Oleh: Hasnan Bachtiar
Saya kebetulan lahir di lingkungan Muhammadiyah yang kuat. Secara generik dan biologis, dari garis abah saya, nenek dan kakek saya adalah para aktivis Muhammadiyah. Demikian pula dengan ibu dan abah saya, masing-masing adalah aktivis ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah di tingkatan terbawah.
Yang saya heran, setiap menerima Majalah Suara Muhammadiyah, selalu yang dibaca pertama kali adalah tulisan Dr Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, oleh abah dan ibu saya. Lalu saya bertanya kepada mereka, “Mengapa yang pertama harus tulisan Pak Haedar?” Jawab mereka, “Oh… ini penting. Ideologi!”
Pentingnya Ideologi
Saya pada mulanya tidak menganggap penting hal ini. Tetapi ketika di masjid-masjid Muhammadiyah dalam pelbagai kesempatan, banyak sekali warga Muhammadiyah di akar rumput melakukan hal yang sama. “Ideologi” adalah konsumsi utama mereka, sebelum urusan “Tanya Jawab” agama dan kemudian disusul dengan pelbagai kegiatan persyarikatan.
Adapun hal-hal yang berat-berat yang biasanya ditampung dalam tajuk utama, wawasan, tafsir, hadits, bina akidah dan akhlak, serta dunia Islam, secara berturut-turut menjadi konsumsi yang paling akhir.
Sekali lagi saya bertanya, “Mengapa ideologi penting?” Jawab mereka, “Ya inilah yang membedakan Muhammadiyah dengan NU, dengan PKS, dengan Salafi dan yang lainnya.”
Sementara itu di lingkungan para aktivis milenial (baca IMM dan IPM) mereka juga pertama kali membaca kolom yang sama, “Ideologi”. Goresan pena Pak Haedar menjadi santapan utama, karena dianggap menunjukkan bagaimana sejatinya ideologi Muhammadiyah dibangun dan dipahami.
Di antara kalangan Muhammadiyah milenial saya bertanya, “Mengapa mengawali membaca ‘ideologi Muhammadiyah’ dan bukan tajuk utama yang biasanya selalu membahas isu-isu aktual yang sedang memanas?” Jawab mereka, “Ideologi penting sebagai kaca mata untuk membaca pelbagai persoalan yang mengemuka.”
Dengan jawaban ini, saya awalnya ragu. Secara kuantitatif, apakah mayoritas warga Muhammadiyah di akar rumput dan kalangan milenial lainnya juga lebih gemar menikmati sajian “ideologis” karangan Ketua Umum Haedar Nashir ketimbang rubrik lain?
Akhirnya, melalui survei sederhana yang dilakukan secara acak, jumlah yang berimbang antara laki-laki dan perempuan, juga yang berusia di atas 30 tahun dan di bawahnya sampai 15 tahun dari pelbagai daerah di Indonesia, saya ingin menulis kesimpulan sederhana:
Penjelasan mengenai “Ideologi Muhammadiyah” yang ditulis Haedar Nashir, sangatlah penting bagi warga Muhammadiyah. Bagi mereka, baik ideologi Muhammadiyah maupun sosok dan ketokohan Haedar Nashir, merupakan dua hal yang tak terpisahkan satu sama lain.
Meskipun Pak Haedar bukan penafsir tunggal ideologi Muhammadiyah, tetapi terdapat alasan kuat mengapa dalam perkara ideologi, mereka selalu merujuk kepada beliau. Yakni, mereka mencintai Pak Haedar sebagai seorang Ketua Umum, seorang pimpinan tertinggi persyarikatan. Sekaligus sebagai teladan, sebagai ideolog Muhammadiyah yang gigih dan yang paling penting, yang menjaga ruh persyarikatan dari pelbagai kepentingan politik praktis (realpolitik). Kepentingan partai-partai politik dan para aktor politik yang selama ini memberikan pengaruh yang besar (baik positif maupun negatif).
Tujuh Alasan Penting
Secara lebih jauh, saya lantas melakukan penelitian sederhana secara kualitatif (thick description), mengenai bagaimana perspektif warga Muhammadiyah mengenai Pak Haedar. Sekurang-kurangnya, terdapat tujuh alasan penting mengapa warga Muhammadiyah di kampung-kampung mencintai Haedar Nashir:
Pertama, Pak Haedar adalah sosok yang penyabar dan tenang, namun tegas dan sangat menjunjung prinsip-prinsip kebajikan;
Kedua, beliau secara keagamaan sangat moderat dan mampu menjadi penengah perselisihan-perselisihan persoalan keagamaan;
Ketiga, beliau sosok kharismatik yang memiliki kemampuan berbahasa bukan hanya dengan kalangan atas (para elit) tetapi juga kalangan biasa;
Keempat, beliau penjaga ideologi Muhammadiyah garis depan. Bukan pemain politik praktis dan bukan pula tipe orang yang mengedepankan kepentingan pribadi di atas kepentingan umat;
Kelima, beliau bukanlah sosok yang kontroversial, tidak pernah membuat masalah dan memiliki track record berorganisasi yang bersih;
Keenam, beliau dianggap sebagai orang yang bukan sekedar memiliki intelektualisme yang tinggi (orang pintar dan berpendidikan), tetapi juga mampu menjadi contoh dalam perkara keagamaan yang dipahami oleh Muhammadiyah (teladan umat);
Ketujuh, beliau mencintai Muhammadiyah, keindonesiaan dan kemanusiaan sebagaimana halnya tokoh-tokoh besar lainnya di negeri ini.
Demikianlah, ideologi Muhammadiyah dan Haedar Nashir adalah dua hal yang dianggap sangat penting oleh warga Muhammadiyah di pelbagai wilayah di Indonesia, terutama di lingkungan akar rumput.
Atas pelbagai hal yang telah diupayakan Pak Haedar untuk persyarikatan, umat dan bangsa, saya berdoa, mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan rahmat kesehatan dan kekuatan. Sehingga beliau akan terus mampu menjadi pemimpin dan suri tauladan bagi kita semua. Barangkali, ini adalah doa yang sama yang dipanjatkan oleh para aktivis Muhammadiyah di akar rumput.