Fikih

Hakikat Pernikahan dalam Islam

5 Mins read

Pernikahan menurut  Duvall dan Miller yaitu: “Marriage is a social recognized relationship between a man and a woman that provides for sexual relation, legitimized childbearing and establishing a division of labour between spouses”. (Pernikahan dikenali sebagai hubungan antara pria dan wanita yang memberikan hubungan seksual, keturunan, dan membagi peran antar suami istri). Lalu bagaimanakah hakikat pernikahan dalam Islam?

Hakikat Pernikahan dalam Islam

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1947 “pernikahan ialah ikatan batin antara laki-laki dan perempuan senagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut Regan dkk, pernikahan ialah ikatan atau komitmen emosional dan legal antara seorang laik-laki dan perempuan yang terjalin dalam waktu yang panjang dan melibatkan aspek ekonomi, sosial, tanggung jawab pasangan, kedekatan fisik, dan hubungan seksual.

Menurut Stinnet seseorang melakukan pernikahan dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, di antaranya: Pertama, Komitmen. Pernikahan merupakan suatu simbol komitmen, dengan melakukan suatu pernikahan seseorang ingin menunjukkan komitmen akan sebuah hubungan yang nereka jalani kepada pasangannya.

Kedua, One-toone relationship. Dengan adanya hubungan pernikahan seorang individu dapat memberikan afeksi dan rasa hormat kepada pasangannya. Ketiga, Companionship and Sharing. tujuan dari pernikahan ialah untuk saling berbagi dengan pasangannya, hal ini diniatkan untuk mengatasi segala rasa sepi dengan pasangannya.

Keempat, Love. Mayoritas dari tujuan utama sebuah pernikahan ialah untuk mewujudkan rasa cinta dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar tentang cinta. Kelima, Kebahagiaan. Seseorang melakukan suatu pernikahan dengan alasan untu mencapai kebahagiaan. Keenam, Legitimasi Hubungan Seks dan Anak. Pernikahan memberikan status yang legal dalam sebuah hubungan seksual yang pada akhirnya akan memperoleh keturunan.

Fungsi Pernikahan

Selain latar belakang dari dilakukannya suatu pernikahan. Perlu diketahui fungsi dari sebuah pernikahan. Menurut Duvall dan Miller setidaknya terdapat enam fungsi penting dari dilakukannya sebuah pernikahan, antara lain: Menumbuhkan dan memelihara rasa cinta dan kasih sayang. Idealnya sebuah pernikahan dapat memberikan rasa cinta dan kasih sayang, baik antara suami-istri maupun orang tua dengan anak.

Menyediakan rasa aman dan penerimaan. Kebanyakan seseorang dapat mencari rasa aman karena adanya perlindungan. Serta adanya rasa penerimaan karena adanya sikap saling melengkapi antara suami dan istri. Memberikan kepuasan dan tujuan. Ketidakpuasan dapat diatasi dengan kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama. Serta dengan adanya sebuah pernikahan dua individu yang awalnya sau dituntut untuk memiliki tujuan yang sama dalam kehidupan rumah tangganya.

Baca Juga  Bagaimana Islam Memandang Waria?

Menjamin kebersamaan secara terus-menerus. Dengan adanya tali pernikahan rasa kebersamaan diharapkan akan terus menghiasi tiap anggota keluarga. Memberikan status sosial dan kesempatan sosialisasi. Dengan adanya pernikahan seorang individu perempuan yang menikah dengan individu laki-laki akan berubah status menjadi istri dan suami. Apabila kedua mempunyai anak status tersebut akan berubah lagi menjadi istri dan ibu begitu juga sebaliknya si laki-laki akan berubah statusnya menjadi suami dan ayah. Dimana dengan adanya status tersebut keduanya akan bersosialisasi sasuai dengan statusnya masing-masing.

Memberikan pengawasan dan pengajaran. Sebuah pernikahan dapat dijadikan sebagai lahan pengajaran maupun pengawasan antara masing-masing anggota keluarga. Karena masing-masing anggota memiliki peran dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan sikap pengawasan dari anggota keluarga yang lain, dan dari proses tersebut akan berlangsungnya proses pembelajaran.

Mewujudkan Pernikahan Sakinah

Kemudian, selanjutnya yang perlu kita ketahui ialah bagaimana cara untuk mewujudkan pernikahan yang sakinah. Berikut ialah kiat-kiat pernikahan dalam Islam yang dapat kita lakukan untuk mencapai pernikahan yang sakinah. Pertama, memilih kriteria calon suami atau istri yang tepat. Kriteria calon suami-istri yang tepat bisa kita lihat dari kesalehan masing-masing, berasal dari keturunan yang baik-baik, santun dalam bertutur kata, dan berakhlak karimah.

Dalam al-Quran sendiri Allah telah menjanjikan kepada hambanya bahwa lelaki yang saleh dengan perempuan yang salihah. Hal ini seperti yang telah disebutkan dalam surat an-Nur: 26 “dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).”

Kedua, berusaha selalu menumbuhkan rasa mawaddah dan rahmah. Mawaddah ialah jenis cinta yang membara dan menggebu-gebu, dan rahmah ialah cinta yang lembut, siap berkorban dan melindungi kepada yang dicintai. Anjuran untuk senantiasa menumbuhkan rasa mawaddah dan rahmah ini telah Allah singgung dalam surat ar-Rum: 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”

Ketiga, saling memahami antara suami-istri. Seorang suami harus mengetahui dan memahami istrinya, begitu pula sebaliknya. Hal mendasar yang harus diketahui oleh suami-istri ialah latar belakang pribadi masing-masing yang nantinya akan menjadi dasar dalam menjalin komunikasi. Berikut ialah beberapa poin hang harus di ketahui dan dipahami oleh suami-istri ialah: perjalanan hidup masing-masing, adat istiadat daerah masing-masing, kebiasaan masing-masing, hobi dan selera masing-masing, pendidikan, dan yang tidak kalah penting ialah sebagai seorang suami-istri kita harus memahami karakter masing-masing.

Baca Juga  Maraknya Stigma Kapitalisme Monopoli, Bagaimana Tanggapan Hukum Islam?

***

Keempat, saling menerima dan menghargai. Seorang suami-istri harus saling menerima dan menghargai kekurangan dan kelebihan dari pasangannya. Apabila ada suatu hal yang harus diputuskan sedangkan keputusan dari keduanya berbeda, maka baik suami maupun istri tidak bisa memaksakan kehendak masing-masing. Melainkan keduanya harus bermusyawarah untuk memutuskan jalan tengah yang terbaik. Sikap saling menerima dan menghargai ini tidak hanya wajid bagi suami-istri saja. Melainkan wajid juga diberlakukan bagi kedua kelaurga masing-masing. Seorang suami harus menerima dan menghargai keluarga dari istri, begitu juga sebaliknya.

Kelima, saling mempercayai. Seorang istri harus percaya kepada suami, begitu pula bagi istri harus percaya kepada suami. Saling percaya terhadap pasangan merupakan sesuatu yang sangat penting, karena apabila masing-masing dari keduanya tidak saling percaya maka akan mudah bagi setan untuk melakukan tipu daya. Tipu daya syetan dapat dirasakan dengan selalu berburuk sangka dan timbulnya perasaan was-was baik kepada suami maupun istri apabila keduanya sedang beraktivitas di luar rumah.

Keenam, suami-istri harus menjalankan kewajibannya masing-masing. Sebagaimana prinsip pernikahan dalam Islam yang telah disebutkan dalam surat an-Nisa: 34

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Hubungan Saling Membutuhkan dan Melengkapi

Dalam hubungan pernikahan, baik suami maupun istri keduanya memiliki kewajiban masing-masing yang harus ditunaikan. Seorang suami memiliki peran menjadi pemimpin atas istrinya dan berkewajiban untuk menafkahi istri baik secara lahir maupun batin.

Baca Juga  Hukum Menikahi Perempuan Hamil Akibat Zina

Sebagai seorang pemimpin suami harus bertanggungjawab kepada istrinya, membimbingnya dalam ketaatan kepada syariat, serta menjamin perlindungan dan keselamatan atasnya. Seorang istri memiliki kewajiban untuk taat dan patuh kepada suami sesuai dengan syariat, mendidik anak (meski mendidik anak bukan hanya menjadi tugas bagi istri, namun istri adalah madrasah pertama bagi sang anak.

Untuk hal mendidik anak, istri harus memiliki ilmu yang cukup dan terus belajar untuk meningkatkan kemampuannya), serta kewajiban lain bagi istri ialah menjaga kehormatan diri dan suaminya. Contoh dari sikap istri yang taat dan menjaga kehormatan ialah memakai jilbab dan tidak tabarruj dalam berhias, tidak menerima tamu lawan jenis apabila suami tidak ada di rumah, serta tidak menghambur-hamburkan harta suami (membelanjakan harta hanya untuk keperluan dan dengan izin suami).

Hubungan antara suami-istri merupakan hubungan yang saling membutuhkan, maka antara suami maupun istri harus saling melengkapi. Ungkapan tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran surat al-Baqarah: 187 “…mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka…”. Pernikahan merupakan tujuan untuk mencapai kebahagiaan dan menunaikan syariat yang di dalamnya penuh dengan tantangan dan ujian yang harus dihadapi dengan penuh kesabaran dan keridhoan.

Editor: Nabhan

9 posts

About author
Aida Ayu Lestari, mahasiswa jurusan ilmu al Quran dan tafsir asal Blimbing-Paciran-Lamongan
Articles
Related posts
Fikih

Hukum Memakai Kawat Gigi dalam Islam

3 Mins read
Memakai kawat gigi atau behel adalah proses merapikan gigi dengan bantuan kawat yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Biasanya, behel digunakan…
Fikih

Hukum Musik Menurut Yusuf al-Qaradawi

4 Mins read
Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh polemik besar mengenai hukum musik dalam Islam. Berawal yang perbedaan pendapat antara dua ustadz ternama tanah…
Fikih

Hukum Isbal Tidak Mutlak Haram!

3 Mins read
Gaya berpakaian generasi muda dewasa ini semakin tidak teratur. Sebagian bertaqlid kepada trend barat yang bertujuan pamer bentuk sekaligus kemolekan tubuh, fenomena…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds