Perspektif

Kesamaan Gagasan Merebut Tafsir Lies Marcoes dengan Putusan Tarjih Muhammadiyah

5 Mins read

Lies Marcoes

Merebut Tafsir Lies Marcoes – Lies Marcoes adalah salah satu nama yang wajib diketahui bagi peneliti atau minimal orang yang tertarik dengan isu gender di Indonesia. Kiprahnya sebagai peneliti dan aktivis telah dimulai sejak era pertengahan Orde Baru hingga saat ini.

Lies Marcoes menjadi salah satu pionir yang menjembatani ide-ide feminisme sekuler dengan Islam. Peraih gelar master antropologi kesehatan dari Universitas Amsterdam, Belanda tersebut menggerakkan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan menggagas fiqh an-nisa.    

Pada Februari 2021, terbitlah sebuah antologi catatan dan artikel Lies Marcoes dengan judul Merebut Tafsir. Bagi yang berteman di Facebook, tentu sudah tidak asing lagi dengan karakteristik tulisannya.

Pemikiran yang merangsang nalar kritis lewat beragam refleksi keseharian dengan menggunakan lensa analisis gender. Mulai dari masalah kebaya, jilbab anak, isu lanjut usia, disabilitas, terorisme, kawin anak, perdagangan manusia, dan lain-lain.

Sekalipun kita juga akan menemukan sisi-sisi manusawi reflektif dari Lies Marceos dalam tulisan Istirahat (hlm 17) dan Selamat Datang Tobi (hlm 174). Dalam kedua tulisan tersebut, pembaca dapat memahami bagaimana Lies Marcoes memaknai kematian dan kelahiran sebagai perempuan yang mengalami langsung dua peristiwa tersebut.

Terkait opini-opininya yang kritis, beberapa ide progresif Lies Marcoes ternyata sudah sebangun dengan pandangan Muhammadiyah. Di bawah ini akan diulas dua contoh saja dari beragam tulisan Lies Marcoes tersebut. Pertama, tentang hewan kurban. Kedua, mengenai menyembah suami.

Hewan Kurban dalam Buku Merebut Tafsir Lies Marcoes

Dalam Merebut Tafsir 3 berjudul Hewan Kurban (hlm 7), Lies Marcoes berkisah tentang putranya Reza. Dia memiliki pengalaman menyedihkan saat kecil. Reza melihat kakak sepupunya menangis sedih karena kambing yang dibeli bermodal uang sunat akhirnya disembelih.

Reza dan Tasya juga pernah melihat kambing yang belum selesai terpotong lari mengembik dengan kepala miring sambil dikejar tukang jagal. Mereka berdua pulang ke rumah dengan menjerit-jerit karena sedih yang tak tertahankan.

Penjelasan menghibur yang dapat diberikan ibunda dari Lies Marcoes adalah bahwa binatang kurban tersebut mendapat derajat yang lebih tinggi karena dipotong di luar hari-hari biasa atau mati karena bencana dan sakit. Binatang kurban tersebut juga lebih mulia karena dimakan oleh orang-orang beriman.

Baca Juga  Alasan Partai Ummat Cenderung Mudharat daripada Manfaat

Lies Marcoes lalu memperoleh penjelasan antropologis dari Mary Douglas. Berdasarkan teori natural symbolism yang diungkapkannya, Mary Douglas melihat praktik ritual kurban sebagai tindakan menjaga keseimbangan dalam human cultural.

Ritual kurban berguna untuk menjaga keseimbangan populasi hewan ternak secara sistematis tiap tahun. Mengingat bangsa Arab dikenal sebagai bangsa nomaden yang bergantung pada penggembalaan. Selain itu, ritual kolektif  berupa kurban juga bermanfaat untuk mempertahankan kelompok dengan cara membagi hewan sembelihan

Lies Marcoes kemudian mengajajak pembaca merefleksikan ritual kurban lebih mendalam. Ia menyodorkan pertanyaan; tidakkah ada kebutuhan memberi makna yang lebih substantif daripada sekedar menyembelih hewan?

Menurutnya, ritual harus berguna sebagai simbol yang menghubungkan grup dengan individu lalu menggerakkan struktur. Beragama tidak bisa hanya berhenti pada simbol dan ritual sementara hal sebaliknya sedang terjadi.

Sampai batas tertentu, ajakan Lies Marcoes untuk memaknai lebih dalam ritual kurban sudah diterjemahkan oleh PP Muhammadiyah dalam bentuk fatwa.

Berdasarkan Maklumat PP Muhammadiyah No. 23/LMM/I.0/E/2005, Majelis Tarjih menyarankan agar muslim mengganti hewan kurban dengan uang guna disumbangkan pada korban tsunami di Aceh. Tsunami tersebut terjadi pada Desember 2014.

***

Menurut Hilali Basya, fatwa tersebut bersifat progresif sekaligus kontroversial. Majelis Ulama Indonesia mengkritik fatwa tersebut. Fatwa tersebut menunjukkan Muhammadiyah punya tafsir riutal yang progresif dan melampaui simbol.

Sekalipun Muhammadiyah meyakini ritual kurban sebagai bagian penting agama, tapi Muhammadiyah juga memiliki pendapat kontekstual. Untuk menolong korban bencana, Muhammadiyah dengan jelas menyatakan muslim sebaiknya mengutamakan bantuan finansial ketimbang hewan kurban.

Maqashid al shariah (tujuan syariah) menjadi dasar argumen religius Muhammadiyah. Maqashid al-shariah mempertimbangkan menjaga kehidupan sebagai tujuan syariah. Muhammadiyah tidak meminta muslim meninggalkan ibadah kurban. Fatwa tersebut meminta muslim menerjemahkan ibadah agar sesuai dengan kenyataan sosial.

Melihat preseden fatwa tahun 2005 tersebut, tidak mengejutkan lagi bila Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah memperbolehkan muslim mengganti kurban dengan infak saat pandemi COVID-19 terjadi tahun 2020.

Baca Juga  Kyai Ahmad Dahlan dalam Pemberdayaan Perempuan

Muslim yang mampu berkurban dan mendonasikan uang, disarankan untuk melakukannya. Sedangkan muslim yang hanya bisa memilih kurban atau donasi, dianjurkan dengan sangat untuk berinfak bagi mereka yang membutuhkannya.

Sudah tentu bagi mereka yang mengimaninya terdapat kekhidmatan yang tak tergantikan ketika menjalankan ibadah kurban dengan memotong hewan.

Namun Muhammadiyah, dalam konteks bencana dan pandemi, telah memberi pilihan cara memaknai ibadah kurban secara lebih substantif sebagaimana gagasan Lies Marcoes.

Menyembah Suami dalam Buku Merebut Tafsir Lies Marcoes

Dalam Menyembah Suami (hlm 87), Lies Marcoes mengkritik sebuah pengajian di Youtube. Pengajian tersebut mengajarkan jamaah perempuannya agar tunduk, patuh, dan merendah di hadapan suami. Betapapun hebatnya sang istri.

Lies Marcoes menegaskan pandangan semacam itu bertentangan dengan prinsip tauhid. Tauhid melarang manusia untuk menuhankan apapun di alam semesta. Manusia tidak boleh menyembah kepada sesama manusia, termasuk istri pada suami. Ia juga memastikan bahwa feminisme adalah metodologi yang mengajarkan manusia tentang penihilan kepada Tuhan-Tuhan ciptaan manusia.

Majelis  Tarjih dan Tajdid dalam Bab Tuntunan Keluarga Sakinah, juga berpendapat bahwa Islam mengajarkan perempuan dan laki-laki setara di hadapan Allah.

Relasi laki-laki dan perempuan dalam posisi setara, tidak ada superioritas dan subordinasi. Masing-masing memliki potensi, fungsi, peran, dan kemungkinan mengembangkan diri.

Prinsip-prinsip relasi kesetaraan perempuan dan laki-laki telah disyaratkan Allah dalam Al-Qur’an.

Pertama, perempuan dan laki-laki berkedudukan setara dan memilkii fungsi ibadah. Perbedaan keduanya di hadapan Allah hanyalah kualitas iman, takwa, pengabian pada Allah dan amal salehnya.

Kedua, laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah Allah di muka bumi. Mereka sama-sama berkesempatan dan berwewenang menjalankan fungsi dalam mengelola, memakmurkan dunia, dan memimpin sesuai potensi, kompetensi, fungsi serta peran yang dimainkannya.

Ketiga,  Adam dan Hawa bersama-sama sebagai aktor dalam kisah Al-Qur’an penciptaan manusia. Seluruh ayat tentang kisah Adam dan Hawa menggunakan kata ganti mereka berdua (huma). Sejak di surga hingga ke bumi Adam dan Hawa terlibat aktif secara bersama-sama.

Keempat, laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi meraih prestasi dan kesuksesan. Kelima, laki-laki dan perempuan setara kedudukannya di depan hukum. Sebagaimana laki-laki, perempuan yang salah bertanggung jawab dan akan mendapat sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya.

Baca Juga  Berpikir Intuitif dalam Pandangan Islam

Berdasarkan uraian di atas, pandangan Lies Marcoes tentang kedudukan setara antara perempuan dan laki-laki sejalan dan sebangun dengan pendirian Muhammadiyah. Keduanya sama-sama meyakini tauhid yang betul-betul menghilangkan penghambaan manusia kepada siapapun selain Allah. Termasuk resiko penghambaan istri pada suami.

Referensi Bagi Warga Muhammadiyah

Dari dua contoh di atas, setidaknya ada dua gagasan kritis dan progresif Lies Marcoes yang sesuai dengan pandangan Muhammadiyah. Dorongan Lies Marcoes untuk memaknai kurban secara lebih substantif telah diwujudkan, sampai batas tertentu, Muhammadiyah dalam fatwa soal penggantian kurban dengan uang pasca tsunami Aceh dan pada masa darurat pandemi.

Kritik Lies Marcoes terhadap penghambaan istri pada suami serta penekanannya pada tauhid sudah diterjemahkan Muhammadiyah dalam Tuntunan Keluarga Sakinah. Jika pandangan keduanya sudah dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh muslim tentu akan dapat mewujudkan cita-cita Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta.

Bagian pertama Merebut Tafsir lebih banyak mengganggu kenyamanan paradigma pembaca. Sesuatu yang selama telah kita anggap normal tiba-tiba dipertanyakan dan dikritik kembali. Hanya saja, oleh karena bagian pertama berasal dari catatan-catatan pendek, tentu pembaca belum akan menemui kedalaman pemikiran Lies Marcoes.

Bagian kedua Merebut Tafsir menyajikan wawancara yang dapat menjadi semacam biografi intelektual singkat Lies Marcoes. Analisis yang lebih komprehensif kita temui pada bab ketiga. Bab ini berisi kumpulan artikelnya yang telah dimuat di media massa dan jurnal.

Tentu diperlukan studi dan tulisan yang lebih komprehensif bila hendak menguji kesebangunan ide-ide Lies Marcoes dengan Muhammadiyah. Namun dari dua contoh di atas, dapat dikatakan bahwa gagasan-gagasan progresif berperspektif gendernya, sampai batas tertentu, sudah terealisasi dalam beberapa fatwa Muhammadiyah. Merebut Tafsir dapat memberi tambahan penjelasan bagi beberapa fatwa progresif Muhammadiyah terkait isu gender.   

Penulis : Lies Marcoes

Penyunting: Mirisa Hasfaria

Penerbit: Amongkarta dan Yayasan Rumah Kita Bersama

Tahun: Cetakan I, Februari 2021

Jumlah Halaman : vi+300 halaman

Editor: Yahya FR

Avatar
2 posts

About author
Warga Muhammadiyah
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds