Akhlak

Hikmah Kurban: Siapa Ismail Kita Hari Ini?

4 Mins read

Ritual Kurban dari Masa ke Masa

Dalam peradaban manusia, ritual kurban merupakan salah satu praktik ritual paling tua yang dapat dijumpai dalam setiap ajaran agama di dunia. Mulai dari agama pagan hingga agama teistik. Semuanya memiliki berbagai macam jejak sejarah dan variasi dalam melakukan ritual kurban.

Dalam peradaban Yunani kuno dan Romawi, kurban dalam bentuk hewan digunakan sebagai upacara penyucian dan festival perayaan hari keagamaan. Di Nusantara, suku Batak dan Toraja juga memiliki tradisi untuk menyembelih hewan kerbau sebagai rangkaian untuk memperingati acara upacara kematian seseorang.

Suku Aztec dan suku Maya di benua Amerika bahkan punya praktik yang lebih ekstrim. Mereka mengorbankan manusia setiap tahun untuk dipersembahkan kepada dewa matahari untuk memohon kemakmuran dan kesejahteraan.

Kenapa Manusia Berkurban?

Adanya benang merah yang sama dalam praktik-praktik kurban ini di berbagai tempat ini kemudian membuat Rene Girard, seorang antropolog dari Prancis, mengajukan sebuah pertanyaan: apa yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan pengorbanan yang terlihat sangat barbar dan keji seperti itu?

Dalam bukunya Violence & The Sacred (2000), ada beberapa kesimpulan yang Girard kemukakan dari hasil pengamatannya. Pertama, kurban adalah cara masyarakat dalam mempertahankan privilege status sosial atau ekonomi tertentu.

Kedua, kurban sebagai cara untuk melampiaskan hasrat kekerasan yang ada dalam manusia. Ketiga, dan yang paling penting, kurban adalah sarana untuk mencari penebusan terhadap beban dan malapetaka yang ada pada diri mereka.

Girard menyebut ini sebagai mekanisme Scapegoating (pengkambinghitaman), di mana subjek atau objek yang dikorbankan, berperan sebagai medium penebusan bagi sang pengorban.

Melihat pandangan Girard di atas, barangkali muncul di benak kita untuk membandingkan bagaimana konsep tradisi kurban dalam hari raya Idul Adha yang diperingati setiap tahun oleh umat muslim di seluruh dunia dan kaitannya dengan konsep kurban yang telah dijelaskan Girard di atas.

Baca Juga  Taubat Nasuha untuk Revolusi Akhlak

Istilah Kurban dalam Islam

Dalam Islam, istilah kurban berasal dari bahasa Arab qaribun dan yaqribu yang artinya dekat atau mendekatkan. Sebagaimana akar katanya, ritual kurban dalam Islam bertujuan sebagai sarana untuk mendekatkan diri oleh pihak yang berkurban dengan tuhannya.

Bila dilihat lebih lanjut, secara narasi, Al-Qur’an menceritakan dua kisah tokoh yang berbeda sebagai contoh dalam pelaksanaan perintah kurban.

Pertama, kurban yang dilakukan kedua anak nabi Adam (QS. 5:27-31). Dan yang kedua, kurban yang dilakukan nabi Ibrahim dan nabi Ismail (QS. 103-111).

Dalam kisah yang pertama, kita melihat kasus di mana kurban dapat melahirkan sebuah kekejaman dan kekerasan. Perseteruan yang konon katanya disebabkan untuk memperebutkan cinta seorang perempuan, harus diakhiri dengan pertumpahan darah antar saudara.

Alangkah ironisnya, atas nama cinta, tragedi pembunuhan nyawa manusia pertama terjadi di muka bumi ini. Pengorbanan demi jiwa seseorang, justru melahirkan hilangnya jiwa bagi orang yang lain.

Akan tetapi dalam kisah yang kedua, kurban di sisi lain juga dapat menunjukkan sebuah bentuk manifestasi yang berbeda. Bagaimana seorang pria yang merindukan hadirnya seorang anak kini diuji untuk melepaskan apa yang diinginkan. Persis ketika ia baru saja hadir di tengah-tengah kehidupannya.

Tetapi, bukannya melahirkan sebuah paksaan dan kekerasan, kisah kali ini justru memperlihatkan bagaimana kurban dapat mewujud melalui sebuah ketulusan dan kerelaan dua orang manusia yang sama-sama digerakkan oleh cinta yang lebih besar. Cinta kepada sang pencipta.

Sekaligus, sebuah pesan, bahwa cinta yang tulus adalah cinta yang tidak dapat dibagi serta tidak dapat mendua.

***

Kisah kedua ini, juga mengubah perspektif dan konsep kurban dari praktik-praktik yang dilakukan sebelumnya. Kurban adalah sebuah bentuk pembebasan individu dari segala belenggu yang menghalanginya untuk lebih dekat ke tujuannya, termasuk untuk mendekat kepada Tuhan.

Baca Juga  Keutamaan Sepuluh Hari Pertama di Bulan Zulhijah

Hilangnya keterikatan berlebihan terhadap hal-hal materil ini kemudian mendorong orang terdorong untuk menjadikan kurban sebagai sarana untuk pendistribusian kesejahteraan. Agar kekayaan dan kelimpahan materi tidak terkumpul dalam satu atau segelintir orang semata.

Serta mengurangi adanya kesenjangan dan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Agar tidak terjadi kecemburuan yang berpotensi melahirkan konflik kekerasan. Seperti yang terjadi pada kisah kurban kedua anak nabi Adam.

Selain itu, seperti yang dikemukakan oleh Ali Syariati, ia juga menunjukkan bahwa Tuhan yang kita sembah bukanlah Tuhan yang haus darah dan kejam.

Karena Tuhan tidak butuh daging dan darah hewan yang manusia sembelih, melainkan hanya menerima bentuk ketakwaan dalam hati (QS.21: 37) Serta keberanian untuk melakukan pembebasan dari segala hal yang membelenggunya (Haji: 2006).

Hikmah Kurban Idul Adha

Hewan yang disembelih hanyalah sarana untuk melatih hal tersebut dan bukan tujuan akhir dari pelaksanaan kurban. Oleh karena itu, hal demikian juga menegaskan bahwa segala bentuk pembunuhan dan pengorbanan dengan menggunakan jiwa manusia itu tidaklah dibenarkan, terlebih bila ia dijustifikasi melalui nama tuhan atau agama.

Karena ia tak lebih hanya bentuk Scapegoating yang dilakukan manusia untuk mencari pembenaran dari tindakan kekerasan yang mereka lakukan.

Subjek utama yang menjadi tujuan akhirnya adalah perubahan kualitas pribadi dari sang pengurban, bukan pada objek yang dikurbankan.

Dalam epos dan roman tentang cinta, kita barangkali sudah akrab dengan ungkapan “setiap cinta yang tulus itu memerlukan pengorbanan”.

Dan salah satu hal yang membuat suatu hal itu layak disebut sebagai pengorbanan, adalah sesuatu itu harus memiliki nilai yang berharga bagi pemiliknya.

Dewasa ini, kita mungkin tidak dapat merasakan bagaimana dilematisnya posisi nabi Ibrahim ketika diperintah untuk menyembelih anaknya. Pun dengan posisi nabi Ismail sebagai anak yang akan disembelih oleh ayahnya sendiri. Bahkan walaupun kita merasakan dan berada di posisi tersebut, hampir dipastikan kita tidak akan mampu untuk rela melaksanakan perintah tersebut.

Baca Juga  Kata al-Nahr dalam Al-Qur’an, Apa Maknanya?

Hewan-hewan kurban yang saat ini kita beli untuk disembelih pun mungkin bagi kebanyakan orang, tidak lebih nilainya seperti barang-barang yang kita beli setiap hari bila memiliki cukup uang. Yang digunakan hanya sekali kemudian dibuang dan dilupakan.

Berbeda dengan nilai objek kurban nabi Ibrahim yang benar-benar berharga yang tidak bisa dibeli dengan harga berapapun, yaitu anaknya sendiri, Ismail.

Ismail Hari ini, Siapakah Dia?

Di masa sekarang dan masa yang akan datang, “Ismail” saat ini tidak mewujud dalam bentuk manusia atau hewan ternak, melainkan mewujud dalam bentuk yang lebih samar, yaitu hawa nafsu dan ego manusia yang tidak terkendali.

Ada yang berupa kekayaan, jabatan, kekuasaan, orang terkasih, obsesi, ketakutan, dan lain-lain. Hal-hal yang membelenggu orang untuk bertindak secara benar dan mendekat kepada Tuhannya.

Pilihannya kita kemudian hanya dua. Apakah kita akan seperti nabi Ibrahim, yang membawa “Ismail-nya” ke bukit Mina untuk kemudian menyembelihnya. Atau kita bisa menjadi salah seorang anak nabi Adam, yang karena dibutakan oleh “Ismail” dalam dirinya, membuatnya terjerumus dalam perbuatan keji dan merugi.

Rasa-rasanya momen Idul Adha saat pandemi seperti ini merupakan momen yang pas untuk kita kembali merenungi pertanyaan ini:

Siapa dan dalam bentuk apa “Ismail-Ismail” yang dalam diri kita?

Dan beranikah kita untuk menyembelih dan mengorbankannya?

Wallahu a’lam bish-showwab.

9 posts

About author
Mahasiswa Biasa di Kampus yang Biasa-Biasa Saja
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds