Perspektif

Bom Waktu PDB

3 Mins read

Oleh: La Halufi*

Kedikdayaan Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi memang tak bisa disangkal lagi. PDB merupakan alat ukur untuk mengukur  nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam rentang waktu tertentu.

Ada tiga cara yang digunakan untuk mengukur PDB. Pertama, pendekatan pengeluaran yang digunakan untuk menghitung jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh pemakai barang.

Kedua, penghitungan pendapatan dan pengeluaran yang digunakaan selama proses produksi (pendekatan pendapatan). Ketiga, pengukuran jumlah nilai tambah dari setiap tahapan produksi (pendekatan nilai tambah).

Semenjak awal kelahirannya dengan sebutan neraca ekonomi nasional (Pendapatan Nasional) dengan tugas mengukur kesejahteraan masyarakat Irlandia. Hal itu telah menjadi cikal bakal awal pengukuran pertumbuhan ekonomi dan kemudian dikembangkan oleh Kuznets di Amerika Serikat pada masa Perang Dunia II. Hal yang sama juga dilakukan untuk mengukur kemampuan perekonomian AS untuk ikut terlibat dalam perang.

Keberhasilan pengukuran statistik ini menjadikan AS sebagai role model bagi negara-negara lain. Kemudian metodologi pengukuran tersebut diadopsi oleh semua negara yang ada dibelahan bumi ini.

PDB telah menjadi kiblat perumusan dan pengambilan kebijkan pemerintah dalam pengembangan negara. Juga sebagai rujukan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Hal ini kemudian menyebabkan gelombang protes dari para politisi sebab peran mereka dalam hal kebijakan telah diambil alih oleh para ekonom. Dengan data statistika yang ada secara tidak langsung.

Masalah PDB

Seiring dengan perkembangannya yang makin pesat sampai saat ini, Kuznets yang merupakan inisiator pengukuran Pendapatan Nasional (PDB) telah menyampaikan jauh-jauh hari bahwa ada hal yang telah disalah gunakan dan dimanupulasi dari PDB untuk kepentingan politik.

Umumnya penghitungan dan pertumbuhan PDB (dari dulu sampai saat ini) merupakan representasi dari tingkat kesejahteraan masyarakat dalam suatu Negara. Jika pertumbuhan PDBnya baik maka tingkat kesejahteraan masyrakatnya juga baik dan begitu pula sebaliknya.

Baca Juga  No Harm, No Harming: Inilah Hakekat Islamic Marketing

Hal ini kemudian mendapatkan perhatian penting dari Kuznets seperti yang tertuang dalam buku Problem Domestik Bruto halaman 65 bahwa “Kesejahteraan suatu bangsa hampir tidak dapat disimpulkan dari sebuah ukuran pendapatan nasional”.

Jika berkaca pada realitas kehidupan saat ini, hasil perhitungan PDB yang katanya alat ukur yang sangat dikdaya dalam kelasnya, menyimpan kejanggalan. Sebab, tolak ukur tingkat kesejahteraan mengacu pada PDB.

Mulai dari tingkat kesenjangan kehidupan antar umat manusia (kaya dan miskin) yang makin meningkat. Kemiskinan yang tidak mampu diatasi secara menyeluruh, akses pendidikan yang sangat susah dan sebagainya. Semua aspek tersebut sangat bertolak belakang jika merujuk pada PDB.

Yang lebih mencengangkan lagi, aspek-aspek tersebut tidak dimasukan dalam perhitungan PDB. Sebab menurut PDB, poin-poin tersebut tidak melalui mekanisme pasar. Atau dengan kata lain,  bahwa hal tersebut tidak menghasilkan sesuatu yang benilai ekonomis. Hal ini juga berlaku untuk lingkungan atau sumber daya alam.

Yang Luput dari PDB

Masih segar dalam ingatan masyarakat Indonesia terkait persoalan lingkungan yang dipublikasi oleh Watch doc. Di mana perusahaan atau industri yang wilayah operasinya berada dikawasan hutan, mengabaikan pemulihan wilayah tersebut. Apalagi menelan korban manusia yang cukup banyak.

Namun semua hal ini diabaikan oleh perhitungan statistic PDB sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi dan juga tingkat kesejahteraan masyarakat. Padahal SDA merupakan hal yang krusial bagi produsen dan konsumen.

Pertumbuhan PDB meberikan isyarat agar masyarakat meningkatkan konsumsi mereka agar pertumbuhan PDB makin meningkat. Hal ini juga menjadi motivasi dan mendorong pertumbuhan industri untuk bertambah besar dan lebih subur lagi. Dengan dalih pertumbuhan ekonomi.

Akibatnya manusia dan lingkungan juga menjadi sasaran utama selaku penyedia faktor produksi. Juga sebagai pemasok barang dan jasa sehingga eksploitasi terhadap keduanya terus meningkat dari waktu ke waktu.

Baca Juga  Rapor dan Ranking: Ajang Pamer Para Wali Murid

Manusia harus bekerja agar bisa menyediakan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pasar dan SDA juga makin terkikis keberadaannya.

Akibat tuntutan pertumbuhan industry, diprediksi jika awal 2050 hingga 2070 kekurangan global dalam hal SDA akan terjadi seperti yang tertuang dalam buku The Limit to Growth. Hal ini diperkuat oleh data yang dikeluarkan oleh Beyond GDP New measures for a New Economiy (New York : Damos 2012), bahwa PDB makin meningkat dari tahun ke tahun.

Sementara SDA mengalami degradasi dan penurunan yang tiap tahunnya. Hal inilah menjadi tantangan besar umat manusia terlebih lagi mereka kaum kapitalis, pemerintah dan semua komponen masyarakat bumi. Untuk bagaimana bisa meminimalisir masalah ini sebab kondisi ini makin membahayakan kehidupan di bumi.

 

*Pegiat Rumah Baca Komunitas (RBK)

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Muhammadiyah Hadir untuk Masa Depan Dunia

3 Mins read
Sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar dan terkaya di dunia, Muhammadiyah menempati posisi strategis dalam membentuk arah peradaban Islam kontemporer. Dengan status…
Perspektif

Musim Kemarau adalah Sunnatullah

3 Mins read
Musim adalah waktu tertentu.yang berjalan dengan keadaan iklim. Demikian salah satu definisi musim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Di Indonesia terdapat…
Perspektif

Jangan Terlalu Berharap pada Dunia Islam

2 Mins read
Ramadan seharusnya menjadi bulan yang damai dan menentramkan bagi umat Islam, termasuk mereka yang berada di Palestina. Namun harapan itu tampak seperti…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *