Report

Amar Ma’ruf Nahi Munkar Muhammadiyah adalah Gerakan Ilmu

3 Mins read

IBTimes.ID – Ekspresi amar ma’ruf nahi munkar di ruang publik tidak sama dengan yang dikehendaki oleh Alquran dan tidak sama dengan corak keberislaman Muhammadiyah. Ekspresi amar ma’ruf nahi munkar di ruang publik tidak sama dengan yang dikehendaki oleh Alquran dan tidak sama dengan corak keberislaman Muhammadiyah.

Hal ini disampaikan oleh Abdul Mu’ti dalam pengajian virtual yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Malang pada Jumat (18/12).

“Saya melihat amar ma’ruf nahi munkar akhir-akhir ini tampil dalam ekspresi korektif, yang kadang-kadang sikap korektif itu tanpa disertai alternatif. Kadang-kadang kritis tetapi tidak diikuti dengan jalan keluar yang bisa kita lakukan,” jelasnya.

Sehingga, menurut Mu’ti, masyarakat perlu mendalami kembali makna amar ma’ruf nahi munkar. Ia menyebut bahwa di dalam Alquran ada 8 ayat yang menyebut amar ma’ruf nahi munkar secara berurutan. Dilihat dari tempat turunnya, empat di antaranya adalah Makkiyah, sedangkan empat yang lain Madaniyah.

Ada satu ayat yang disebutkan secara berurutan tetapi bicara tentang kelompok orang-orang yang memerintahkan kemunkaran dan mencegah ma’ruf, yaitu dalam surat At-Taubah ayat 67. Mereka ini adalah orang-orang munafik.

Allah berfirman:

ٱلْمُنَٰفِقُونَ وَٱلْمُنَٰفِقَٰتُ بَعْضُهُم مِّنۢ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمُنكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ ۚ نَسُوا۟ ٱللَّهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ إِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ

Artinya: “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.”

“Ma’ruf itu berasal dari kata ‘arafa. Dari kata ‘arafa ini dibentuk kata-kata ma’ruf, ma’rifat, ‘irfan, dan ta’aruf yang dalam pengertian secara luas, ma’ruf berarti sesuatu yang dikenal luas oleh publik. Sesuatu yang orang mengenal dengan baik, dan untuk mengenal dengan baik orang-orang perlu ta’aruf,” imbuhnya.

Baca Juga  Orasi Guru Besar, Hilman Latief: Etika Islam dan Semangat Filantropisme

Kata-kata ‘arafa hampir seluruhnya disebutkan secara positif. Ma’ruf berarti benar sesuai dengan tuntunan agama. Ma’ruf juga merupakan suatu kebenaran yang diekspresikan dengan cara yang benar.

Menurut Mu’ti, dari kata ‘arafa ini juga membentuk kata ‘urf (tradisi), yang sebagian dari makna ‘urf adalah norma-norma dan hukum-hukum yang diterima oleh masyarakat. Dalam tafsir Buya Hamka, makna ma’ruf adalah norma-norma sosial yang diterima masyarakat. Maka, sebagian dari ‘urf akan menjadi hukum.

Mu’ti menyebut bahwa Imam Malik menjadikan adat sebagai bagian dari sumber hukum, sehingga dikenal istilah al-‘adah muhakkamah. Tradisi bisa menjadi sumber hukum dan bisa menjadi dasar dalam pengambilan keputusan agama.

“Sesuatu yang ma’ruf adalah sesuatu yang sesuai dengan ilmu dan akal. Dia ilmiah dan ‘aqliah. Maka ma’ruf adalah bagaimana manusia memahami sesuatu dengan menggunakan ilmu dan akalnya,” papar pria kelahiran Kudus tersebut.

Sementara itu, munkar adalah lawan kata dari ma’ruf. Jika ma’ruf diartikan sebagai sesuatu yang dikenal secara luas oleh publik, maka munkar adalah sesuatu yang asing. Munkar juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang tidak benar secara hukum, dan tidak sesuai dengan akal bahkan cenderung melawan akal.

Menurut Mu’ti, naha berarti membendung agar sesuatu yang tidak boleh dilakukan itu benar-benar tidak dilakukan. Mencegah sesuatu yang belum terjadi, bukan sesuatu yang sudah terjadi.

“Sekarang ini nahi munkar sering dimaknai merubah sesuatu yang sudah teradi. Bukan mencegah sesuatu agar tidak terjadi,” imbuhnya.

Jadi, menurut Mu’ti, amar ma’ruf berarti seperti ungkapan ‘buanglah sampah pada tempatnya,” sedangkan nahi munkar seperti ungkapan “jangan membuang sampah sembarangan”. Jika suatu peringatan disebutkan dengan kata “jangan”, maka nadanya lebih tinggi. Ada sifat kehati-hatian yang lebih tinggi.

Baca Juga  Zaman Baru KOKAM: Laskar Keamanan Lingkungan Hidup

Ia menyebut bahwa ekspresi sebuah kebaikan bisa memiliki nilai yang sangat tinggi. Misalnya “qoulun ma’rufun wa maghfirotun khoirun min shodaqotun yatba’uha adza” (berkata yang benar dan baik serta memberi maaf lebih baik daripada orang yang bersedekah diikuti dengan caci maki).

Selain itu, menurut Mu’ti penggunaan kata munkar dikaitkan dengan orang-orang yang menutup diri dari kebenaran. Munkar juga dikaitkan dengan orang-orang yang dipenuhi oleh nafsunya sehingga mereka tidak mensyukuri nikmat Allah. Misalnya dalam surat An-Nahl ayat 83 dan surat Yusuf ayat 58.

Dalam surat An Nahl ayat 83 Allah berfirman:

يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ ٱللَّهِ ثُمَّ يُنكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ

Artinya: “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.”

Dalam surat Yusuf ayat 58 Allah berfirman:

وَجَآءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُوا۟ عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُۥ مُنكِرُونَ

Artinya: “Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir} lalu mereka masuk ke (tempat)nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya.”

Ia menjelaskan bahwa Muhammadiyah menjadikan amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas, yaitu sebagai gerakan ilmu dan gerakan peradaban. Mu’tazilah menjadikan salah satu doktrin politik. Mu’tazilah menjadikan amar ma’ruf nahi munkar sebagai gerakan perlawanan yang sangat korektif dan konfrontatif terhadap pemerintah.

“Tentu saja Muhammadiyah bukan Mu’tazilah. Muhammadiyah sejak awal memahami amar ma’ruf nahi munkar sebagai gerakan diniyah (kegamaan), gerakan yang senantiasa mengajak manusia mendasari sikap hidup berdasarkan agama. Kemudian gerakan ilmiah (ilmu). Kemudian gerakan kebudayaan,” tegas Mu’ti.

Maka, jika dilihat dalam sejarah Muhammadiyah, Kiai Dahlan bersama para tokoh senantiasa mengedepankan ilmu di dalam gerakannya. Pilihan-pilihan gerakan dan cara Muhammadiyah bergerak senantiasa berdasar ilmu.

Baca Juga  Sa’ad Abdul Wahid: Mufasir Ayat-Ayat Tematik dari Muhammadiyah

Reporter: Yusuf

Avatar
1446 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Anak Ideologis itu Amal Jariyah

1 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar menyebut anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan…
Report

Alissa Wahid: Gus Dur Teladan Kesetaraan dan Keadilan

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid memberikan tausiyah pada peringatan Haul Gus Dur ke-15 yang bertempat di Laboratorium Agama UIN…
Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds