Akhlak

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Rasulullah Meneteskan Air Mata

3 Mins read

Siapa yang tidak kenal dengan sahabat Nabi Muhammad dari kabilah Kazrad yang sangat menjaga diri dari perkara haram dan pemberani di medan pertempuran ini. Beliau adalah Samak bin Kharasyah, atau lebih dikenal dengan nama Abu Dujanah. Beliau ini lahir di Madinah dan meninggal (623 M) dalam keadaan syahid pada saat perang Yamamah ketika tengah memerangi si nabi palsu, Musailamah al-Khazab.

Kisah Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Rasulullah Meneteskan Air Mata

Suatu hari, usai salat subuh berjamaah bersama Rasulullah saw., Abu Dujanah selalu terburu-buru pulang tanpa mengikuti doa ba’da salat yang dipanjatkan Rasulullah hingga selesai.

Melihat gelagat ini, Rasulullah mencoba meminta klarifikasi pada Abu Dujanah.

“Mengapa setiap kali kamu terburu-buru pulang dari jamaah subuh. Apakah engkau tidak memiliki permintaan kepada Allah sehingga tidak pernah menungguku selesai berdoa. Ada apa?” tanya Nabi.

Abu Dujanah menjawab, “Begini Rasulullah,” kata Abu Dujanah memulai ceritanya. “Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Di atas perkarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma menjulang, dahannya menjuntai kerumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma tetanggaku itu saling berjatuhan, mendarat di rumah kami.

“Ya Rasul, kami keluarga orang yang tak berpunya. Anakku sering kelaparan, kurang makan. Saat anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setelah selesai salat, kami bergegas segera pulang sebelum anak-anak kami terbangun dari tidurnya. Kami kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami yang berceceran di rumah, lalu kami kembalikan kepada pemiliknya.

“Satu saat, kami agak terlambat pulang. Ada anakku yang sudah terlanjur makan kurma hasil temuan. Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya. Ia habis memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam.

Baca Juga  Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

“Mengetahui itu, lalu jari-jari tangan kami masukkan ke mulut anakku itu. Kami keluarkan apa pun yang ada disana. Kami katakan, “Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.” Anakku menangis karena sangat kelaparan.

“Wahai Rasulullah, kami katakan kembali kepada anakku itu, Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak rela meninggalkan harta haram dalam perutmu. Seluruh isi perut haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain kepada pemiliknya yang berhak.””

Negosiasi Rasulullah dan Pemilik Pohon Kurma

Mendengar itu, mata Rasulullah saw. berkaca-kaca, butiran air mata mulianya berderai begitu deras. Baginda Rasulullah mencoba mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksud Abu Dujanah itu. Abu Dujanah pun mengatakan bahwa pohon kurma itu milik seorang laki-laki munafik.

Tanpa basa-basi, baginda Nabi mengundang pemilik pohon kurma. Rasul lalu mengatakan, “Bisakah tidak jika aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu? Aku akan membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya terbuat dari batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di situ tersedia bidadari yang cantik jelita, sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada.” kata Rasulullah menawarkan.

Laki-laki munafik itu lantas menjawab dengan tegas, “Saya tak pernah berdagang dengan memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dengan uang kontan dan tidak pakai janji kapan-kapan.”

Tiba-tiba Abu Bakar datang, lantas berkata, “Ya sudah, aku beli dengan sepuluh kali lipat dari tumbuhan kurma milik pak Fulan yang varietasnya tidak ada di kota ini (lebih bagus jenisnya).”

Baca Juga  Memahami Konsep Zuhud Hasan al-Basri

Si munafik pun kegirangan sembari berujar: “Ya sudah, aku jual.”

Abu Bakar menyahut, ”Bagus, aku beli.”

Setelah sepakat, Abu Bakar langsung menyerahkan pohon kurma itu kepada Abu Dujanah.

Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Hai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu.”

Mendengar sabda Nabi itu, Abu Bakar bergembira sekali. Begitu pula Abu Dujanah. Sedangkan si munafik berjalan mendatangi istrinya, lalu menceritakan kisah yang baru saja ia alami.

“Aku telah mendapat untung banyak hari ini. Aku dapat sepuluh pohon kurma yang lebih bagus. Padahal kurma yang aku jual itu masih tetap berada di pekarangan rumahku. Aku tetap yang akan memakannya lebih dahulu dan buah-buahnya pun tidak akan aku berikan kepada tetangga kita itu sedikit pun.”

Menjaga Keluarga dari Makanan yang Haram

Malamnya, saat si munafik tidur, dan bangun di pagi harinya, tiba-tiba pohon kurma yang ia miliki berpindah posisi, menjadi berdiri di atas tanah milik Abu Dujanah. Dan seolah-olah tak pernah sekali pun tampak pohon itu tumbuh di atas tanah si munafik. Tempat asal pohon itu tumbuh, rata dengan tanah. Ia pun keheranan.

Kisah ini diambil dari kitab I’anatuth–Thalibin bab Luqatah karya Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati. Hikmah yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah kehati-hatian para sahabat menjaga diri dan keluarganya dari makanan yang haram.

Editor: Zahra

Akmal Putra Andika
1 posts

About author
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA).
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds