Dalam masyarakat modern yang menyandarkan ukuran keberhasilan hidup pada nilai material seperti aset materi, fashion, dan nilai pasar, membuat seseorang ingin membeli lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi. Dengan pandangan seperti itu, maka membeli dan mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh industri dianggap sebagai hal positif. Pandangan seperti ini menciptakan ruang delusi dalam masyarakat. Karena, sebagian dari mereka bahkan rela berhutang untuk membeli sesuatu yang sebetulnya tidak terlalu mereka butuhkan.
Mungkin sulit untuk mengatakan tidak pada tren kekinian, tapi bayangkan jika kita bisa mengalihkan harta tersebut ke jalan Allah.
Belanja Berdasarkan Kebutuhan Bukan Karena Keinginan
Jual beli adalah sebuah aktivitas kuno yang dilakukan oleh manusia. Zaman dahulu, sebelum mengenal uang, manusia melakukan transaksi jual beli dengan cara barter. Misalkan, orang yang berasal dari gunung menukarkan hasil panen kebunnya dengan ikan-ikan dari orang pesisir pantai.
Mereka bertemu dan bertransaksi pada sebuah pasar yang digelar seminggu atau dua minggu sekali. Dengan demikian, mereka harus bisa menyesuaikan agar makanan dan perlengkapan yang lainnya bisa menunjang kebutuhan hidup mereka dengan sebaik mungkin.
Jual beli semacam itu telah lama ditinggalkan oleh manusia. Dengan adanya alat tukar berupa uang, perniagaan manusia pun meningkat pesat. Pasar kini bisa kita jumpai setiap hari, mau itu pasar tradisional atau pasar modern, supermarket, hingga mall.
Lebih maju lagi, kini berbelanja tidak perlu lagi mendatangi pasar dan sejenisnya. Seseorang hanya tinggal membuka layar smartphone dan menyentuh pilihan aplikasi yang memuat marketplace atau e-commerce, tentu sudah bisa berselancar di dunia perbelanjaan. Tanpa perlu susah payah bertemu dengan penjual, pembeli lewat toko online cukup duduk manis di rumah atau kantor, maka barang yang diminati datang diantar sang kurir.
Kemudahan semacam ini ternyata membuat seseorang bisa kecanduan berbelanja. Tanpa mereka sadari, iklan yang tersebar di berbagai lini masa dan media social, mendorong mereka untuk memuaskan hasrat mereka agar tampil dan merasa kekinian.
Sebagai seorang muslim, tentu kita harus mengetahui batas antara kebutuhan dengan keinginan yang mendorong pada keserakahan. Apabila kita melihat sejarah, tentu Rasulullah juga mencontohkan untuk hidup minimalis.
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya hidup sederhana termasuk cabang dari iman. Ash-Shahihah 341.
Minimalis Menjadikan Muslim Millenial Lebih Baik
“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf ayat: 31)
Gaya hidup minimalis menjadi perbincangan yang cukup hangat, terutama di kalangan milenial. Konsep ini telah mendorong banyak orang untuk tinggal di rumah yang kecil, menyederhanakan kebutuhan hidup mereka, barang yang bisa multifungsi dan menjalankan ekonomi berbagi. Mereka berusaha untuk tidak menghasbiskan uang untuk pembelian barang yang sembrono.
Dalam buku karya Marie Kondo yang berjudul The Tidying Up: The Japanese Art of Decluttering and Organizing mengenalkan dan membawa pada gerakan minimalis. Walaupun ini bukan konsep baru, akan tetapi mulai mendapatkan perhatian bagi para millennial di Indonesia untuk mencoba gaya hidup minimalis mereka. Bukan hanya mengajak hidup sederhana, akan tetapi gaya hidup minimalis juga mendorong untuk menyumbangkan harta benda yang tidak perlu.
Gaya hidup minimalis artinya bukan tidak boleh menikmati harta yang kita miliki, akan tetapi lebih mengarah kepada mindset yang sederhana. Misalkan ketika harus membuang barang-barang yang tidak lagi digunakan, sehingga dapat hidup dengan sederhana dan tidak berantakan. Dalam pola pikir minimalis lebih menekankan bahwa barang bukanlah satu satu sumber kepuasan dan kebahagiaan.
Menjadi muslim millennial yang minimalis tidak akan terlaksana apabila tidak memiliki pola pikir minimalis. Mempertimbangkan segala kebiasaan untuk menjadi minimalis, sehingga gaya hidup minimalis menjadi lebih mudah. Memulai dari hal yang paling terkecil dan termudah sehingga menjauhkan dari memikirkan ulang keputusan untuk menjadi millennial minimalis.
Selanjutnya adalah dengan bersabar, budaya kita sering terobsesi dengan gagasan kekayaan dan sulit untuk tidak membandungkan diri dengan orang yang menurut kita makmur dalam gaya hidup mereka. Penting untuk membedakan tujuan hidup pribadi dan tetap bersabar sambil menunggu perasaan berharga hidup dengan lebih sederhana.
Manfaat Menjadi Muslim Millenial Minimalis
Menjadi Muslim millenial minimalis mungkin terlihat memerlukan banyak usaha pada awalnya. Saat mempertimbangkan apakah harus menjalani gaya hidup minimalis, mungkin kita mempertanyakan apakah benar-benar siap untuk melepaskan diri dari banyak harta benda.
Tetapi sebelum itu, cobalah untuk mengingat bahwa dengan menyingkirkan materi yang mungkin tidak kita butuhkan, kita akan lebih fokus pada apa yang benar benar kita butuhkan. Berikut beberapa yang bisa menjadi keuntungan hidup minimalis:
Pertama, menambah keimanan. Gaya hidup minimalis dapat mendorong seseorang menjadi pribadi yang pandai bersyukur dan menghargai nikmat-nikmat Allah sekecil apapun.
Kedua, bijaksana dalam memenuhi kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan hidup, gaya hidup minimalis tidak berlebihan atau menghamba pada materi, memilah mana yang harus menjadi prioritas; baik perhatian, tenaga, dan harta.
Ketiga, fokus dengan kehidupan saat ini. Minimalis menciptakan banyak ruang untuk hal yang benar-benar penting dalam hidup. Minimalis menyingkirkan pentingnya barang barang duniawi dan menempatkan pentingnya kehidupan bersama orang-orang di sekitar kita.
Keempat, menghilangkan ketidakpuasan. Menyingkirkan barang-barang yang tidak dibutuhkan adalah menyingkirkan stress yang bisa timbul dari barang barang tersebut.
Kelima, menambah rasa percaya. Minimalis tidak berfokus pada barang untuk mendefinisikan seseorang, akan tetapi tentang mengeluarkan uang untuk pengalaman dan kepentinga sesama
Keenam, kesehatan mental. Menjadi millennial minimalis memastikan kita mencurahkan waktu yang sedikit dengan barang barang yang kita miliki, dan memanfaatkannya untuk bekerja, keluarga, sahabat, dan menikmati waktu luang
Ketujuh, melindungi bumi. Dengan mengurangi pola konsumsi, maka secara tidak langsung kita mengurangi sampah, karena sampah berasal dari apa yang kita konsumsi. Dengan mengurangi sampah, artinya kita memebuat bumi lebih hijau.
Editor: Yahya FR