Tasawuf

Tingkatan Belajar Ilmu Tasawuf ala Fahruddin Faiz

2 Mins read

Dalam Islam, ilmu tasawuf sudah tidak asing. Tasawuf merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara-cara membersihkan hati (Tazkiyatun Nufus) dari berbagai macam penyakit hati dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji melalui metode mujahadah dan riyadhah. Sehingga, merasakan kedekatan dengan Allah dalam dirinya. Maka dengan itu seorang hamba atau sufi akan menjadi sosok pribadi yang berbudi luhur dan memiliki akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Dr. Fahruddin Faiz dan beliau mengutip dari Syaikh Abdus Samad, belajar tasawuf itu ada tingkatan-tingkatannya. Namun bagi kaum muslimin di zaman sekarang tentunya tidak mudah jika ingin belajar tasawuf.

Bagi seorang muslim yang hendak mempelajari tasawuf, maka hendaknya ada mursyid atau guru yang benar-benar menguasai ilmu tasawuf tersebut. Sehingga, dapat membimbing dan mengarahkan dengan baik. Benar, belajar tasawuf itu harus penuh kesabaran, maka alangkah baiknya jika kita terlebih dahulu mengerti tingkatan-tingkatan tasawuf.

Tingkatan Pertama (Mubtadi)

Dijelaskan dalam kitab Sairus Salikin level pertama yakni Mubtadi. Ini adalah tahap bagi orang yang masih mudah tergoda oleh hawa nafsu meskipun sudah niat akan membersihkan diri. Pada mulanya, orang-orang mubtadi ini memulai dengan membersihkan hati (tazkiyatun nafs).

Ada banyak kitab yang membahas tentang cara-cara membersihkan diri dari maksiat seperti kitabnya Imam Ghazali yakni Bidayatul Hidayah, Minhajul Abidin, Arbain Fi Ushuliddin.

Tujuan dari pembersihan diri (tazkiyatun nafs) yakni agar terhindar dari banyaknya dosa dan agar tidak marah-marah. Syaikh Abdus Shamad mengatakan bahwa kita tetap membutuhkan landasan-landasan dasar di level mubtadi meski sudah mencapai tingkatan tertinggi dalam mempelajari ilmu tasawuf.

Tingkatan Kedua (Muttawasith)

Di tingkatan kedua yaitu muttawasith, dimana orang-orang muttawasith ini orang yang ada dipertengahan jalan suluk. Kalau dalam bahasanya Syaikh Abdus Shamad, adapun martabat yang kedua maka itu ilmu tasawuf yang sangat bermanfaat bagi golongan muttawasith. Mereka mempunyai hati yang telah sampai suluknya itu kepada pertengahan jalan ilmu tarekat.

Baca Juga  Skeptisme Al-Ghazali untuk Menemukan Kebenaran yang Hakiki

Pada tingkatan muttawasith ini telah dibukakan Allah dengan barokah suluknya dengan berkat-Nya ia membanyakan aurat atau dzikir kepada Allah itu akan hatinya dengan nur iman dan ain taqwa.

Jadi, tingkatan muttawasith ini sudah melakukan suluk dan berada di tengah perjalanan. Di antara ciri-cirinya mereka selalu disibukan berzikir kepada Allah, alhasil mereka dipenuhi oleh nur iman (cahaya keimanan) dan ain taqwa (ketakwaan).

Menurut Dr. Fahruddin Faiz di tingkatan muttawasith ini kitab-kitab tasawuf yang dipelajari antara lain kitab karyanya Syaikh Ibnu Atha’illah as-Sakandari seperti kitab Al-Hikam, At-Tanwir, At-Tanwir fi isqathit tadbir, Lathoiful Minan dll. Syaikh Abdus Shamad mengatakan bahwa kitab Al-Hikam ini cocok untuk tingkatan muttawasith yakni orang yang sedang menempuh perjalanan suluk.

Tingkatan Ketiga (Muntahi)

Nah untuk ditingkatan ketiga ini merupakan tingkatan puncak atau level yang paling tinggi yakni para khowasul khowas. Adapun martabat yang ketiga maka ilmu tasawuf yang dipelajari ini sangatlah memberikan manfaat bagi muntahi yaitu orang yang telah sampai mengetahui ilmu hakikat. Merekalah orang-orang arifin yang mempunyai ruh yang telah dibukakan oleh Allah terhadap hati mereka.

Dr. Fahrudin Faiz mengatakan bahwa orang-orang yang telah sampai di tahap ini akan diberi oleh Allah yakni ilmu laduni dan dengan dia ma’rifah akan Allah dengan ainul yakin serta haqul yakin.

Dalam kitab Sairus Salikin tingkatan khowasul khowas ini sudah sampai akhir perjalanan dan sudah ketemu puncaknya suluk. Mereka telah sampai kepada haqul yaqin dan bersentuhan secara langsung dengan ilmu hakikat serta ilmu laduni.

Di tingkatan atau level muntahi ini banyak juga kitab-kitab yang akan menjadi pegangan misalnya karya-karya Ibnu Arabi, fushush hikam, Futuhat Makkiyah, karya-karyanya Abdul Karim Al-Jili yakni Insan Kamil, Misykatul Anwar karya Imam Ghazali dan juga bisa karya dari berbagai sufi nusantara seperti Syaikh Hamzah Fansuri atau Syaikh Syamsuddin as Sumatrani.

Baca Juga  Masihkah Sufisme Relevan Bagi Masyarakat Modern?

Inilah proses perjalanan tingkatan-tingkatan Ilmu Tasawuf menurut Dr. Faruddin Faiz yang akan dijalani bagi mereka yang mempelajarinya. Tentunya ilmu tasawuf ini tidak mudah untuk dipelajari, kita harus memiliki kesabaran yang luas akan ilmu tasawuf ini.

Terlebih juga seorang muslim harus memperkuat syariat maupun fiqhnya dahulu sebelum terjun ke ilmu tasawuf. Seperti kata Imam Malik dahulu barang siapa mengkaji ilmu tasawuf dan tiada mengkaji ilmu fiqh maka sesungguhnya jadi zindiq.   

Semoga bermanfaat bagi semuanya terlebih ini tak lepas dari taufiq Allah semata.

Editor: Yahya FR

Shaka Wijaya
1 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Ampel
Articles
Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds