Falsafah

Membedah Teori Kritis Mazhab Frankfurt

4 Mins read

Berdirinya Mazhab Frankfurt

Secara fenomenal, teori kritis dari mazhab Frankfurt kembali kepada suatu kelompok filsuf yang berideologikan Marxis. Mereka berkonsentrasi pada kerja intelektual yang kritis di Institut fur Sosialforschung (pusatnya di Frankfurt, Jerman).

Felix Jose Weil mendirikan lembaga ini pada tanggal 23 Februari 1923, kedua orang tuanya merupakan seorang pedagang gandum dan masuk dalam kategori keluarga kaya raya. Felix dapat membentuk sebuah lembaga dan bekerja secara independen dengan bantuan finansial dari ayahnya. Dan tidak bertopang pada Universitas Frankfurt sama sekali.

Masalah sosial menjadi salah satu titik fokus dari kajian yang diselidiki di lembaga ini. Seperti history gerakan dari para buruh yang merasa mendapatkan petunjuk dari spekulasi Marxist. (Bertens, 2004:252)

Titik Kesuksesan Mazhab Frankfurt

Pada tahun 1931, Institut ini mencapai titik kesuksesannya ketika dipimpin oleh Max Horkheimer. Pada masa ini Horkheimer memajukan institut ini menjadi pusat dari gerakan kritis bersama dengan para pemikir yang berpengaruh saat itu seperti Erich Fromm, Herbert Marcuse, Theodor W Adorno, dan Franz Neuman untuk menghalau para rezim Nazi yang beraliran ultra nasionalisme-sosialisme.

Teori Kritis Mazhab Frankfurt

Pemikiran Marxisme, Marcuse, dan Horkheimer tidak dapat dipisahkan dari teori sosial kritis. Teori ini adalah ringkasan hibriditas yang telah dirumuskan kembali dari ketiga pemikir tersebut. Yang mana, pada setiap rumusan itu sedikitnya akan terdapat dua lemen fundamental yang di antaranya yaitu memberikan sebuah penawaran pada sebuah analisis mengenai dialektika dan argumen pencerahan guna memaparkan bagaimana cara teori-teori positivisme dapat menjadi sebuah mitologi yang malahan sangatlah ideologis.

Bahkan mereka juga memberikan penawaran mengenai konsep pada industri budaya. Guna memaparkan aspek ideologis dan pada aspek kultural yang dibicarakan oleh Marcuse diberikan sedikit manipulasi. (Angger, 2013:153)

Baca Juga  Jean Jecques Rousseau: Cara Agar Agama Relevan dengan Zaman

***

Para filsuf mazhab Frankfurt mengembangkan dan menerapkan sebuah filsafat yang dikenal dengan sebutan Teori Kritis. Posisi dari teori kritis sendiri dalam bagan historikal filsafat, banyak mendapatkan pengaruh dari tiga doktrin besar, yaitu Marx, Freud, dan Hegel.

Pemikiran yang paling banyak diketahui oleh orang-orang adalah pemikiran dari filsafat Karl Marx ketika mencetuskan teori kritis. Namun, pemikiran Marx tidak ditelan secara mentah oleh teori kritis, karena pemikiran Marx dinilai terlalu deterministik ekonomis. Pada akhirnya tersematkan julukan kaum Neo Marxisme pada madzhab Frankfurt (Bertens, 2014:255).

Latar Belakang Kelahiran Teori Kritas

Secara sejarah ekstraksi, teori kritis dilahirkan dari kandungan teori Marxis. Doktrin dari Marx menjadi dorongan besar untuk perkembangan dari filsafat kritis, sosiologi, dan ilmu ekonomi. Pada abad ke 20, filsafat kritis bisa dikatakan sebagai salah satu aliran yang terpenting.

Vitalitas dari pemikiran Marx bukan hanya dari segi aspek teoritis saja, melainkan juga menjadi vitalitas dari segi ideologis dan sosial politik. Pemikirannya menjadi salah satu alat perjuangan untuk banyak generasi setelahnya dan dijadikan gerakan pembebasan diberbagai dunia.

(Suseno, 2003:3) Meskipun dilahirkan dari teori Marxis, namun teori kritis belum merasa puas dengan semua analisis kupasannya. Karena menurut teori kritis, semua analisis dari kaum Marxis sifatnya terlalu reduksionis, economic determinism, dan mekanistik ketika mengamati asas sosial dari masyarakat borjuis Barat.

Secara spekulatif kritis, tidak pernah ada pernyataan bahwa determinasi ekonomi itu salah ataupun keliru. Namun dirasa kurang sesuai dan seharusnya dilihat secara menyeluruh mengenai kenyataan sosial dari masyarakat.

Berdasarkan teori kritis, analisis yang dilakukan oleh Marxian ketika memberikan pandangan dan analisis disparitas asas pada masyarakat borjuis di Eropa sangatlah reduksionis, yaitu seharusnya aspek ekonomi yang menjadi tumpuan dalam menentukan disparitas sosial ekonomi maupun pertikaian kelas yang terjadi.

Baca Juga  Para Filsuf Islam di Timur

Neo-Marxian hadir untuk mengembangkan semua analisis mengenai teori kritis yang sudah dilakukan oleh kaum Marxian Klasik. Tumpuannya tidak hanya pada aspek ekonomi saja, melainkan juga pada aspek lainnya seperti aspek budaya, politik, sosial (Ritzer, 2008:176).

Dilihat secara asal-usulnya, pokok dari teori kritis berasal dari doktrin pemikiran Dialektis Marx dan Hegel yang kemudian diracik secara terstruktur oleh Horkheimer dan teman sejawatnya di universitas.

Perkembangan Teori Kritis

Pondasi utama ketika kita melakukan analisis mengenai perkembangan histori dari kebudayaan manusia adalah logika berpikir dialektis dari kaum hegelian. Teori kritis semakin berkembang bersama dengan kapitalisme Barat. Dan pada ruang lingkup sosiologi dan filsafat, dijadikan sebagai salah satu bahan diskusi.

Dalam hal mengkritisi asas sosial ekonomi di Amerika dan Eropa, teori kritis akan menjadi pisau yang sangat tajam dan memberikan banyak pengaruh. Amerika dan Eropa sendiri merupakan negara yang sedang dalam tahap kemajuan pada industrinya yang ditumpu dan dikonsistenkan oleh teori tradisional Horkheimer (aliran positivisme).

Pada tahun 1960, terjadi perubahan yang besar yaitu iklim budaya yang mendalam di Eropa dan Amerika. Banyak dampak yang dapat dirasakan setelah terjadinya perang dunia 1. Para mahasiswa merasa muak dengan pejalnya kebudayaan yang hanya memprioritaskan pada pembentukan secara fisik materialistik, akan tetapi mengabaikan mengenai asas humanisme.

Pada keadaan seperti ini, para mahasiswa kritis dan teori kritis mempunyai tempat yang subur. Teori kritis dapat dijadikan sebuah alat guna menggugat implementasi-implementasi ketidakadilan pada populasi industri yang kapitalistik.

Sebelumnya, Marx pernah mengatakan bahwa economic determinism kapitalistik Barat yang dikukuhkan menggunakan teori positivisme modernisme akan mengalami pertentangan, kediktatoran, bahkan dominasi.

Hal tersebut benar-benar terjadi di kemudian hari. Pada keadaan ini, teori kritis muncul sebagai gudang prinsip dalam merevolusi guna melawan pembentukan (stabilitas, baik stabilitas secara ekonomi kapitalistik, dan stabilitas filosofi tradisional). Dan teori kritis pada konteks ini berbentuk aktivisme revolusioner (Sindhunata, 1983: xiv-xv).

Baca Juga  Mungkinkah Islam Kembali Jadi Pusat Peradaban?

Doktrin yang ada pada filsafat tradisional itu bertolak belakang dengan identitas yang ada pada teori kritis. Doktrin filsafat tradisional tidak hanya bersifat teoritis dan diskursus, akan tetapi juga bersifat praktis.

***

Sebagai Teori Kritis yang memiliki sifat emansipator, ia mengalamatkan bahwa dirinya merupakan ahli waris dari apa yang telah diharapkan oleh pemikiran Marx. Teori ini juga berusaha untuk membawa kembali kemerdekaan, kejayaan untuk masa depan kita sebagai manusia. Yang mana, hal tersebut telah diambil secara paksa dan diimplementasikan pada metode kapitalis oleh teori positivisme.

Dan sifat emansipasi yang ada pada teori kritis ini ditempatkan pada kekuatan manusia dalam mengenali sebuah sejarah, yaitu ketidaktepatan dominasi. Oleh sebab itu, pada permasalahan ini, teori kritis menjadi kritis ideologi, terkhusus pada hukum sosial dalam berbagai cabang positivis. (Angger, 2013:13)

Ritzer memaparkan bahwa teori kritis tumbuh dan berkembang sebagai pengalihan dari teori Marxian. Dan muncul rasa ketidakpuasan pada sebagian kelompok Neo Marxian yang ada di Jerman, terlebih mengenai economic determinism.

Teori kritis, walaupun pada doktrinnya cenderung sangat radikal dalam hal penindasan yang sangat terstruktur, masif dan sistematis. Namun, pada realitasnya tidak sedikitpun terpikir untuk melakukan kekerasan. Pada tahap ini, terlihat jelas perbedaan antara teori Marx dan teori kritis (Haryanto, 2013:231-232).

Editor: Rozy

Muthi‘atus Shobichah
2 posts

About author
Mahasiswa (Aqidah dan Filsafat Islam) di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds