Tafsir

Alam Semesta dalam Al-Qur’an

3 Mins read

Al-Qur’an merupakan sumber terpenting dalam ajaran Islam, yang di dalamnya termuat ajaran, petunjuk, sejarah, hingga penjelasan tentang alam awal dan alam akhirat. Penjelasan tersebut sifatnya tauqifi, yang bersumber dari Allah langsung, sehingga pasti kebenarannya.

Namun, agar dapat mengambil informasi tesebut dengan jelas, harus ada proses panjang yang dilakukan dengan melakukan pengkajian yang mendalam. Oleh sebab itulah, pemahaman terhadap keilmuan Al-Qur’an (Ulumul al-Qur’an) dan ilmu pendukung lainnya penting untuk dikuasai.

Untuk memahami pesan teks Al-Qur’an dengan seksama, harus ada usaha mendialogkan teks dengan kehidupan yang terus berkembang. Singkatnya, harus ada pensintesisan antara ayat-ayat qauliyyah dan ayat-ayat kauniyyah. Agar dapat berdiri seimbang antara taat terhadap aturan-aturan agama dan perubahan sesuai dengan perkembangan tersebut, antara menjadi otentik dan modern sekaligus. Hal tersebut penting, terutama ketika menghadapi pembahasan dalam Al-Qur’an yang menyangkut alam semesta dan penciptaannya (Muhammad Chirzin, 2018: 163). \

Makna Kata ‘Alam  

Alam dalam al-Qur’an (‘alam) disebutkan dalam bentuk jamak (‘alamin) sebanyak 73 kali dalam 30 surat, yaitu QS. Al-A’raf sebanyak tujuh kali; QS. Ali-Imran dan al-An’am sebanyak lima kali; QS. Al-Baqarah dan al-Ankabut sebanyak empat kali; QS. Al-Maidah, al-Anbiya, al-Syaffat, al-Ghafir sebanyak tiga kali; Q.S Yunus, al-Naml, al-Zariat, dan al-Takwir dua kali; dan QS. Al-Fatihah, Yusuf, al-Hijr, al-Furqan, al-Dhukan, al-Waqi’ah, al-Hasyr, al-Qalam, al-Haqqah, al-Qashash, al-Sajdah, al-Zumar, al-Fhushilat, al-Zukhruf, al-Shad, dan al-Mthafifin. ‘Alam jamak ‘alamin menurut Al-Qur’an tidak sama dengan ‘alam menurut para teolog dan filsuf Islam. Para teolog mendefinisikan ‘alam sebagai segala sesuatu selain Allah.

Sedangkan para filsuf Islam mendefinisikannya sebagai kumpulan jauhar (atom) yang tersusun dari maddat (materi) dan shurat (bentuk) yang ada di bumi dan langit. Sedangkan, ‘alamin dalam Al-Qur’an disebut sebagai kumpulan yang sejenis dengan dari makhluk Allah yang berakal atau memiliki sifat-sifat yang mendekati makhluk yang berakal. Arti tersebut didasarkan pada kata ‘alamin.

Pendapat di atas senada dengan pendapat Muhammad Abduh ketika menafsirkan kalimat Rabb al-‘alamin dalam surat Al-Fatihah seperti yang dikutip Sirajuddin Zar yang menurutnya orang Arab bersepakat bahwa lafal ini tidak dipakaikan atas segala sesuatu yang ada, mislanya batu dan tanah. Akan tetapi, mereka memakainya atas segala makhluk Tuhan yang berakal atau mendekati sifat-sifat berakal seperti alam manusia, hewan dan tumbuhan (Sirajuddin Zar, 1994: 19).

Baca Juga  Salah Memaknai Khalifah: Cikal Bakal Kerusakan Alam
***

Sebab, pada alam tersebut, dapat dinalar oleh akal manusia cara pendidikan dan pemeliharaan Allah melalui kehidupan (al-hayat), makan (al-taghhazziy), dan berkembang biak (al-tawallud). Berdasarkan pendapat di atas, kata al-‘alamin dalam Al-Qur’an tidak dapat dipakai kepada alam semesta (universe), hal tersebut dapat dilihat dalam al-Qur’an, seperti surat al-Baqarah [2]:47. Yang artinya, “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-ku yang telah Aku anugrahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasannya Aku telah melebihkan kamu atas al-‘alamin. (Q.S. al-Baqarah, [2]:47).

Kata al-;alamin di atas tidak dapat diartikan alam semesta. Jika diartikan demikian, apakah pantas Allah menegaskan Bani Israil dilebihkan-nya atas alam batu, tanah, besi, lainnya. Oleh sebab itu, kata yang tepat untuk mengartikan kata al-‘alamin di atas adalah umat manusia.

Memang Allah telah melebihkan Bani Israil dari pada umat lainnya, yaitu dengan banyaknya nabi yang diutus dari kalangan mereka. Namun, keistimewaan tersebut tidak dimaksudkan atas perorangan dari Bani Israil dan tidak pula meniadakan siksa atas mereka apabila menyimpang dari petunjuk para nabi mereka (Sirajuddin Zar, 1994: 21-22).

Konsep Penciptaan Alam Semesta

Dari informasi ayat-ayat di atas, dapat diketahui bahwa, alam semesta diciptakan dari pemisahan sesuatu yang padu, yang Allah ciptakan. Pemisahan ini menyebabkan terciptanya ruang alam (al-‘sama) dan materi (al-ardh) beserta alam-alam lainnya.

Sejak saat itu, al-‘sama ini terus meluas dan memuai. Al-Qur’an secara ekplisit menjelaskan bahwa, penciptaan alam semesta dibagi ke dalam enam tahap atau periode (Syekh Fadhlalla Haeri, 2004: 20). Yaitu materi (al-ardh) dan (al-‘sama) diciptakan dalam dua tahap atau periode. Dan gaya-gayanya dalam alam semesta ke dalam empat tahapan atau periode. Selain itu, Allah menciptakan alam semesta ini beserta sunatullah-nya (Mustafa KS, 1980: 43-44).

Baca Juga  Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an (3): Al-Tabataba’i dan Syiah

Konsep penciptaan alam umat Islam terbagi dalam dua kelompok utama, dalam memformulasikan penciptaan alam semesta, yaitu pertama, kelompok yang berpandangan bahwa alam semesta diciptakan Allah dari tiada secara langsung. Kedua,  berpandangan bahwa alam semesta diciptakan Allah dari ada secara langsung.

Kelompok pertama merupakan kelompok yang diwakili oleh mazhab Asy’ariah yang bercorak tradisionalis, sedangkan kelompok kedua diwakili oleh mazhab Mu’tazilah yang bercorak rasionalis. Kaum Asy’ariah berpendapat bahwa, alam semesta adalah hadits. Alam menurut mereka, tidak berasal dari asy-ya, a’yan, jawahir, wa a’radh (sesuatu, hakikat, jauhar dan arradh), namun diciptakan dari tidak ada (nihil) menjadi ada (al-ijad min al-‘adam atau creatio ex nihilo). Dengan kodrat dan iradat-Nya (Mustafa SK, 1980: 49).

Jadi, penciptaan alam semesta dalam Al-Qur’an, seluruh jagat berada dalam sebuah struktur yang kokoh dan terpadu tanpa cacat. Ia bekerja menurut hukumnya sendiri yang bersumber dari Allah SWT. Semua kejadian itu membuat manusia baik yang non-ilmuan maupun ilmuan akan terpesona dan takjub, sehingga membangunkan kesadaran mereka atas kebesaran dan keperkasaan Allah SWT. Dan menyadari pula atas kekecilan dan kelemahan manusia sebagai hambanya (Sirajuddin Zar, 1994: 31).

Editor: Yahya FR

Arrasyid , S.Ag., M.Ag
1 posts

About author
Dosen Filsafat UIN Imam Bonjol Padang
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds