6. Swiss, 7. Canada, 8. Islandia, 9. Belanda, 10. Austria.
Menurutnya, survey ini sangat dangkal karena tidak menyertakan faktor-faktor rohani yang dimiliki oleh agama. Ia juga menyebut survey-survey lain dari berbagai lembaga internasional seperti UNSDSN.
“Apa yang ada dalam tujuan dan agenda SDGs itu sesungguhnya menemukan justifikasinya dalam ajaran Islam. Karena itu, umat Islam perlu mengambil bagian dalam mencapai tujuan itu dengan spirit keagamaan agar tidak sekedar menjadi gerakan humanis sekular tetapi humanis relijius. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No 59 Tahun 2017 telah berkomitmen untuk turut serta bersama PBB menyukseskan kesepakatan global dalam rangka SDGs,” imbuhnya.
Tantangan-tantangan global yang akan dihadapi manusia menurutnya adalah climate change (perubahan iklim), pollution (polusi), security (kekerasan), lack of education (kesenjangan pendidikan), unemployement (pengangguran), malnourishment & hunger (kelaparan), substance abuse (penyalahgunaan obat-obat terlarang), dan terrorism (terorisme).
“Tentu Muhammadiyah menjadi aktor kesejahteraan sosial. Negara tidak mampu melaksanakan amanah konstitusi untuk mensejahterakan rakyat dengan baik. Sehingga organisasi sosial harus turun tangan membantu pemerintah dalam melaksanakan tugasnya,” jelas Syafiq A Mughni.
Muhammadiyah telah memiliki spirit keagamaan dan spirit sosial yang menjadi modal penting. Muhammadiyah juga telah memiliki aset-aset dan lembaga-lembaga yang dapat digunakan untuk memajukan kesejahteraan sosial seperti Majelis Pemberdayaan Masyarakat, Lazismu, MDMC, PKU, dan lain-lain.
Syafiq menjelaskan bahwa kesejahteraan dalam Islam tidak hanya dilihat dari aspek material, namun juga immaterial. Maka, Muhammadiyah perlu berpikir untuk membangun safety net, social security, dan insurance yang sesuai dengan syariat Islam.
Reporter: Yusuf