Apakah Dia Benar-Benar Jodohmu?
Sebelum mendeklarasikan bahwa dia adalah jodohmu, kamu wajib memastikan dengan baik setiap inci komposisi yang terkandung dalam psikologi perkembangan “Si Doi”.
Pernikahan sering disebut sebagai solusi dari segala permasalahan. Menikah bukanlah akhir dari tujuan, justru pernikahan adalah sebuah alat untuk mencapai sebuah tujuan.
Setiap orang juga memiliki tujuan pernikahan yang beragam. Ada yang ingin segera memiliki momongan, ikatan bisnis, bosan dengan dunia sekolah atau kerja, ingin meringankan beban orang tua, waktu yang sudah tepat, merasa sudah menemukan separuh jiwanya, dll.
Pastikan kamu memiliki tujuan yang sama dan rasa saling terbuka pada pasangan akan tujuan pernikahan sebelum memutuskan untuk menikah. Menikah bukan hanya sekadar untuk menghindari zina. Jika demikian, lebih baik di tunda dulu.
Menilik para filsuf terdahulu Voltaire, para ilmuan seperti Nicola Tesla dan Isaac Newton yang menghabiskan masa mudanya untuk belajar dan saking asiknya dengan dunia belajar mereka memilih untuk tidak menikah.
Wow, seperti apakah rasanya asik belajar hingga lupa waktu ya! Lanjut, Jika alasan menikah hanya untuk menghindari zina, alangkah lemahnya kita sebagai manusia tidak memanfaatkan aset yang ada pada diri kita. Aset terbesar yang kamu miliki saat ini adalah “KAMU MUDA”.
Nikah Tak Menyelesaikan Masalah
Namun, jika kamu bersikeras untuk menikah, pastikan calon pasanganmu benar-benar sudah mampu secara finansial dan mental. Karena menikah tidak menyoal urusan ranjang saja. Banyak sekali kompleksitas di dalamnya.
Jika sebuah pernikahan kamu pikir hanya untuk mengurangi beban orangtua misalnya, selagi diri kamu muda dan berdigdaya, biasakanlah diri dalam tekanan dan semangat eksplorasi yang tinggi dalam berbagai pengalaman hidup.
Hal tersebut bisa kita dapat di lingkup pekerjaan, pendidikan, sosial, dan lain-lain. Permasalahan hidup tidak selesai dengan cara menikah. Boleh jadi pernikahan hanya akan menimbulkan berbagai permasalahan klasik jika salah satu atau keduanya tidak siap mental dalam menghadapi segala paradoks besar yang melekat pada diri setiap pasangan.
Pernikahan Bisa Jadi Boomerang
Menurut penuturan dosen matakuliah konseling pernikahan saya, Ibu Dewi Rostiana, beliau menuturkan bahwa “Dalam sebuah rumah tangga, akan selalu muncul masalah-masalah kecil yang apabila kita tidak siap, akan jadi boomerang bagi kita.
Misalnya: perihal menaruh handuk, standar kebersihan, memencet pasta gigi, menaruh barang; dan lain-lain”. Dari penuturan diatas terlihat sepele bukan?
Tapi jika dipikir-pikir, ada benarnya juga. Yang pernah ngekos bareng teman sekamar yang tidak bisa diajak kerjasama, mana nih suaranya? Ceritain yukk gedeg-nya punya teman kos yang naruh handuk sembarangan, kurang memperhatikan kebersihan bersama-sama, tidak menempatkan barang pada tempat semula, dan lain-lain.
Alih-alih yakin sudah menemukan seseorang yang tepat, lari dari suatu permasalahan hidup, bosan dengan dunia sekolah atau kerja misalnya, atau sudah tidak kuat menahan hasrat penyaluran dan memilih menikah. Hal ini dapat memicu lahirnya masalah dalam pernikahan dan memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam ilmu humanistik, manusia disebut sebagai pusat/sentral dari realitas. Realitas manusia yaitu hak milik manusia maka setiap kejadian, gejala dan penilaian apapun, harus selalu dikaitkan dengan keberadaan, kepentingan, atau kebutuhan manusia.
Sehingga, segala sesuatu yang terdapat di dalam realitas, harus dikembalikan lagi pada manusia. Pada kehidupan bermasyarakat, terkandung sistem nilai yang melekat di dalamnya.
***
Kemudian tak sampai pada kriteria pasangan yang sudah mapan secara finansial lalu dijadikan pilihan sebuah pernikahan. Bagi perempuan, sebelum memutuskan menikah alangkah lebih baik jika perempuan juga sudah memiliki sumber penghasilan.
Memutuskan bahwa dia adalah jodohmu untuk kemudian menikah, tidaklah semudah mengembalikan telapak tangan. Kamu harus tahu setiap detail inci perkembangan psikologis pasangan kamu terlebih dahulu.
Galilah setiap pengalaman-pengalaman masa kecil yang tidak terlupakan oleh pasangan. Carilah setiap keterjadian yang paling ia sukai dan benci. Pastikan bagaimana dia dalam menjalani kehidupannya dimasa remaja awal, dewasa, dan bagaimana kebiasaannya saat bangun tidur, cara dia memperlakukan benda-benda yang ia miliki baik dari pakaian yang ia kenakan sehari-hari, bagaimana ia memperoleh kasih sayang dari kedua orangtuanya, dan yang terpenting bagaimana sikap pasangan terhadap orangtuanya terutama, Ibu.
Teori Psikoanalitik
Teori Psikoanalitik mengatakan, “Perkembangan pengalaman 5 tahun pertama pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa seseorang. Yang kemudian oleh Alfred Adler menyatakan bahwa manusia dimotivasi oleh dorongan-dorongan sosial. Laki-laki dan perempuan adalah makhluk sosial dan keduanya memiliki cara membangun relasi yang beragam demi mengembangkan gaya hidup yang unik”(Gerald Corey, 2013).
Adler menekankan manusia didominasi oleh determinan sosial. Menurutnya, pusat kepribadian adalah kesadaran, bukan ketaksadaran. Manusia adalah tuan, bukan korban dari nasibnya sendiri.
Setiap gejala yang muncul sejatinya adalah kode alam yang sangat berguna untuk dianalisa. Karena terdapat koneksitas antara perkembangan dengan pribadi atau kepribadian.
Setiap manusia memiliki persona, persona adalah wajah sosial yang ditampilkan. Boleh jadi manusia memiliki luka-luka di masa lampau yang belum tersalurkan. Tak ada takdir yang tidak direncanakan.
Setiap manusia berkewajiban mengentaskan diri dari ketidaktahuan. Karena Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu mengubahnya sendiri. Pastikan calon pasangan kamu memiliki tanggung jawab atas kesadaran dan tidak menjadi korban atas nasibnya sendiri.
Selalu Ingat Tujuan Menikah
Tidak berhenti di sini, kamu juga harus memastikan seperti apakah budaya keluarga pasangan tumbuh. Pengikut tradisi patriarki tingkat dewa atau tidak. Karena hal ini akan berpengaruh bagi keberlangsungan kekhidmatan bahtera rumah tangga kalian nantinya.
Buatlah kesepakatan-kesepakatan yang didiskusikan bersama sebelum menikah, mulai dari tempat tinggal setelah menikah, kesepakatan memiliki keturunan, keuangan, pekerjaan domestik, dunia kerja, rutinitas wajib bercengkrama, dan lain-lain.
Pernikahan adalah aktivitas biologis dan komunikatif. Pastikan kalian memiliki teman komunikasi (hidup) yang baik. Komunikasi yang sehat dan keterbukaan adalah jawaban.
Jika realitas yang kamu dapat tidak sesuai dengan ekspetasi awal maka kembalilah mengingat tujuan pernikahan kamu. Diskusikanlah, berhentilah sejenak untuk membuat keputusan besar.
Editor: Yahya FR