Apa itu iman? Sebagai awalan mengulas amal-amal yang teraktualisasi dari konsep-konsep yang ada di dalam Al-Quran, mari renungi kalimat ini, “Bukan soal kita paham tentang bagaimana kita beriman, tapi bagaimana kita paham mengawali keberimanan.”
Apa Itu Iman dan Bagaimana Cara Beriman?
Ada banyak ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang konsep iman pun sama halnya dalam hadits. Hal yang paling mudah dalam memahami iman, bahwa “percaya” pada Allah dan segala bentuk ciptaannya baik yang gaib dan yang tampak. Namun, ternyata percaya saja tidak cukup untuk membentuk secara sempurna tentang memahami hakikat iman. Ambil contoh dalam sebuah hadits menyoal iman dalam Arba’in an-Nawawi, bahwa;
فَأَخْبِرِنِي عَنِ الإِيْمَانِ! قَالَ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلاِئِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَومِ الآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّه
Artinya : “…kabarkan kepadaku tentang iman.’ Beliau menjawab, ‘Kanu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada Qadar, baik dan buruknya…”
Melihat hadits di atas, maka sesungguhnya sudah cukup bagi kita untuk memahami apa itu iman dan sudah menjelaskan apa itu “percaya”. Lalu kemudian timbul pertanyaan, bagaimana caranya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat, Rasul-rasul, hari akhir dan qadar-Nya? Maka hal inilah yang menjadi pokok bahasan tulisan ini.
Kemudian ada sebuah jawaban mengenai cara beriman, bisa ditemukan dalam QS. Al-Alaq: 1, QS. Al-Hajj: 62, kemudian ada pada QS. Al-A’raf: 54, kemudian QS. Asy-Syura: 11, kemudian QS. Al-Anbiya: 52, kemudian QS. Al-Ikhlas: 1-5 dan masih banyak lagi.
QS. Al-Alaq: 1;
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّكَ الَّذِىۡ خَلَق
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,”
Yang menjadi judul besar dari Al-Alaq ayat satu ini adalah “biismirabbik” artinya segala sesuatu atas nama Allah, artinya secara implisit ketika mengerjakan segala sesuatu atas nama Allah itulah iman.
Kemudian, QS. Al-Hajj: 62;
ذٰ لِكَ بِاَنَّ اللّٰهَ هُوَ الۡحَـقُّ وَاَنَّ مَا يَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِه هُوَ الۡبَاطِلُ وَاَنَّ اللّٰهَ هُوَ الۡعَلِىُّ الۡكَبِيۡرُ
Artinya : “Demikianlah (kebesaran Allah) karena Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak. Dan apa saja yang mereka seru selain Dia, itulah yang batil, dan sungguh Allah, Dialah Yang Mahatinggi, Mahabesar.”
Dalam pendekatan tafsir, ayat ini menggambarkan kekuasaan Allah SWT, tentang bagaimana bumi ini bergerak, tentang pergantian siang dan malam dan lainnya, Dialah Tuhan yang Hak sehingga hanya Dia yang berhak disembah. Dan sungguh apa saja yang mereka seru selain Dia yang dianggap tuhan dan disembah, itulah tuhan dan persembahan yang batil, salah, sesat, dan jauh dari kebenaran; dan sungguh Allah, Dialah Yang Mahatinggi dari semua tuhan-tuhan yang dianggap tinggi oleh manusia; Mahabesar, kekuasaan-Nya atas segala sesuatu.”
Iman: Pembatas antara yang Hak dan Batil
Maka secara sederhana, iman adalah pembatas antara hak dan batil, antara baik dan buruk serta benar dan salah, dalam ayat di atas sangat menjelaskan sekali bagaiamana cara kita beriman, dengan kita melihat kekuasaan-Nya maka cukuplah takut kita untuk mengimani Allah SWT, dengan menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, mengerjakan kebaikan sesuai tuntunan Al-Quran dan Hadits, dan itulah sejatinya aktualisasi dari iman.
Kemudian ayat berikutnya, QS. Al-A’raf: 54;
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰى عَلَى الۡعَرۡشِ يُغۡشِى الَّيۡلَ النَّهَارَ يَطۡلُبُهٗ حَثِيۡثًا ۙ وَّالشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ وَالنُّجُوۡمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمۡرِه ؕ اَلَا لَـهُ الۡخَـلۡقُ وَالۡاَمۡرُ ؕ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الۡعٰلَمِيۡنَ
Artinya : “Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam.”
Sama halnya dengan ayat sebelumnya, pada ayat ini juga menyerukan tentang kebesaran Allah SWT. Sehingga, kita selaku ciptaan-Nya hendaknya memahami bagaimana cara menyikapi kebesaran-Nya itu, dengan memperbaiki sholat, memeperbaiki zakat, kemudian berpuasa dan hal lainnya merupakan implementasi keberimanan kepada Allah SWT. Dalam kitab tafsir Jalalain, dijelaskan maksud dari ayat ini;
“Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,” yakni enam hari dari hari-hari dunia, yaitu seukuran itu, karena saat itu belum ada matahari. Andai berkehendak, tentu Allah menciptakan langit dan bumi dalam sekejap, namun Allah tidak menghendaki seperti itu untuk memberikan pelajaran kepada makhluk agar selalu mengoreksi kebenaran segala sesuatu.
“Lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy.” Menurut bahasa, Arsy adalah singgasana raja. Yakmi bersemayam yang patut bagi-Nya. “Dia menutupkan malam kepada siang,” (يغشي) bisa dibaca yughsyi tanpa tasydid ataupun yughasysyi dengan tasydid, yaitu menutup salah satunya dengan yang lain.
“Yang mengikutinya,” yakni satu sama lain saling mengikuti, “Dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang,” dibaca manshub di-atahf-kan kepada (السماوات) atau marfu’ sebagai mubtada’, khabar-nya.
“Tunduk kepada perintah-Nya,” yakni kuasa-Nya. “Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan,” semuanya, “menjadi hak-Nya. Mahasuci,” Maha Agung, “Allah, Tuhan,” pemilik, “seluruh alam.”
***
Bisa kita baca bersama penafsiran dari Imam Al-Mahalli dan Imam As-Suyuthi tentang ayat ini. Pada intinya, bahwa cara beriman adalah kita melaksanakan aturan yang sudah ditentukan oleh Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Pada kesimpulannya, mengawali keberimanan itu adalah dengan “percaya” kemudian baru melaksanakan apa hakikat keberimanan itu yakni melaksanakan (mengamankan) aturan Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Editor: Nabhan