Perspektif

Rekam Jejak para Pemimpin Perempuan di Beberapa Bidang

4 Mins read

Eksistensi perempuan pada abad 21 kini secara sederhana posisinya mulai terlihat jelas dalam pengambilan kebijakan dalam ranah publik maupun domestik.

Meski dalam sejarahnya, perempuan pada zaman Pra-Islam dianggap sebagai makhluk yang tidak memiliki hak dan dianggap sebagai budak kaum laki-laki. Atas anggapan itu, budaya dan kebiasaan pada masa itu belum sepenuhnya hilang hingga saat ini.

Kebiasaan itu meluas dengan istilah ketidakadilan gender. Mansour dalam bukunya yang berjudul, Analisis Gender dan Transformasi Sosial menyebutkan terdapat lima bentuk ketidakadilan gender, yaitu: 1) Violence, yakni kekerasan dalam kehidupan sosial, 2) Marginalisasi, yaitu pemiskinan perempuan kehidupan ekonomi, 3) Stereo type, yaitu pelabelan negatif dalam kehidupan budaya, 4) Double burden, yaitu beban berganda dalam kehidupan keluarga, dan 5) Subordinasi, yaitu penomorduaan dalam kehidupan politik.

Dari kelima bentuk ketidakadilan gender tersebut, terdapat satu bentuk yang kerap kali kita temui yaitu Subordinasi. Penomorduaan dalam kehidupan politik, dalam hal ini perempuan kerap terhalangi untuk menjadi pemimpin karena adanya narasi-narasi ajaran agama yang menganggap bahwa sebaik-baik pemimpin adalah laki-laki.

Jika hal itu benar adanya maka perempuan harus lebih ekstra dalam memperjuangkan dan meyakinkan tokoh-tokoh agama saat ingin menjadi seorang pemimpin.

Dalam konteks perempuan berkemajuan, hal-hal yang perlu disadari bersama adalah pola pikir dan kondisi perempuan yang haruslah maju. Perempuan harus mampu maju dalam segala aspek tanpa mengalami diskriminasi, sehingga jangan lagi ada yang membedakan laki-laki dan perempuan dalam konteks paradigma yang liar.

Dalam sejarah perkembangan Islam, kepemiminan perempuan memiliki andil yang penting. Di mana, pada masa Pra-Islam perempuan harus memiliki mental sekuat baja karena hidup dalam lingkungan patriarki.

Historitas Pemimpin Perempuan dalam Islam

Pemimpin-perempuan pada zaman-zaman awal lahirnya Islam hadir dalam berbagai bidang. Kita jangan mau ikut arus dalam deretan manusia yang buta akan sejarah besar tersebut. Saat ini, banyak pemantik yang menampilkan perempuan dari segi ketaatan dan kesetian terhadap laki-laki dalam penyebaran Islam.

Baca Juga  Ibnu Sina dan Eksperimen Manusia Melayang

Sejalan dengan Lies Marcoes, seorang aktivis gender yang dalam bukunya Maqashid Al-Islam: Konsep Perlindungan Manusia dalam Perspektif Islam mengatakan bahwa cerita-cerita tetang pemimpin perempuan di masa Rasullullah seakan-akan hilang dan tergantikan dengan narasi-narasi bahwa perempuan ditempatkan pada ranah domestik.

Kita mulai dari bidang ekonomi. Sejarah mencatat bahwa Istri Nabi Muhammad yaitu Khadijah Al- Kubra menjadi saudagar kaya. Bahkan sebelum menikah dengan Nabi, Khadijah sudah terkenal menjadi pengusaha perempuan yang sukses yang dermawan. Kepemimpinan dan sosok Khadijah kini dijadikan simbol kemajuan perempuan muslim dalam bidang ekonomi, lebih khususnya pengusaha.

Kita lanjutkan dengan bidang politik. Siapa yang tak kenal dengan Ratu Balqis? Sosok perempuan yang memiliki pengaruh besar dalam dunia politik pada kenabian. Kecerdasan dan kemampuan dalam mempertimbangkan sesuatu membuatnya berdaulat sepenuhnya pada puncak pemerintahannya.

Dalam sejarah Islam, tercatat Balqis dari Negeri Saba’ sebagai perempuan pertama yang memimpin sebuah kerajaan. Negeri Saba’adalah dataran yang megah, wilayahnya saat ini dari Yaman hingga Ethiopia.

Kemudian di bidang pendidikan, sebelum kita mengenal universitas atau perguruan tinggi yang saat ini kita sudah bisa menikmati kehadiranya. Pada tahun 2017, Al-Qurrawiyin diakui oleh UNESCO (United Nations Educational Scietific and Cultural Organization) sebagai universitas pertama dan tertua di dunia.

Al-Qurrawiyin sendiri dulunya merupakan sebuah masjid. Di mana, masjid itu dibangun dan didesain oleh Fatimah Al-Fihri. Fatimah pada abad 8 M hingga 15 M dikenal sebagai pendiri lembaga pendidikan muslim terbesar di Arab dan Afrika Utara.

Atas pemikiran Fatimah yang berkemajuan saat itu, Masjid Al-Qurrawiyin tidak hanya digunakan untuk beribadah, namun juga dijadikan sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan dan agama.

Pemimpin Perempuan Pribumi pada Masa Kerajaan Tradisional

Dalam konsep perempuan berkemajuan, sebetulnya penduduk pribumi pada masa kerajaan tradisional secara tidak sadar telah menerapkannya. Arkeolog Titi Surti Nastiti dalam bukunya berjudul Perempuan Jawa: Kedudukan dan Peranannya dalam Masyarakat Abad VIII-XV menceritakan bahwa perempuan pada abad ke 8 sudah memiliki peran dan juga kesempatan yang sama dengan laki-laki. Kesempatan yang diberikan juga dalam beberapa bidang.

Baca Juga  Kekerasan dalam Pacaran: Penyebab dan Solusi

Kita mulai dari kepemimpinan Kerajaan Majapahit. Sebelum Hayam Wuruk memimpin, ada Tribhuwana Wijayatunggadewi yang memimpin kerajaan tersebut selama 22 tahun.

Tribhuwana memiliki gelar maharaja dengan nama Abhiseka atau pelindung semua agama. Tak salah jika masa-masa keemasan kepemimpinan perempuan terjadi pada masa kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

Bergeser ke Jawa Tengah, terdapat kerajaan Kalingga yang dipimpin oleh Ratu Shima. Ratu Shima dikenal sebagai pemimpin perempuan yang tegas dan jujur. Sifat-sifatnya dalam memimpin rakyatnya terdengar hingga ke negeri lain. Di bawah kepemimpinannya, kerajaan Kalingga menjadi kerajaan Hindu yang jejaknya diakui terbesar di Jawa.

Kepemimpinan Muslimah di Nusantara

Serambi Mekkah adalah sebutan yang menggambarkan Aceh pernah menjadi pusat peradaban keilmuan di Asia Tenggara. Dalam sejarahnya, kesultanan Aceh pada masa itu kehilangan sultannya.

Yaitu, Sultan Iskandar Tsani, dan tidak meninggalkan penerus tahta. Perdebatan sempat terjadi dan akhirnya tercetuslah nama Sri Putri Alam untuk menggantikan ayahnya dalam memimpin kesultanan Aceh.

Singkat cerita, sepeninggalan Sri Putri Alam, Aceh masih dipimpin oleh ketiga putri dari keturunannya. Dari sini, kesultanan Aceh mencatat sepak terjang kepemimpinan kesultanan Aceh dipimpin oleh seorang perempuan dan menghilangkan stigma bahwa perempuan tidak hanya pada ranah domestik, namun juga dapat bekerja di ranah publik khususnya dalam hal ini adalah pemerintahan.

Ratusan tahun telah berlalu dan semangat perempuan dalam berjuang menegakkan hak tidak pudar. ‘Aisyiyah salah satu organisasi otonom milik Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1917 mengawali perjuangannya dalam bidang Pendidikan.

Di mana, di masa itu Pendidikan bagi perempuan sulit didapatkan karena terisolasi dari informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan. Tak heran, jika di usianya yang sudah satu abad ini,  ‘Aisyiyah terus mendorong pandangan perempuan dengan Islam yang kemajuan.

Baca Juga  Memilih Pemimpin yang Pro Rakyat: Belajar dari Sosok Abu Bakar

Perempuan Berkemajuan

Sejarah panjang tentang eksistensi perempuan dalam memimpin tidak perlu diragukan lagi. Semua jelas tercatat dalam sejarah sebagai pedoman kita para perempuan untuk terus berpikiran rasional dan revolusioner.

Agama Islam hadir untuk mengangkat derajat Perempuan, jangan mencoba membalikkan fakta sejarah tentang mengatasnamankan agama. Anggapan tentang perempuan adalah Kanca Wiking adalah sebuah kesalahan dan kemunculannya disebabkan kurang pemahaman masyarakat tentang ajaran Islam yang murni.

Karenanya, muncul asumsi-asumsi bahwa norma agama dianggap sebagai penghalang dari kemajuan. Atas nama agama, lagi-lagi agama harus disalahkan karena melegitimasi budaya patriarki di masyarakat.

Hal-hal inilah yang masih kuat dipercayai oleh masyarakat luas bahawa posisi perempuan berada di bawah laki-laki. ‘Aisyiyah hadir untuk menunjukkan Islam sebagai agama yang berkemajuan serta ajaran yang membebaskan.

Dalam konsep perempuan berkemajuan, perempuan-perempuan Muhammadiyah harus mampu mengambil peran dalam segala bidang untuk berdakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar bersama dengan dengan laki-laki.

Avatar
2 posts

About author
Ketua Departeman Dakwah PCNA Lowokwaru
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds