IBTimes.ID – Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut bahwa manusia adalah aktor utama di balik kerusakan atau kelestarian bumi. Pandangan dan cara berpikir manusia menentukan kondisi bumi dan alam semesta.
Hal tersebut ia sampaikan dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah yang berpusat di Universitas Muhammadiyah Pontianak, Sabtu (9/4).
Dilansir dari laman resmi PP Muhammadiyah, ia menjelaskan bahwa Alquran setidaknya memuat tiga macam paradigma yang dimiliki manusia dalam memperlakukan bumi dan alam semesta.
Pertama, adalah paradigma kekhalifahan. Manusia diamanati tugas oleh Allah Swt untuk menjalankan fungsi kekhalifahan atau wakil Allah di muka bumi, yaitu memakmurkan bumi dan melawan kerusakan.
Alquran menjelaskan hal ini dalam Alquran ayat ke-30. Ayat tersebut berisi gambaran dua sisi. Bahwa manusia bisa jadi pembangun, tapi juga bisa menjadi perusak. Fungsi kekhalifahan adalah menghilangkan sisi merusak sehingga menjadi manusia pembangun. Alquran mempertegas ayat di atas dengan Surat Hud ayat ke-61.
“Memakmurkan itu membikin sesuatu mengolahnya menjadi baik dan dalam takaran yang seksama, tidak berlebihan, tidak eskploitatif. Sebab ada yang mengelola tapi mengeksploitasi demi keuntungan yang sebesar-besarnya dan itu hasrat manusia yang primitif yang alamiah,” kata Haedar.
Menurut Haedar, manusia diperintahkan untuk selalu memiliki spirit tauhid agar tidak rakus. Mereka yang memiliki tauhid kuat akan bersikap rendah hati dan ingin selalu menjaga alam ciptaannya dan tidak merusak.
Kedua, paradigma fasadah atau merusak. Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat tersebut mengutip Alquran Surat Ar-Rum ayat ke-41 dan ke-42.
“Manusia kalau sudah merasa digdaya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan kekuasaan, jika dia tidak punya kontrol teologis keagamaan dan spiritualitas yang tinggi, dia akan menuruti hawa nafsunya yang berlebihan dalam mengeksploitasi alam,” jelas Haedar.
Ketika seseorang terlalu bergelimang dengan harta kekuasaan dan segala pesona dunia, imbuh Haedar, ia bisa jadi berbelok arah menjadi manusia yang israf, rakus karena dorongan dari nafsu.
Ketiga, paradigma nifak atau hipokrit. Alquran menyebut hal ini dalam Surat Al-Baqarah ayat ke-11. Mereka merasa sedang melakukan perbaikan atau pembangunan dengan susunan dan landasan teori yang kuat, padahal sejatinya merusak.
“Maka kita harus menjadikan kekhalifahan itu di lingkungan kita berada, agar jangan menjadi fasad, perusak di muka bumi dan jangan nifak atas nama membangun akhirnya merusak,” tuturnya.
Ia menyentil pembangunan kota-kota megah sebagai ambisi berlebihan dari pengambil kebijakan. Menurutnya, ambisi ini hanya akan menghasilkan kerusakan alam dan lingkungan. Lebih jauh, bahkan ambisi pembangunan pemerintah dapat menjadi ancaman bagi bumi.
“Tapi rumah ini tidak bisa kita rawat bersama karena ambisi-ambisi berlebihan dari para pengambil keputusan ingin membangun legacy,” imbuhnya.
Dalam hal itu, ia berpesan agar Muhammadiyah sebagai gerakan amar makruf nahi munkar dan tajdid yang membawa nilai-nilai luhur Islam dengan keadaban tinggi tetap rendah hati dan tidak merasa sebagai pemilik kebenaran tunggal.
“Merasa sebagai pemilik kebenaran tunggal ini yang akan menjadikan arogan dalam berdakwah dan menyuarakan suara kebenaran. Kita tetap rendah hati karena di balik kehebatan kita sebagai manusia, selalu ada keterbatasan,” pungkasnya.
(Afandi/Yusuf)