Tafsir

Cara Memahami Al-Qur’an dengan Metode Double Movement Fazlur Rahman

4 Mins read

Al-Qur’an dan Sunah Sebagai Landasan Utama

Double Movement – Perkembangan keilmuan Islam telah mewariskan banyak perubahan sosial. Seperti persoalan kemasyarakatan, kebudayaan, dan kenegaraan yang di dalamnya memberikan sebuah pemahaman tentang bagiamana yang seharusnya dilakukan menurut ajaran Islam.

Untuk mencapai sebuah tatanan sosial yang baik, maka haruslah tetap dalam wilayah ajaran Islam, yakni menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai landasan utama dari segala disiplin keilmuan Islam.

Untuk memahami Al-Qur’an tentunya kita tidak bisa secara atomistik dan tekstual. Karena Al-Qur’an bukanlah sekedar bacaan yang dalam memahaminya hanya menggunakan akal semata.

Islam telah melahirkan para mufassir untuk memberikan pemahaman terhadap umat Islam yang kebingungan dalam memaknai Al-Qur’an secara kontekstual. Dalam masalah hadist juga Islam telah melahirkan para ortodoks, seperti Abu Hasan al-Asyari, dan lainnya yang alim dalam bidang Hadist.

Bertebarnya Karya Tafsir

Tafsir Al-Qur’an telah banyak dikarang oleh ulama-ulama yang memiliki keilmuan yang luar biasa. Seperti Ibnu Katsir, Sayyid Qutb dengan tafsirnya Fi Zilal Al-Qur’an, dan sebagainya yang tentunya hal itu sangat mempermudah umat Islam dalam memahami Al-Qur’an.

Namun, untuk memahami Al-Qur’an, kita tidak bisa berhenti pada tafsir-tafsir yang sudah ada, karena apa yang telah lahir dari Al-Qur’an adalah suatu persoalan yang akan terus muncul sesuai konteks yang ada.

Seiring berkembangnya Islam yang sejajar dengan modernitas, Al-Qur’an juga harus digunakan untuk masuk ke dalam tantangan modernitas yang dalam hal ini kita telah dibantu oleh tokoh Islam kontemporer yang merupakan seorang pemikir kritis, teolog, filsuf, yaitu Fazlur Rahman. Fazalur Rahman memiliki metode untuk memahami Al-Qur’an yang sangat mashur di kalangan intelek Muslim belahan dunia, namun untuk masuk ke dalam pemikirannya penulis akan mengulas sedikit tentang biografinya.

Baca Juga  Mengenal Ridho, Berkah, dan Rahmat Allah

Biografi Fazlur Rahman

Fazlur Rahman lahir pada 21 September 1919 M di daerah Hazara, Barat laut Pakistan. Beliau dilahirkan dilingkungan dan keluarga Muslim yang taat, yang menjalankan ajaran fundamental atau syariat, seperti salat, puasa dan sebagainya. Ayahnya bernama Maulana Syahab al-Din.

Fazlur Rahman sudah hafal Al-Qur’an saat usia 10 tahun, seoarang akademisi yang aktif, dan pernah menjabat sebagai ketua MUP (Majlis Ulama Pakistan).

Pandangan Fazlur Rahman tentang Al-Qur’an

Tentang Al-Qur’an Fazlur Rahman berpandangan bahwa secara keseluruhan Al-Qur’an adalah kalam Allah dan juga merupakan kalam Muhammad dalam pengertian biasa. yang artinya bahwa Al-Qur’an merupakan murni kalam ilahi, namun tetap saja, Al-Qur’an sama-sama berkaitan dengan personalitas paling dalam Nabi Muhammad, karena kalam ilahi mengalir melalui hati Nabi (Rifki, Hermeneutika: 2013).

Untuk memahami Al-Qur’an secara tekstual, kontekstual, dan futuristik haruslah sampai cara yang benar. Kebenaran Al-Qur’an dan menjadi kontruksi pemikiran Muslim tidak hanya dengan tafsir-tafsir klasik yang sudah berkembang, tetapi untuk menemukan hakikat makna, haruslah menggunakan metode yang lebih kritis dan implisit, yakni Hermeneutika.

Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman

Metode hermeneutikalah yang digunakan Fazlur Rahman untuk mencapai keaslian, kebenaran, kepastian teks Al-Qur’an dari awal turun sampai pada era kontemporer.

Dalam metode hermeneutika Fazlur Rahman ada konsep yang disajikan kepada umat Islam sebagai cara untuk mendalami teks Al-Qur’an, yakni metode Double Movement (gerakan ganda interpretasi) yang terdiri dari dua gerakan.

Gerakan pertama untuk menafsirkan Al-Qur’an, yaitu dari situasi sekarang menuju masa turunnya Al-Qur’an.

Kedua, dari masa turunnya Al-Qur’an kembali ke masa kini. Dalam gerakan pertama, Rahman memberikan dua langkah, yakni; pemahaman arti atau makna dari suatu pernyataan Al-Qur’an melalui mengkaji situasi atau problem historis. Di mana, kitab suci turun sebagai jawabannya dan membuat generalisasi dari jawaban-jawaban spesifik itu dan mengungkapkan dalam bentuk pernyataan yang bertujuan moral yang umum. sedangkan gerakan kedua bertugas meletakkan suatu teks yang sesuai konteks sosio-historis yang kongrit saat ini (Kholiq, Filsafat Ilmu: 2015).

Baca Juga  Konsep Syafa’at dalam Pandangan Fazlur Rahman

Hermeneutika Double Movement Rahman menjadi alat bantu dalam kerja interpretasi tafsir Qur’an. Dengan menggali dan menelaah secara kritis prinsip-prinsip serta nilai yang terkandung pada wahyu yang subtantif dan kontekstual untuk diinplementasikan pada masa kini.

Yang Ditekankan Double Movement

Sebagai metode hermeneutik yang lebih menekankan pada kesadaran teks serta konteks, Rahman tidak terlalu buru-buru dalam menawarkan gerakan Double Movement, ia lebih dulu memahami Islam dengan dua cara, yaitu Islam normatif dan Islam historis.

Islam normatif merupakan Islam par exellence yang terdiri dari teks dan ajaran, sedangkan Islam historis merupakan pemahaman yang dilakukan dengan langsung terjun atau paktik terhadap teks dan ajaran (A’la, 2003).

Islam normatif dalam ajaran Islam adalah nilai-nilai yang terdapat pada Al-Qur’an dan Sunah Nabi Saw, sehingga kemudian ditafsirkan dalam penafsiran enafsiran dalam bentuk yang beragam yang kemudian dalam historisnya Islam tidak kehilangan arah keilmuan.

Kritik Fazlur Rahman kepada Tafsir Klasik

Fazlur Rahman mengkritik metode mengenai tafsir klasik. Ia beranggapan bahwa tafsir klasik cenderang menggunakan pendekatan yang menafsirkan Al-Qur’an yang tidak komprehensif.

Banyak sekali tafsir-tafsir klasik yang dalam interpretasinya hanya sepotong-potong dan terpisah yang kemudian hal itu menjadi persoalan yang belum selesai. Al-Qur’an adalah Kalam Ilahi yang menjadi intuisi Nabi Muhammad, sehingga tidak bisa apa penyampaiannya harus sesuai apa yang dibutuhkan dan harus kritis, logis dan komprehensif.

Apa yang diinginkan oleh Rahman kepada umat Islam adalah memahami situasi dengan wahyu dan sunnah. Di tubuh Islam ada banyak keilmuan dan akan terus berkembang sesuai zaman dan itu bagi Rahman haruslah menjadi keadaan yang stabil yang futuristik. Maka apa yang harus dibangun dalam Islam adalah sebuah prinsip yang berkeunggulan dan berkemajuan yang Islami di setiap masyarkat.

Baca Juga  Kritik Terhadap Said Asymawi Tentang Asbabun Nuzul

Dengan Double Movement (gerakan ganda) tersebut umat Muslim akan lebih memahami Islam. Karena Rahman tidak hanya menawarkan metode, tetapi juga menjadikan Islam yang sosio-historis yang mengedepankan keunggulan dan kemajuan, sehingga akan menjadikan umat Islam yang stabil dengan mengimplementasikan Al-Qur’an yang sesuai kontesk, kritis dan komprehensif bukan di pahami secara atomistik, literalis dan tekstualis.

Terakhir, metode Double Movement tersebut oleh Rahman diharapkan mampu menjawab kebutuhan persoalan-persoalan kontemporer. Dalam perkembangan Islam yang terus bergerak maju, konsep Double Movement ini adalah salah satu metodologi yang bisa menghindarkan para pemikir Islam atau intelek Islam, yang terutama para ahli tafsir dari ijtihad yang asal-asalan dan tidak memiliki sifat perubahan atau pembaharu.

Editor: Yahya FR

Avatar
5 posts

About author
Pegiat Pendidikan
Articles
Related posts
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…
Tafsir

Dekonstruksi Tafsir Jihad

3 Mins read
Hampir sebagian besar kesarjanaan modern menyoroti makna jihad sebatas pada dimensi legal-formal dari konsep ini dan karenanya menekankan pengertian militernya. Uraiannya mayoritas…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds