Perspektif

Perempuan Boleh Menjadi Ketua PP Muhammadiyah, Titik.

3 Mins read

Bagi saya, perempuan boleh menjadi salah satu Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Kenapa boleh? Ya boleh. Kenapa tidak?

Suatu sore, saya iseng melempar pertanyaan di sebuah grup Facebook. Saya bertanya apakah perempuan boleh menjadi Ketua PP Muhammadiyah. Tentu, sebelum melempar pertanyaan itu, di kepala saya sudah ada hipotesis, kecenderungan jawaban.

Anggapan saya adalah perempuan boleh menjadi Ketua PP Muhammadiyah. Ternyata, jawaban yang saya dapatkan dari netizen yang budiman tidak sesuai ekspektasi. Saya justru dihujat habis-habisan. Padahal, saya hanya bertanya, belum berargumen.

Alasan paling umum kenapa orang-orang melarang perempuan untuk menjadi Ketua PP Muhammadiyah adalah karena adanya Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah.

Mereka berargumen perempuan sudah mendapatkan tempat di Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, sehingga tidak perlu di Muhammadiyah. Pernyataan ini seolah benar. Namun, saya ingin menganalogikan dengan hal lain. Orang Islam di Salatiga sudah memiliki kampus bernama IAIN Salatiga. Maka, mereka tidak perlu kuliah di UKSW, salah satu kampus Kristen di Salatiga. Namun, apakah berarti orang Islam tidak boleh kuliah di UKSW? Boleh. Toh tidak ada aturan yang melarang.

Umat Islam punya banyak kampus bergengsi di Timur Tengah. Tapi apakah tidak boleh belajar di Barat? Boleh. Sah. Legal. Asalkan mampu membayar dan bisa berbahasa dengan bahasa mereka. Jadi, adanya wadah perempuan Muhammadiyah di Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah tidak serta merta membuat mereka harus hengkang dari jajaran PP Muhammadiyah.

Toh, banyak yang tidak mengetahui bahwa Ketua Umum PP Aisyiyah secara ex officio menjadi salah satu Ketua PP Muhammadiyah. Maka, Ibu Noordjannah Djohantini adalah salah satu Ketua PP Muhammadiyah. Jadi, anggapan bahwa Ketua PP Muhammadiyah tidak boleh diisi oleh perempuan sejatinya telah melanggar aturan dalam persyarikatan itu sendiri. Nah loh?

Baca Juga  Tiga Penyebab Kekerasan di Lembaga Pendidikan

Tapi, diluar perempuan yang menjadi ketua PP Muhammadiyah secara ex officio, tetap sah jika ada perempuan yang lain yang menjadi ketua PP Muhammadiyah di luar ex officio. Mari kita cek AD Art Muhammadiyah.

Dalam BAB II Anggaran Dasar Muhammadiyah tentang Indentitas, Asas, dan Lambang, pada Pasal 4 ayat 1 berbunyi “Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur‘an dan As-Sunnah.”

Sedangkan ayat 2 berbunyi: “Muhammadiyah berasas Islam.”

Dalam BAB IV tentang Keanggotaan, Pasal 8 tentang Anggota serta Hak dan Kewajiban, ayat 1 menyebut bahwa anggota Muhammadiyah terdiri atas:

  1. Anggota Biasa ialah warga negara Indonesia beragama Islam.
  2. Anggota Luar Biasa ialah orang Islam bukan warga negara Indonesia.
  3. Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu Muhammadiyah.

Dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah Pasal 4 tentang Keanggotaan, ayat 1 menjelaskan bahwa anggota biasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  • Warga Negara Indonesia beragama Islam
  • Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah
  • Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah
  • Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah
  • Mendaftarkan diri dan membayar uang pangkal.

Ayat 2: Anggota Luar Biasa ialah seseorang bukan warga negara Indonesia, beragama Islam, setuju dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah serta bersedia mendukung amal usahanya.

Ayat 3: Anggota Kehormatan ialah seseorang beragama Islam, berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya diperlukan atau bersedia membantu Muhammadiyah.

Dalam ART Muhammadiyah Pasal 10 tentang Pimpinan Pusat ayat 2 berbunyi Anggota Pimpinan Pusat dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Sedangkan dalam ART Pasal 15 tentang Pemilihan Pimpinan ayat 1 menjelaskan Syarat anggota Pimpinan Muhammadiyah adalah:

  • Taat beribadah dan mengamalkan ajaran Islam
  • Setia pada prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah
  • Dapat menjadi teladan dalam Muhammadiyah
  • Taat pada garis kebijakan Pimpinan Muhammadiyah
  • Memiliki kecakapan dan berkemampuan menjalankan tugasnya
  • Telah menjadi anggota Muhammadiyah sekurang-kurangnya satu tahun dan berpengalaman dalam kepemimpinan di lingkungan Muhammadiyah bagi Pimpinan tingkat Daerah, Wilayah dan Pusat
Baca Juga  Milad 108 Tahun Muhammadiyah: Ikhtiar Mengarungi Batas Internasional

Tentu masih banyak pasal-pasal lain di AD ART yang bisa saya kutip disini. Namun, karna kolom yang terbatas, sekiranya pasal-pasal tersebut di atas tidak ada satu pun yang bias gender alias membedakan jenis kelamin.

Dalam hal keanggotaan, secara terang-terangan AD ART menyebut laki-laki atau perempuan berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Dalam hal pimpinan, sama sekali tidak disebutkan bahwa pimpinan dari pusat hingga ranting adalah harus laki-laki.

Jadi, apa yang kita takutkan dari perempuan yang menjadi Ketua PP Muhammmadiyah?

Namun, fakta memang mengatakan demikian. Dalam Muktamar Muhammadiyah tahun 2005 di Malang, mayoritas peserta Muktamar memang belum siap dengan kepemimpinan perempuan. Cerita kegaduhan Muktamar ini direkam dalam berbagai buku sehingga saya tidak perlu ceritakan di sini.

Yang jelas, Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang sangat egaliter. Kiai Dahlan sejak awal sudah menanamkan spirit egalitarian ke dalam jiwa murid-muridnya. Ada buku Adabul Mar’ah fil Islam yang cukup progresif dan egaliter, yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid sejak tahun 1979.

Buku tersebut menyebut bahwa perempuan boleh menjadi gubernur, bupati, jenderal, polisi, dokter, dan lain-lain, namun tidak boleh menjadi presiden. Pada tahun 2010, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah membolehkan perempuan untuk menjadi presiden melalui Musyawarah Majelis Tarjih di Malang.

Jika presiden saja boleh perempuan, kenapa tidak dengan Ketua PP Muhammadiyah?

Jika kita sudah sepakat dalam hal ini, persoalan ini tidak kemudian selesai. Masih ada pertanyaan lanjutan, yaitu apakah perempuan boleh menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah? Mengingat di Muhammadiyah, Ketua berbeda dengan Ketua Umum. Wallahu a’lam.

Avatar
113 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds