Perspektif

Disability Awareness: Revolusi Mental Generasi Milenial Melalui Pendekatan Literasi Keagamaan

4 Mins read

Banyak kalimat mengandung kata “mental” yang sering kita lontarkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya, apa itu mental? Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BKBP) mendefinisikan kata mental atau mentalitas sebagai cara berpikir atau konsep pemikiran manusia untuk dapat belajar dan merespons suatu hal. Sedangkan menurut KBBI mental adalah hal yang berkaitan dengan batin dan watak manusia.

Selama 75 tahun Indonesia sudah merdeka dari penjajahan bangsa luar sekaligus mendapat pengakuan secara De Facto dan De Jure. Tetapi apakah kita sudah merdeka seutuhnya? Apakah jiwa masyarakat Indonesia sudah terlepas dari belenggu yang kita ciptakan sendiri? Beberapa dari kita pasti pernah melontarkan pertanyaan serupa.

Globalisasi budaya, informasi salah atau hoaks, dan tergerusnya nilai-nilai luhur dapat menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa. Jika nilai-nilai luhur mulai pudar, generasi muda akan kesulitan untuk menemukan jati diri dan potensi bangsa.

Oleh karena itu Revolusi Mental menjadi gerakan yang penting dan krusial dalam perjalanan Indonesia menjadi bangsa yang merdeka seutuhnya. Sebagaimana pesan Bapak Proklamator Indonesia Ir. Soekarno : “Membangun suatu negara, tak hanya sekadar pembangunan fisik yang sifatnya material, namun sesungguhnya membangun jiwa bangsa.”

Revolusi Mental merupakan pembangunan cara pandang dan pola pikir sehingga menghasilkan perilaku yang berorientasi pada kemajuan. Gerakan ini perlu menjadi perhatian generasi muda Indonesia. Sebagaimana kita tahu bahwa mereka adalah penggerak pembangunan dan aktor utama Indonesia Emas 2045. Tiga hal yang menjadi sorotan dalam Revolusi Mental mencakup integritas, etos kerja, dan gotong royong.

Dalam Revolusi Mental, pembangunan cara pandang dimulai dari terbukanya pola pikir terhadap hal-hal di sekitar dan kepekaan melihat potensi yang dimiliki. Sikap saling menghargai dan menghormati tidak hanya berlaku pada perbedaan ras dan budaya, tetapi juga diterapkan dalam menghadapi kelompok yang memiliki keterbatasan fisik, mental, atau intelektual yang sering disebut sebagai penyandang disabilitas.

Baca Juga  Panggilan Bedug, di Musim Pageblug

Berkaca pada contoh sederhana sehari-hari, seberapa sering kita melihat fenomena penyandang disabilitas yang dikucilkan dalam pergaulan, diremehkan dalam lingkungannya, bahkan tidak diberi kesempatan untuk mencoba memperjuangkan mimpinya. Padahal proses pembangunan Indonesia harusnya melibatkan seluruh elemen, termasuk penyandang disabilitas.

Data International Labour Organitation (ILO) menunjukkan bahwa dengan tidak membuka lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas, pemerintah akan kehilangan potensi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 3-7%. Jumlah penyandang disabilitas saat ini mencapai 11,580,117. Penyandang disabilitas seringkali menanggung problem ganda yaitu kondisi disabilitas itu sendiri dan kondisi lingkungan yang diskriminatif dan kurang mendukung terhadap penyandang disabilitas. (Badan Pusat Statistik)

Revolusi Mental Generasi Muda Merangkul Disabilitas

Pemuda-pemudi Indonesia adalah salah satu elemen penting pembentukan lingkungan yang inklusif terhadap penyandang disabilitas. Sebagian besar dari mereka berhubungan langsung dengan penyandang disabilitas yang sedang berjuang untuk mimpinya di sekolah maupun universitas.

Ruang lingkup Revolusi Mental generasi muda juga tercermin dari integritas pola pikirnya yang tidak terjerat stigma penyandang disabilitas, gotong royongnya untuk memberikan dukungan terhadap kelompok yang membutuhkan bantuan, serta etos kerjanya yang solutif dan inovatif terhadap isu yang seringkali diabaikan ini.

Sementara itu, Munawir Yusuf Kepala PSD LPPM UNS memberikan tips langkah kecil memulai kesadaran tentang pentingnya lingkungan ramah disabilitas. “Di masyarakat ada kelompok organisasi remaja, misal karang taruna, remaja masjid, yang terkait kepemudaan. Persoalannya tidak di setiap daerah memahami tentang keberadaan penyandang disabilitas. Karena itu, ketika di kampung atau masyarakat ada penyandang disabilitas, kata kunci yang pertama adalah harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di kampung”.

Memandang Disabilitas dari Literasi Keagamaan

Penindasan, pengucilan, atau dipandangnya sebelah mata kaum disabilitas dapat terjadi karena adanya anggapan manusia bahwa dirinya lebih sempurna. Kejadian-kejadian lain juga bisa terjadi karena kurangnya pemahaman literasi keagamaan dan kurangnya memahami tentang bagaimana Alquran memandang disabilitas.

Baca Juga  Pengembangan Kurikulum Tauhid Sosial Sekolah Muhammadiyah

Individu yang kurang keimanan maka cenderung bersikap dan bertindak tidak berakhlakul karimah seperti bertingkah laku atau bertindak diskriminasi, menghina, dan mengejek para penyandang disabilitas. (Hayati, 2019)

Oleh karena itu literasi agama bagai amunisi penting dalam menjalani kehidupan. Literasi keagamaan melatih manusia untuk melihat dan menganalisis titik temu antara agama dan kehidupan sosial. Dengan literasi agama orang tidak hanya sekedar melakukan tanpa tahu maksud dan tujuan hal tersebut dilakukan. Melalui pemahaman dan penghayatan terhadap sumber-sumber ilmu dapat melatih generasi muda Indonesia untuk tidak berpikiran sempit.

لَيْسَ عَلَى الْاَعْمٰى حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْاَعْرَجِ حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْمَرِيْضِ حَرَجٌ وَّلَا عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَنْ تَأْكُلُوْا مِنْۢ بُيُوْتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اٰبَاۤىِٕكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اُمَّهٰتِكُمْ

Artinya: “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu…” (An Nur: 61).

Dilihat dari sudut pandang agama Islam, disabilitas bukanlah halangan untuk saling membaur dalam lingkungan dan pergaulan. Islam mengecam sikap diskriminatif pada kaum disabilitas karena hal tersebut termasuk dalam kesombongan.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (Q.S. Al – Hujurat 49:11).

Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa agama adalah pengendali moral, kita patut setuju dengannya. Dengan kata lain literasi agama dapat menjadi instrumen generasi muda dalam membentuk membentuk integrity mindset yang ramah disabilitas. Sehingga melahirkan etos kerja dan sikap gotong royong yang menyentuh semua lini kelompok di Indonesia-termasuk teman-teman disabilitas.

Baca Juga  Belajar Menulis ala Pegiat Media Sosial

Fiqih Braille, Balai Literasi Abiyoso, Masjid Ramah Difabel adalah produk-produk inklusi disabilitas yang dapat berkembang lebih kreatif dan inovatif di tangan anak muda Indonesia. Bukan tidak mungkin, Muhammadiyah dapat mencetuskan layanan keagamaan khusus bagi kaum disabilitas dengan metode dan teknologi ala anak muda.

Kita perlu bergotong royong untuk mencapai Program Sustainable Development Goals (SDGs) yang salah satunya berisi tentang pendidikan dan pembangunan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk bagi penyandang disabilitas.

Pemuda-pemudi sekarang adalah pemimpin masa depan. Mereka bisa jadi para pengambil kebijakan dimasa mendatang yang sikap, keputusan, dan tindakannya akan berpengaruh besar bagi bangsa dan negara. Oleh sebab itu, disability awareness generasi muda perlu dibentuk dari sekarang.

Literasi keagamaan adalah salah satu pendekatan mutakhir untuk membuka dan menuntun jalan pikiran anak muda yang mengantarkan mereka pada Revolusi Mental: Cara pandang yang berintegritas terhadap kaum minoritas, etos kerja kolaboratif inovatif, serta gotong royong terhadap seluruh elemen bangsa Indonesia.

Editor: Yusuf

*)Tulisan ini adalah juara 2 Lomba Kepenulisan Revolusi Mental PP IPM – Kemenko PMK

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi Universitas Gadjah Mada
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *