Akhlak

Psikologi Islami: Karakter Sabar dalam Ibadah Puasa

6 Mins read

Keutamaan Puasa Secara Lahir dan Batin

Dari macam-macam ibadah, apabila ditinjau dari segi bentuk dan sifatnya, maka puasa merupakan ibadah yang berbentuk dan bersifat menahan diri dari mengerjakan sesuatu pekerjaan.

Puasa merupakan ibadah yang dijalani dengan perilaku menaham diri dari segala bentuk yang membatalkan puasa di siang hari, yakni makan, minum, dan seks. Wujud menghindari perilaku makan, minum dan seks merupakan bentuk ibadah puasa yang sangat personal antara hamba dan Tuhannya. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw menjelaskan:

“Semua amalan anak keturunan Adam bagi dirinya, sedang kebaikan akan dibalas sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, “Kecuali shaum (puasa), sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya, ia telah meninggalkan syahwat, makan serta minumnya hanya karena Aku. Bagi orang yang berpuasa dua kegembiraan; kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu dengan Rabb-nya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi daripada aroma minyak kesturi” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Pengertian dan Pembagian Sabar

Kata sabar sering dipahami pada perilaku yang apatis, atau kondisi yang fatalism, yakni sikap yang menyerah tanpa mencari solusi, berputus asa dari kenyataan yang bertolak belakang dengan yang diharapkan, dan menerima keadaan tanpa keikhlasan.

Esensi sabar adalah terbangunnya sikap hidup dengan terpatrinya asa (harapan) yang sangat kokoh untuk mencapai cita-cita yang diharapkan dalam proses perjuangan yang membutuhkan kekuatan mental dan ritme emosional yang stabil.

Menurut Ibnu Rajab, Al-Hambali dalam kitab Bughyatul Insan Fii Wazha’if Ramadhan, menjelaskan, bahwa: sabat terbagi kepada tiga jenis; (1) Sabar dalam rangka ketaatan kepada Allah Swt; (2) sabar dalam rangka meninggalkan hal-hal yang diharamkan-Nya; dan (3) sabar dalam menghadapi segala ketetapan Allah yang meyakitkan.

Puasa Memperkuat Karakter Sabar

Setidaknya ada tiga hal karakter sabar dapat ditingkatkan melalui ibadah puasa, sehingga kualitas puasa menjadi baik dan kualitas sabar pun semakin meningkat. Adapun tiga tersebut adalah:

Pertama, ibadah puasa mengajarkan semua hamba yang beriman agar senantiasa sabar dalam rangka ketaatan kepada Allah Swt.

Semua hamba yang beriman yang melaksanakan ritual puasa dalam Ramadhan, diberi jarak secara fisik maupun psikis terhadap hal-hal yang membatalkan ritual puasaanya, seperti: makan, minum, dan hubungan seks di siang hari selama puasa. Laku menjaga jarak fisik dan psikis tersebut terhadap yang halal di luar puasa (bulan Ramadhan). Namun hal tersebut menjadi haram dilakukan selama ritual puasa di siang harinya.

Ritual puasa Ramadhan itulah yang menjadi pembentuk karakter sabar dalam rangka tetap memelihara ketaatan kepada Allah Swt.

Spirit itulah yang terkandung dari pesan langit yang menyatakan:

Baca Juga  Ramadhan, Momentum Gembleng Kesalehan Sosial

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zummar: 10).

Kedua, ibadah puasa mendidik fisik dan psikis semua hamba yang beriman agar selalu sabar dalam rangka meninggalkan hal-hal yang diharamkan-Nya.

Selama melakukan ritual puasa dalam Ramadhan, sang hamba yang beriman tidak hanya menjaga jarak secara fisik maupun psikis terhadap hal-hal yang membatalkan ritual puasaanya, seperti: makan, minum, dan hubungan seks di siang hari selama puasa. Akan tetapi, juga menjalani laku “filter” rohani terhadap segala bentuk yang mengganggu “sinyal” harmonisasi hubungan sang hamba dengan Tuhannya. Serta, “memantau” segala bentuk eksistensi bisikan yang dapat merusak hubungan vertikal  dengan Tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama manusia.

Ritual puasa dengan laku sabar dalam rangka meninggalkan hal-hal yang diharamkan-Nya merupakan kunci kualitas ritual puasa. Karena tidak semua orang yang beriman mampu membaca “kitab naluri” (nalar dan nurani)-nya. Kemampuan nalar yang terkadang sangat liar dan sangat rentan terpapar provokasi bisikan setan dan narasi hoaks.

***

Pesan moral puasa dan sabar itulah yang disampaikan pembawa risalah agung, Rasulullah Saw dalam haditsnya yang berbunyi:

“Puasa adalah setengah dari kesabaran.” (HR. Turmudzi)

Ketiga, ibadah puasa mendidik jiwa dan raga semua hamba yang beriman agar dengan kontinyu sabar dalam menghadapi segala ketetapan Allah yang meyakitkan sekalipun.

Ritual puasa Ramadhan selama satu bulan, sang hamba dididik langsung oleh Allah Swt dengan pendidikan jiwa dan raga. Secara ragawi, selama ritual puasa, sang hamba berjarak dengan makan, minum, dan seks di siang hari.

Kemudian, secara fisik dan psikis, sang hamba yang beriman menjalani laku “filter” rohani terhadap segala bentuk yang mengganggu “sinyal” harmonisasi hubungan sang hamba dengan Tuhannya, serta “memantau” segala bentuk eksistensi bisikan yang dapat merusak hubungan vertikal  dengan Tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama manusia.

Lalu, sang hamba yang berimanpun didik secara jiwa dan raga untuk tetap kuat agar dengan kontinyu sabar dalam menghadapi segala ketetapan Allah yang meyakitkan sekalipun.

Secara fisik, ritual puasa Ramadhan memang melemahkan tubuh karena menahan lapar, kerongkongan, dan bibir kering menahan haus, dan hegemoni nafsu bahimiyah (kebinatangan) melemah secara berlahan. Namun, ketajaman pikiran selalu terasah, kesubliman kalbu terpancar dalam sinar kesabaran, dan laku hidup terpimpin dalam lokus tajalli bersama-Nya.

Maka wajar saja, sang pembawa risalah agung, Rasulullah Saw menyatakan ritual puasa Ramadfhan ini sebagai pembentuk karakter sabar, dan sangat pas apabila orang yang beriman dengan kualitas kesabaran akan mampu meraih surga-Nya, sebagaimana pesan moral Rasullah Saw yang menyatakan:

“Dan dia (Ramadhan) adalah bulan kesabaran, sedangkan sabar balasannya adalah surga.” (hadis dinukilkan oleh Salman)

Baca Juga  Dengan Berbagai Kemudahan Transportasi yang Ada, Masihkah Safar Menjadi Uzur untuk Tidak Berpuasa?

Kualitas Karakter Sabar Sebagai Jati Diri Kaum Beriman

Menurut Toto Tasmara (2001), dalam kandungan kualitas sabar, terdapat sikap yang istikamah (4C: commitment, consistence, consequences, continuous).

Apabila konsep tersebut ditelusuri melalui Al-Qur’an dan hadis Rasullah Saw, maka kualitas karakter sabar sesungguhnya merupakan jati diri kaum beriman. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, karakter sabar membutuhkan sikap komitmen. Yakni, senantiasa dalam prinsip yang hanif (suci, benar, fitrah, sublim).

Inilah spirit yang terkandung dalam firman Allah yang menyatakan:

“Bersabarlah kamu, karena sesungghnya janji Allah itu benar.” (QS. Al-Mu’min: 55)

Kedua, karakter sabar memerlukan sikap konsisten. Yakni, sikap yang tidak berubah dalam “iklim” dan “cuaca” apupun menjadi prinsip yang kokoh dalam menjalani hidup.

Dalam hidup manusia tidak terlepas dari ujian hidup, seperti sabda Rasulullah Saw yang menyatakan:

“Sungguh menakjubkan orang mukmin itu, jika ditimpa ujian dia bersabar.” (HR. Bukhari)

Ujian dan cobaan Allah bukan saja yang bersifat ketidaksukaan manusia. Bahkan dalam hal kebaikan, Allah pun memberi cobaan dan ujiannya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw menyatakan:

“Sesunggunya besarnya suatu pahala itu sesuai dengan besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Barangsiapa rida, maka ia mendapatkan keridaan-Nya; dan barangsiapa yang murka (tidak tahan ujian), maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Sebagai hamba-Nya, hendaklah kita menganggap ujian sebagai cara Allah menaikkan level dan derajat kesabaran dan ketakwaan sang hamba kepada-Nya. Inilah yang terkandung dalam hadis Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:

“Bila Allah ingin memberikan kebaikan pada seseorang, maka Dia akan mengujinya.” (HR. Bukhari).

Dalam menghadapi ujian dan cobaan hidup setiap waktu, maka kualitas kesabaran harus ditingkatkan level dan frekuensinya. Apabila frekuensinya semakin tinggi, maka karakter sabar menjadi bermutu dalam laku hidup.

***

Ketiga, karakter sabar memerlukan sikap konsekuen. Yaitu, prinsip yang tidak mudah berubah yang menjadi pegangan hidup dan kehidupan.

Sinyal langit telah memprediksi bagaimana sikap seorang hamba dalam berjuang dalam kebaikan dengan cara yang baik serta konsekuen dengan kesabaran yang tiada akhir, seperti firman Allah:

“Sesungguhnya Kami akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu.” (QS. Muhammad: 31)

Konsekuen dalam kesabaran diwujudkan dengan kualitas iman kepada Allah, sehingga apapun yang menimpa sepanjang perjalanan hidup, senantiasa dijalani dan dinikmati dengan sikap tawadhu (rendah hati) dan khusyu (fokus) kepada mewujudkan cinta sejati kepada Allah.

Sebagaimana firman Allah yang menyatakan:

“(Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka. Orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka.” (QS. Al-Hajj: 35)

Baca Juga  Sejarah Singkat Puasa Ramadhan dalam Islam

Bagaimana pahit, getir, pedih, derita, dan duka dalam “durasi” hidup yang diarungi, namun sikap sabar harus dikedepankan tanpa putus asa dari rahmat-Nya. Inilah makna kontekstual dari firman Allah yang berbunyi:

“Orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.” (QS. Al-Baqarah: 177).

Sikap konsekuen mencerminkan, bahwa dalam kondisi terburuk sekalipun dalam hidup, maka tidak boleh hilang kendali dan haluan hidup. Jadi, sandaran hidup adalah Allah sebagai pelindung. Inilah maksud dari firman Allah yang menyatakan:

“Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan bersabar.” (QS. An-Nahl: 110)

Keempat, karakter sabar membutuhkan sikap kontinyu. Yakni, bahwa sabar itu tidak ada batasnya, dan sabar itu tiada akhirnya. Sepanjang sabar itu dalam kebaikan dan bersandar kepada Allah Swt.

Sikap kontinyu dalam kesabaran bernilai plus di hadirat Allah. Karena pada sisi Allah sebesar biji atom sekalipun, selama itu kebaikan akan memberi nilai ganjaran (pahala), seperti firman Allah yang menyatakan:

“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat sabar.” (QS. Hud: 115).

***

Kualitas sabar yang dijaga secara kontiyu, akan menjadi pilihan hidup yang utama. Karena sabar juga merupakan ciri ketakwaan kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS. Ali Imran: 186)

Kontinyu dalam sabar yang berkualitas merupakan spirit keteladanan yang dicontohkan oleh para rasul Allah, seperti firman Allah:

“Bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar.” (QS. Al-Ahqaaf: 33)

Kontinyu dalam kesabaran menjadikan sang hamba lebih mawas diri dan waspada terhadap sesuatu yang baru yang mungkin terjadi pada dirinya, dengan sabar yang kontinyu menjadikannya terjauh dari kemudaratan yang besar. Sebagaimana firman Allah:

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu.” (QS. Ali Imran” 120

Apabila kualitas karakter sabar mampu dipahami secara teologis dan psikologis, tentu karakter sabar bukanlah pengertian yang apatis, minus, dan fatalisme. Karakter sabar harus mencerminkan pribadi yang memiliki jati diri sebagai kaum beriman yang istikamah, yakni commitment, consistence, consequences, continuous.

Karakter sabar dalam ibadah puasa harus dimaknai secara positif yang dapat mencerdaskan pikiran, mencerahkan kalbu, dan meneguhkan komitmen keimanan dan ketakwaan kepada Allah, sebagai pesan moral Rasulullah Saw yang menyatakan:

“Puasa itu adalah untuk Allah, tidak ada yang mengetahui (besar) pahalanya kecuali Allah.” (HR. Imam Thabrani).

Editor: Yahya FR

Avatar
62 posts

About author
Alumnus Program Pascasarjana (PPs) IAIN Kerinci Program Studi Pendidikan Agama Islam dengan Kosentrasi Studi Pendidikan Karakter. Pendiri Lembaga Pengkajian Islam dan Kebudayaan (LAPIK Center). Aktif sebagai penulis, aktivis kemanusiaan, dan kerukunan antar umat beragama di akar rumput di bawah kaki Gunung Kerinci-Jambi. Pernah mengikuti pelatihan di Lembaga Pendidikan Wartawan Islam “Ummul Quro” Semarang.
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds