Tajdida

Teroris Perempuan Semakin Banyak, Muhammadiyah dan NU Bisa Apa?

4 Mins read

Keterlibatan Perempuan dalam Aksi Terorisme

Rasanya belum selesai menghela nafas untuk kejadian bom bunuh diri yang terjadi di Makassar pada bulan lalu (28/3/21). Tiba-tiba selang 3 hari ada kabar dari berita di televisi seorang wanita tertembak di mabes polri yang diduga sebagai teroris (31/3/21).

Sungguh ironis di saat dunia dilanda pandemi, ternyata masih ada yang berperilaku tidak terpuji. Kedua aksi terorisme tersebut menjadi daftar tambahan dalam sejarah aksi terorisme di Indonesia.

Dari kedua aksi tersebut, terdapat tiga pelaku yang mana dua di antaranya adalah seorang perempuan. Sebetulnya, keterlibatan perempuan dalam aksi langsung tidak baru-baru ini saja terjadi, namun sudah kesekian kalinya.

Hal itu dibenarkan oleh Milda Istiqomah, seorang peneliti hukum dan HAM LP3ES yang menyampaikan bahwa adanya peningkatan dalam keterlibatan perempuan dalam aksi teror yang terjadi pada beberapa tahun terakhir.

Selain di Indonesia, keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme dalam mancanegara dibuktikan dengan bergabungnya para perempuan dalam sejumlah kelompok seperti Irish Republican Army (IRA), Red Brigades, Syrian Social Nationalist Party (SSNP), dan masih banyak lagi kelompok terorisme di berbagai negara.

Teroris Perempuan di Tingkat Mancanegara

Pada tingkat mancanegara, keterlibatan perempuan sebagai pelaku atau subjek dalam aksi terorisme, sudah lama berlangsung. Pada tahun 1878, seorang perempuan Rusia bernama Vera Zasulich, melakukan aksi teror dengan mencoba menembak Fedor Trepov, seorang Gubernur St. Petersburg.

Saat bersaksi, pengadilan Vera Zasulich dengan bangga menyebut dirinya sebagai teroris. Pada tahun 1973 di Irlandia, dua perempuan bernama Marian dan Dolores Price melakukan pengeboman di Old Bailey yang menyebabkan 216 korban luka-luka. Pada tahun 1985,  seorang perempuan berusia 17 tahun asal Lebanon melakukan bom bunuh diri. Itulah beberapa aksi yang terjadi di mancanegara.

Baca Juga  Muhammadiyah dan Kekhawatiran Kuntowijoyo

Sementara, jika dilihat dari beberapa tahun terakhir di mancanegara juga, perempuan aktif menjadi pelaku dalam kasus terorisme. Beberapa kasus seperti: 1) pada tahun 2019 tepatnya tanggal 27 Januari dua bom meledak di Katedral Katolik Roma Our Lady of Mount Carmel di Jolo, Sulu , Filipina. Salah satu tersangka yang terlibat dalam pengeboman itu adalah Ulfah Handayani Saleh ; 2) pada tahun 2018 perempuan bernama Momena Shoma, seorang warga negara Bangladesh, menikam seorang pria berusia 56 tahun di leher ketika dia sedang tidur di rumahnya. Ia terduga terlibat aksi terorisme dan terinspirasi oleh kelompok teror Negara Islam. ; dan 3) pada tanggal 23 Juni 2015 di Nigeria seorang anak perempuan berusia 12 tahun meledakkan dirinya di sebuah pasar dan menyebabkan 10 orang tewas dan 30 orang terluka.

Teroris Perempuan di Indonesia

Keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme sebelumnya hanya sebagai perantara dan pelindung para suami yang melakukan aksi. Dalam sejarah panjang terorisme di Indonesia,  pada tahun 2004, perempuan pertama yang secara resmi menjadi tahanan karena telah melakukan terorisme adalah Munfiatun. Ia adalah istri kedua teroris Noordin M Top dan bertindak untuk membantu dalam menyembunyikan.

Kemudian, perempuan kedua yang menjadi tahanan adalah Putri Munawaroh. Pada tahun 2009, ia divonis 3 tahun penjara. Dan masih banyak lagi perempuan yang dijatuhi hukuman karena terlibat dalam aksi terorisme, seperti ; 1) Inggrid Wahyu Cahyaningsih Istri Sugeng Waluyo dalam kasus Bom Cimanggis; 2) Rasidah binti Subari, Istri dari Husain bin Ismail seorang buronan kasus bom di Singapura; dan 3) Deni Carmelita Istri Pepi Fernando, pelaku bom buku di Serpong.

Jika sebelum-sebelumnya selalu bernuansa maskulin karena laki-laki lebih banyak terlibat dalam aksi terorisme, kini perempuan memiliki kemauan untuk ikut andil dalam aksi. Tak tanggung-tanggung, mereka untuk berada pada gerda terdepan dalam aksi-aksinya, terlihat dari keterlibatan Dian Yulia Novi pada tahun 2016.

Baca Juga  Bagaimana Terorisme Memanfaatkan Media Baru?

Dian menjadi pelaku dalam bom bunuh diri yang menggunakan panci di Bekasi. Karena kejadian itu, Dian di vonis 7,5 tahun penjara. Di Tahun 2018, masyarakat dibuat kaget dan terheran-heran dengan pelaku bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, pelaku pengeboman adalah satu keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri, 2 anak laki-laki, dan 2 anak perempuan.

Tak sampai situ, di masa pandemi yang sedang melanda, saat pemerintah dan masyarakat fokus untuk mencegah dan memerangi Covid-19, publik dikejutkan dengan berita adanya kasus bom bunuh diri yang ada di Makassar (28/3/21).

Tersangka dari kasus ini adalah sepasang suami dan istri yang baru menikah 6 bulan. Kemudian 3 hari setelah itu, lagi-lagi publik dikejutkan dengan penyerangan oleh perempuan di Mabes Polri pada siang hari (31/3/21).

Tanggung jawab Lebih untuk Organisasi Perempuan

Gerakan radikalisme melahirkan sebuah ideologi-ideologi yang dapat membahayakan dalam kehidupan bernegara maupun masyarakat. Keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam aksi radikal sudah ada semenjak lahirnya ideologi tersebut.

Namun dengan perkembangan zaman, budaya gerakan itu tidak hilang. Malah, peran perempuan juga menggeser peran laki-laki dalam aksi terorisme. Institute for Policy of Conflict (IPAC) di tahun 2017 dalam risetnya memperlihatkan peran perempuan mengalami perubahan pada level ekstrem dalam gerakan radikalisme.

Gerakan radikalisme bisa menyasar pada semua lapisan masyarakat dan sangat mengkhawatirkan. Sekarang di Indonesia, pelaku sudah menyasar istri dan anak-anak yang belum tau apa-apa.

Meski jumlah anggota laki-laki lebih banyak dari perempuan, namun perempuan semakin menunjukkan posisi penting dalam gerakan radikalisme tersebut. Hal itu juga diperkuat dengan pernyataan Milda Istiqomah yang saya kutip di Tempo.com, bahwa jumlah tahanan perempuan yang terlibat dalam terorisme dari tahun 2000-20020 mencapai 39 orang.

Baca Juga  Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

Dalam upaya mencegah paham radikalisme, pemerintah sudah secara masif bergerak. Namun dalam kenyataannya, paham radikalisme bisa menyasar siapa saja. Oleh karenanya, tidak hanya pemerintah, namun masyarakat harus dapat berperan aktif dalam membantu program-program pemerintah.

Selain itu, Indonesia memiliki organisasi Islam yang besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Kedua organisasi tersebut memiliki organisasi yang bergerak pada ranah perempuan. 

Muhammadiyah memiliki ‘Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, sementara itu Nahdlatul Ulama memiliki Fatayat dan Muslimat.

Muhammadiyah dalam gerakan di ‘Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, memiliki peran penting dalam mendampingi kader-kader perempuannya dalam menjalankan dakwahnya. ‘Aisyiyah dalam visi pertamanya berbunyi “Tegaknya agama Islam dan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.

Sementara Nasyiatul Aisyiyah dalam visinya menyebutkan “Terbentuknya putri Islam yang berarti bagi keluarga, bangsa, dan agama menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.

Artinya, ada titipan moril lebih pada kader-kader perempuan dalam berdakwah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan mencegah paham-paham radikal yang membahayakan.

Dalam hal ini adalah masyarakat perempuan yang sedang dalam belenggu jaring-jaring terorisme. Yakin dan percaya saja bahwa satu kebaikan akan membawa kebaikan yang lain, mulai dengan lingkungan paling dekat dengan kita.

Editor: Yahya FR

Avatar
2 posts

About author
Ketua Departeman Dakwah PCNA Lowokwaru
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds