Feature

Mencari Mahatma Gandhi dalam Konflik Palestina vs Israel

2 Mins read

Seakan-akan Manusia Bertugas untuk Saling Bunuh Satu Sama Lain

Melihat bagaimana ketika seorang muslim berkumpul dan beribadah di akhir bulan sucinya – yaitu Ramadhan. Lalu di saat bersamaan diganggu dengan hal-hal yang tidak pernah terpikirkan manusia pasca-kolonialisme dengan segala kejahatannya, lalu mentertawakan dengan bahagia dan senang melihatnya. Sebuah sikap yang lebih parah dari penyakit jiwa manapun.

Jika saja, setelah itu komunitas muslim menerimanya hingga dunia luar sadar akan perlakuan yang diterimanya, percayalah kemerdekaan akan datang cepat ataupun lambat, atau setidaknya bisa beribadah dengan tenang.

Tetapi tidak, salah satu kelompok -yang ada di dalam otaknya hanya ada perang dan bagaimana mengalahkan musuh-musuhnya- terpancing dengan mengirimkan rudal-rudal. Lalu diterima dengan senang hati oleh kelompok  dengan pola pikir yang sama, yaitu hanya ada perang dan perang dalam otak dan jiwanya.

***

Terjadilah kekacauan yang tidak terbayangkan, menggambarkan bahwa manusia di dunia ini datang hanya untuk membunuh satu dengan lainya. Tidak ada harapan untuk kehidupan di dunia bagi mereka-mereka baik individu atau kelompok di dalamnya. Yang sempat berpikir untuk perang dan bagaimana mengalahkan musuh dengan membunuhnya. Tidak ada harapan untuk mereka menyelesaikan permasalahan dengan kekerasan, baik memulai ataupun melawannya.

Pun begitu juga dengan segala instrumen yang menudukungnya, baik senjata, dana, atau apapun itu bentuknya yang masih sempat berpikir tentang perang dan bagaimana mengalahkan musuh dengan menyakitinya.

Jelas, sebuah senjata ataupun lapisan-lapisan uang tidak salah. Yang salah hanyalah otak dan jiwa kita yang menginkan kekerasan, menimbulkan kehancuran, dan menikmati nya sebagai sebuah keharusan untuk mengalahkan musuhnya.

Sebilah pisau jika dipikirkan tidak berbahaya. Kecuali ditempatkan pada dua orang yang berpikiran untuk menusuk satu sama lainya. Lalu disaksikan ribuan orang di sekitar untuk menonton dan mendukungnya. Jelas pertontonan yang konyol, di mana ribuan yang menonton tersebut saling mendukung satu dari kedua orang tersebut dengan memberikan sorakan untuk menusuknya lagi dan lagi.

Baca Juga  Menjadi Terpelajar: Starter Pack ala Bumi Manusia

Membayangkan Mahatma Gandhi

Saya harap dunia tidak seperti itu lenyap seketika, ketika melihat kabar internasional tentang hal ini. Saya seketika membayangkan seorang Gandhi yang saya baca tentang ahimsa-nya. Bagaimana menghadapi kerajaan Inggris yang superior tanpa menumpahkan darah setetes pun.

Mahatma adalah gelar yang diberikan oleh masyarakatnya untuk Gandhi, ‘Jiwa yang Agung’ itulah artinya.

Jika dilihat secara objektif, bahwa terdapat konflik berupa perebutan wilayah, yang didalamnya terdapat sumber daya dan tentunya tempat ibadah, yang memang dijanjikan sebagai tempat suci dari tiga agama samawi, Kristen-Yahudi-Islam.

Pelik memang, hanya karena sebuah wilayah yang seharusnya pembagiannya sudah selesai, harus merenggut nyawa banyak orang. Hanya karena nafsu menguasi dan perang di dalam otaknya. Apalagi hanya karena beribadah.

Jika saja, setiap orang dapat menjadi Mahatma Gandhi, terkhusus para pemimpin-pemimpinnya. Mungkin, tidak ada lagi korban hanya karena perebutan wilayah, apalagi hanya karena ingin beribadah. Sederhana kuncinya, jika saja para pemimpin-pemimpin yang berpengaruh, yang mempunyai akses kepentingan dalam konflik Palestina-Israel menjadi Mahatma.

Jika memang pemimpin Amerika atau negara yang memproduksi senjata memiliki akses jual-beli senjata kepada Israel melakukan ‘puasa’ untuk memberhentikan perdaganangannya. Pun sebaliknya, untuk kelompok Hamas dari Palestina, siapapun yang dapat mengakses jual-beli senjata dapat diberhentikan. Tidak ada satupun rasa saling curiga, membangun kontrol diri dengan ‘puasa’ senjata tersebut. 

Jika memang konflik-nya karena melanggar perjanjian wilayah yang sudah ditentukan. Lalu negara-negara Arab di sekitar tidak mau bersuara atas pelanggaran tersebut, karena hanya memiliki hubungan ekonomi dengan negara yang melanggar.

***

Cukup mogok, berhentikan, jika ingin memberhentikan konflik secepatnya. Kesepatakan tersebut hanya bisa terjadi jika tidak ada manusia yang meninggal atau tersakiti di atas hitam dan putih kertas kesepatakan. Jika tidak, hanya akan melanjutkan suramnya eksistensi manusia di dunia ini.

Baca Juga  Tiga Faktor Islam Bisa Masuk ke Mentawai

Setelahnya, terkait rumah ibadah dan bagaimana beribadah dengan tenang. Dalam hal ini, perlu sekiranya semua orang menjadi Mahatma Gandhi. Dengan memberikan sebuah cara bagaimana memberikan akses yang sama. Yang kita inginkan untuk ibadah dengan tenang, untuk agama atau keyakinan lainya.

Jika saja akses tersebut didapati semua orang, rasanya tidak mungkin terjadi kekerasan atas nama agama atau keyakinan. Jaminan ini memang cukup sulit, setidaknya dimulai dari individu, dan bagaimana hal tersebut menjadi nilai.

Editor: Yahya FR

Avatar
6 posts

About author
RPK Cabang Malang Raya
Articles
Related posts
Feature

Cerita Mudik Lebaran 2024 (2): Dahsyatnya Mudik Hari Raya Rute Jakarta-Palembang

5 Mins read
Tengah malam di Stasiun Pasar Senen Jakarta, Sabtu 06 April 2024. Tepat pukul 03.05 KA Jayakarta dari Jogja  dan dua penumpang Onti…
Feature

Cerita Mudik Lebaran 2024 (1): Kembali ke Titik Nadir

6 Mins read
Jogja, Rabu 03 April 2024. Pukul 14.00 sebuah mobil memulai perjalanan menuju tempat yang jauh, Kerinci-Sumatera. Sang sopir dilanda rindu kampung halaman. Meski…
Feature

Tahtib: Seni Bela Diri Warisan Mesir Kuno

2 Mins read
Mesir adalah salah satu negara yang menyimpan banyak sekali warisan budaya, baik berupa adat istiadat yang dilaksanakan secara turun temurun ataupun warisan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *