Perspektif

Triple Filter ala Socrates untuk Cegah Pengaruh Hoaks

4 Mins read

Socrates merupakan salah satu dari sekian filsuf besar Yunani. Beliau juga telah banyak mengeluarkan gagasan-gagasan filosofis, yang tentu masih banyak dipelajari hingga kini. Salah satu gagasan Socrates adalah yang dikenal dengan Triple Filter Test. Apakah benar jika gagasan tersebut bisa kita praktikan untuk mencegah agar tidak termakan hoaks di media sosial?

Fenomena Hoaks

Fenomena hoaks sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kita. Hadirnya sosial media seperti whatsapp, facebook, instagram, dan twitter, menjadi ladang subur untuk menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan realita di lapangan.

Di Indonesia khususnya, fenomena hoaks sudah lama ada, dan menguat saat gelaran pilpres 2014. Imbasnya, Pak Jokowi dan Pak Prabowo menjadi korban atas segala tuduhan yang tidak mendasar.

Usai pilpres 2014, berita hoaks bermuatan politis semakin gencar disebar melalui sosial media. Tidak mengherankan, bahwa saat itu Indonesia mengalami polarisasi secara masif. Black campaign yang menyudutkan beberapa pihak terus tersebar tanpa bisa terbendung lagi.

Tidak sampai di situ, lagi-lagi dalam pilpres 2019 masih saja diwarnai dengan berita bermuatan hoaks. Polarisasi berbau poltik semakin meruncing ke bawah. Sensitivitas masyarakat kian menjadi, bahkan sering kali terjadi baku hantam hanya karena terpengaruh berita yang sedang beredar.

Awalnya, penulis mengira saat pilpres 2019 usai, produksi berita hoaks akan semakin berkurang. Namun ternyata tidak, berita hoaks semakin lekat dengan jari-jari manusia dan siap dikonsumsi tanpa membutuhkan nafas yang panjang.

Tragisnya, ketika virus corona datang, produsen hoaks tidak berhenti membuat berita yang membuat masyarakat semakin cemas. Datangnya virus corona tidak menghentikan langkahnya untuk senantiasa membuat berita palsu.

Berita-berita tragis terus disebar untuk meneror masyarakat. Bahkan, ada yang tega memberitakan bahwa salah seorang pasien positif virus corona telah kabur dari sebuah rumah sakit di sebuah kabupaten tertentu, padahal berita itu tidaklah benar.

Baca Juga  Al-Qur’an dan Rasa dalam Diri Manusia

Derasnya arus pemberitaan hoaks, membuat kita semakin bingung dalam memilah dan memilih sebuah berita. Apalagi saat akan menyebarkan berita kepada orang lain melalui sosial media. Maka, kita membutuhkan sikap kehati-hatian untuk menerima sebuah berita dari mana pun asalnya.

Kita tidak bisa serta merta mengeluh, bahwa berita hoaks begitu banyak beredar di masyarakat. Yang bisa kita lakukan adalah selalu menyelidiki kebenaran dari sebuah berita sebagai tindakan preventif agar berita hoaks tidak menyebar di dunia maya.

Triple Filter ala Socrates

Dalam Islam, terdapat istilah tabayun untuk menguji kebenaran suatu berita. Apabila jelas kebenarannya, maka kita diperbolehkan untuk menyebarkan berita tersebut kepada orang lain. Jika tidak benar, maka kita kita tidak boleh menyebarkan berita tersebut. Istilah yang sering digaungkan ialah “saring sebelum sharing”.

Proses tabayun harus dilakukan dengan siapa pun orangnya. Tidak peduli itu keluarga, teman, sahabat, kerabat, dan lain-lain. Meski dalam al Quran hanya disebut orang fasik yang perlu di tabayunkan. Nyatanya hoaks bisa disebarkan oleh orang-orang yang punya kedudukan di sebuah tatanan masyarakat tertentu. Pentingnya melakukan proses tabayun ialah agar setiap orang tidak terpengaruh berita bohong yang bisa memunculkan konflik destruktif, entah apa pun motifnya.

Memilah dan memilih kebenaran sebuah berita tidak hanya dengan tabayun. Dalam tradisi Yunani, dikenal sebuah gagasan bernas dari seorang filsuf besar yang bernama Socrates. Gagasan itu bernama Triple Filter Test.

Adapun cara kerja dari proses tersebut ialah dengan menanyakan ulang berita yang tengah beredar. Ada tiga pertanyaan yang bisa diajukan kepada orang yang menyebarkan sebuah berita: Is that good? Is that right? dan Is that useful?

Berita Baik dan Benar

Pertanyaan pertama, “Apakah berita itu benar?”. Konsep ini dikenal sebagai filter of truth. Tahap pertama kita adalah menanyakan kebenaran sebuah berita yang disampaikan dari orang lain.

Baca Juga  Informasi: Yakin Sebarkan, Ragu Abaikan

Apabila pertanyaan tersebut dijawab dengan kata “Ya”, maka ada kemungkinan berita yang di sampaikan merupakan kebenaran. Namun apabila dijawab dengan  kata “Tidak” atau “Ya” tetapi dengan ragu-ragu, maka berita tersebut adalah sebuah kebohongan, dan tidak perlu diuji lagi kebenarannya.

Pertanyaan kedua, “Apakah berita itu baik?”. Konsep ini dikenal sebagai filter of goodness. Setelah lolos uji tahap pertama dengan jawaban “Ya”, maka tahapan selanjutnya adalah dengan menguji kebaikan dari sebuah berita dengan pertanyaan ini. 

Apabila pertanyaan tersebut dijawab dengan kata “Ya”, maka ada kemungkinan berita yang di sampaikan merupakan kebenaran. Namun jika dijawab dengan  kata “Tidak” atau “Ya” tetapi dengan ragu-ragu, maka berita tersebut adalah sebuah kebohongan, dan tidak perlu diuji lagi kebaikannya, meski lolos uji tahap pertama.

Yang perlu digaris bawahi di sini ialah apa perbedaan antara berita benar dan baik dari segi substantif? Bukankah kebenaran juga berarti kebaikan? Atau mungkin sebaliknya, bahwa kebaikan juga berarti kebenaran?

Dari sisi kata, baik dan benar memang sinonim, namun keduanya memiliki makna yang berbeda. Kata “benar” berkaitan erat dengan suatu tatanan hukum yang berlaku di sebuah negara. Kata “benar” mencakup legalitas suatu tindakan yang dibenarkan oleh hukum.

Sedangkan kata “baik” merupakan suatu tindakan yang berkaitan dengan norma-norma, kebiasaan, budaya, moralitas internal, dan eksternal, serta bergantung pada konteks sosial masyarakat setempat.

Maka, tujuan dengan diajukan pertanyaan “Apakah berita itu benar?” ialah agar dapat diketahui apakah isi atau muatan berita tersebut melawan hukum atau tidak? Sedangkan pertanyaan “Apakah berita itu baik?” ialah agar dapat diketahui apakah isi atau muatan berita tersebut melawan norma-norma, kebiasaan, budaya, moralitas internal, dan eksternal masyarakat atau tidak?

Baca Juga  Homo Hoaxinensis: Tenggelamnya Manusia dalam Dusta

Triple Filter untuk Media Sosial

Pertanyaan ketiga, “Apakah berita itu bermanfaat?”. Konsep ini dikenal sebagai filter of usefulness. Setelah lolos uji tahap kedua dengan jawaban “Ya”, maka tahapan selanjutnya adalah dengan menguji kegunaan dari sebuah berita dengan pertanyaan ketiga ini.

Apabila pertanyaan tersebut dijawab dengan kata “Ya”, maka ada kemungkinan berita yang di sampaikan adalah sebuah kebenaran yang dapat dipercayai. Namun jika dijawab dengan kata “Tidak” atau “Ya” tetapi dengan ragu-ragu, maka berita tersebut adalah sebuah kebohongan, meski lolos uji tahap pertama dan kedua.

Dari gagasan yang di tawarkan Socrates, setidaknya kita tahu bahwa sebuah berita yang benar ialah ketika dapat diuji dengan tiga pertanyaan, dan semuanya harus dijawab dengan jawaban “Ya”.

Menurut hemat penulis, gagasan yang ditawarkan Socrates masih relevan hingga saat ini dalam melakukan filter terhadap berita-berita hoaks yang tersebar di sosial media. Triple Filter Test Socrates ini, setidaknya juga dapat dijadikan acuan sekaligus pedoman dalam bermedia sosial agar kita tidak mudah terjebak dalam berita yang belum pasti kebenarannya. Mari kita semua menjadi warganet yang bijak dan terbebas dari jeratan berita hoaks!

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

Avatar
18 posts

About author
Penyuluh Agama Islam
Articles
Related posts
Perspektif

Bulan Puasa dan Gairah Kepedulian Sosial Kita

3 Mins read
Tidak terasa kita telah berada di bulan puasa, bulan yang menurut kepercayaan umat Islam adalah bulan penuh rahmat. Bulan yang memiliki banyak…
Perspektif

Hisab ma’a al-Jami’iyyin: Tanggung Jawab Akademisi Muslim Menurut Al-Faruqi

4 Mins read
Prof. Dr. Ismail Raji Al-Faruqi merupakan guru besar studi Islam di Temple University, Amerika Serikat. Beliau dikenal sebagai cendekiawan muslim dengan ide-idenya…
Perspektif

Rashdul Kiblat Global, Momentum Meluruskan Arah Kiblat

2 Mins read
Menghadap kiblat merupakan salah satu sarat sah salat. Tentu, hal ini berlaku dalam keadaan normal. Karena terdapat keadaan di mana menghadap kiblat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *