Perspektif

Profil Alumni Ramadan, Seperti Apa?

6 Mins read

Ramadan adalah madrasah/sekolah yang mampu menempa dan mendidik para peserta didiknya untuk menjadi manusia-manusia tangguh. Baik secara jasmani maupun secara rohani.  Harapannya adalah setelah lulus kelak ia dapat menjadi alumni yang saleh sekaligus muslih. Sehingga, ia dapat memberi manfaat yang besar untuk dirinya sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat, negara, dan bangsanya.

Untuk bisa mengaktualisasikan para peran alumni Ramadan dalam kehidupan sehari hari, penting untuk dipahami terkait karakter dan profil seperti apa alumni madrasah Ramadan yang wajib dimiliki oleh setiap orang beriman yang telah selesai melaksanakan puasa.

Tujuan utama bagi setiap orang beriman yang menunaikan ibadah puasa adalah bagaimana menggapai derajat takwa. Untuk dapat menggapai gelar ini setiap insan mesti bersungguh-sungguh beribadah secara totalitas supaya gelar ini dapat diperoleh.

Gelar Muttaqin merupakan sebuah gelar yang istimewa yang Allah berikan kepada orang yang telah sukses dalam puasanya. Untuk dapat mengukur apakah setiap diri kita termasuk lulusan madrasah Ramadan yang dapat gelar Muttaqin atau tidak, maka ciri dan tanda orang-orang bertakwa mesti dapat dipahami dengan baik.

Profil Alumni Ramadan yang Muttaqin

Dalam Al-Qur’an cukup banyak ayat yang menggambarkan tanda dan profil seseorang yang masuk kategori Muttaqin, di antaranya adalah

Pertama, mendirikan salat. Perintah salat merupakan kewajiban bagi setiap manusia yang telah mengikrarkan diri sebagai seorang muslim. Ibadah ini merupakan ibadah yang spesial. Karena, perintah melaksanakannya cukup banyak di dalam Al-Qur’an dan berbagai hadis nabi. Salat juga merupakan oleh-oleh spesial yang di bawah langsung oleh Nabi Muhammad Saw ketika peristiwa isra dan mikraj.

Salat juga sebagai salah satu bagian penting ibadah dalam ajaran Islam yang mempunyai banyak nilai keistimewaan. Selain ia memiliki pesan hikmah dalam setiap gerakan dan rukunnya, secara umum juga salat memiliki pengaruh derastis terhadap perkembangan kepribadian seorang muslim.

Efek dari salat yang benar sesuai perintah salah satunya adalah dapat mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan yang keji dan munkar. Sebagai ayat di surah al Ankabut ayat 45:

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

***

Sehingga, bagi setiap insan yang telah melaksanakan salat dengan baik, maka ia telah memiliki pelindung diri untuk ia dapat terhindar dari berbagai perangai-perangai buruk yang dapat menghinakan dirinya.

Untuk itu, setiap alumni Ramadan dituntut untuk senantiasa tetap menjaga nilai dan pelajaran dalam salatnya selepas ia keluar dari bula suci Ramadan.

Baca Juga  Enam Fakta Unik Ramadhan di Hadhramaut

Efek positif salat yang dapat menghindarkan pelakunya dari perbuatan munkar dan sekaligus dapat menghasilkan manusia- manusia yang berkeribadian luhur dan beradab yang sangat dibutuhkan di era saat ini.

Prilaku kuruptif, culas, khianat, sombong, dan takabur merupakan sikap dan perangai buruk yang menjadi penyakit manusia yang dampaknya dapat merugikan diri dan sekitar. Bagi seorang yang telah merutinkan salatnya dan merenungi segala nilai pelajaran dalam setiap bacaan salatnya, ia akan dapat memiliki perisai yang dapat misahkan segala perbuatan haq dan bathil dalam kehidupannya.

***

Kedua, gemar bersedekah dan berinfaq. Profil kedua alumni madrasah Ramadan adalah ia senang ketika berbagi kepada sesame. Terutama kepada orang orang yang tidak mampu.

Para alumni madrasah Ramadan adalah mereka-mereka yang memiliki sifat sosial yang tinggi. Mereka menyadari bahwa semangat ibadah sosial di bulan Ramadan harus terus berlanjut. Sehingga, spirit bulan Ramadan terus terpatri dan terinspirasi sehingga dapat menjadi motivasi meskipun sudah bukan lagi di bulan yang suci.

Bagi alumni Ramadan, kegiatan bersedekah sudah menjadi kebutuhan. Sehingga, dalam kondisi bagaimana pun, ia tetap berusaha untuk bisa berbagi kepada sesama. Karena salah satu rumus bersedekah ialah tidak harus menunggu kaya ataupun melimpahnya rezeki. Bersedekah secara hakiki merupakan panggilan nurani yang lahir dari lubuk hati sehingga ikhlas untuk saling berbagi tanpa harus mengukur berapa jumlahnya rezeki.

Terkadang, kita jumpai begitu banyak orang yang secara lahiriyah memiliki uang yang banyak, kehidupan yang mewah dan harta yang melimpah, namun ia masih kesulitan dan merasa berat  untuk berbagai kepada sesama. Namun tidak sedikit juga kita temui orang-orang yang penghidupannya cukup sederhana, harta yang dimilikinya juga tidak terlalau banyak, tapi dia mampu dan ringan tangan untuk bersedekah dan saling berbagi.

Sehingga bisa ditarik pelajaran bahwa bukan jaminan dengan banyaknya harta akan menjadikan orang untuk mudah bersedekah, akan tetapai ukurannya adalah tergantung sejernihan hati dan rasa simpatinya kepada sesama.

Bahkan Nabi Muhammad Saw memberikan nasehat bahwa justru sedekah yang terbaik sebenarnya adalah bukan ketika kita sedang lapang dan memiliki harta yang banyak. Namun, sedekah yang terbaik adalah justru ketika kita sedang dalam kesulitan dan serba kekurangan.

Sebagaimana hadis dari Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin Hubsyi Al Khots’ami, bahwa Nabi Saw pernah ditanya sedekah mana yang paling afdhol. Jawab beliau:

جَهْدُ الْمُقِلِّ

“Sedekah dari orang yang serba kekurangan.” (HR. An-Nasai).

***

Ketiga, menahan amarah. Profil berikutnya sebagai sebagai alumni madrasah Ramadan adalah kemampuan dia  untuk menahan amarah dan mengelola emosi. Marah adalah salah satu sifat buruk yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungan.

Baca Juga  Teologi Al Ashr: Spirit Kaum Milenial

Dalam lingkungan keluarga, apabila seorang bapak sebagai pemimpin rumah tangga hobinya adalah marah, maka dia pasti tidak akan disenangi oleh anggota keluarga, istri, dan anak-anaknya.

Demikian pula istri yang pemarah, akan menjadi penyebab suaminya tidak dapat tenang tinggal berlama-lama di rumah. Suami yang memiliki istri pemarah, ia lebih cenderung merasa lebih tenang apabila berada di luar rumah.

Ketika ada suami maupun istri sudah merasa tidak betah tinggal di rumah akibat sering marahan dengan pasangannya, itu berarti akan menjadi pertanda awal petaka bagi setiap keluarga. Hal inilah yang terkadang menjadi jalan masuknya pihak ketiga yang sering merusak rumah tangga.

Munculnya WIL (Wanita Idaman Lain) maupun PIL (Pria Idaman Lain) terkadang akibat sang suami maupun istri sudah tidak lagi meraya nyaman dangan pasangannya yang berperangai pemarah.

Ketika di rumah dia lebih sering menerima bentakan dan hentakan, setiap kali ada masalah mesti ujungnya berakhir dengan saling cek cok dan saling bertangkar, sementara di saat yang sama dia menemukan sosok pasangan yang lebih dapat memberikan ia perhatian dan kesejukan.

Ibarat kata pepatah rumput tetangga lebih hijau, akibatnya perselingkuhan pun tidak dapat terelakkan. Dan Perselingkuhan dalam rumah tangga merupakan salahsatu penyebab utama terjadinya perceraian.

Begitu banyak mahligai rumah tangga harus runtuh hingga bercerai akibat sikap amarah dan emosi yang tidak dapat terkendalikan. Sebagai sebuah keluarga, menjadi hal lumrah apabila terjadi masalah di dalamnya tinggal bagaimana komunikasi yang efektif supaya dapat terselesaikan dengan baik.

***

Namun, terkadang masalah yang dihadapi sebenarnya hanya sepele dan dapat diselesaikan dengan dialog dan dengan kepala dingin. Akan tetapi semua saling mendahulukan ego dan emosi masing-masing, akibatnya yang terjadi hanya pertengkaran yang hanya menyebabkan masalah menjadi lebih besar dan lebih runyam.

Terkait larangan untuk tidak marah, Ada kisah menarik ketika Rasulullah Saw didatangi oleh salah seorang lelaki meminta untuk diberikan sebuah nasehat yang bermanfaat dalam kehidupan.

Nabi menjawab untuk jangan selalu marah, dan ketika si lelaki mengulagi lagi permintaannya, nabi pun menjawab dengan jawaban yang sama, seperti bunyi hadisnya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ

 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.” Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (selalu) menjawab, “Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhari)

Demikian pula di dalam lingkungan pendidikan, bagi seorang pendidik yang pemarah pasti juga tidak akan disenangi oleh murid-muridnya.

Baca Juga  Antara 11 dan 23 Rakaat Tarawih, Manakah yang Sesuai Contoh Nabi?

Suasana kelas akan menjadi tegang yang dapat menjadikan para murid sulit untuk konsentrasi menerima pelajaran. Pendidik yang pemarah sebenarnya sangat merugikan, karena akan merusak mental dan masa depan para peserta didik.

Selain itu pendidik yang sering marah akan menghambat peserta didik untuk dapat berprestasi, karena anak yang lahir dari didikan emosi cenderung tidak dapat mengembangkan potensi kecerdasan intelektual dan kreatifitasnya. Akhirnya yang muncul hanya para peserta didik yang bebal, keras, sulit diatur, dan bahkan cenderung brutal.

Begitupun dalam dunia kerja, pemimpin yang sering marahan kepada bawahan juga tidak dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Sementara dalam bekerja, salah satu unsur terpenting untuk dapat menghasilkan produktifitas kerja maksimal adalah dengan adanya lingkungan kerja yang sehat, menyejukkan dan menyenangkan.

***

Pemimpin, ketua, bos, juragan, atau apapun jenis namanya tetap tidak boleh semena-mena terhadap orang-orang yang ada di bawahnya. Umpatan, cacian, dan marahan merupakan sikap yang mesti dibuang jauh-jauh dalam dunia kerja.

Karena semua yang ada di dalamnya saling membutuhkan dan saling menopang satu dan lainnya. Pemimpin membutuhkan bawahan. Bawahan pun juga membutuhkan pemimpin. Agar, pekerjaan dapat terbagi secara proporsional hingga dapat terselesaikan dengan baik.

Ibarat sebuah tubuh, ada kepala, mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya. Semua bekerja dengan fungsi dan tugasnya masing-masing untuk mencapai tujuan. Tidak ada yang boleh saling menyalahkan dan tidak ada yang boleh merasa paling unggul sendiri. Kegagalan menjadi tanggungjawab bersama dan keberhasilan menjadi kesuksesan bersama.

Demikian pula dalam kehidupan masyarakat, betapa banyak kerugian materi bahkan jiwa melayang hanya karena ketidakmampuan menjaga dan menahan amarah. Terkadang, awalnya hanya senggolan dua anak muda justru membesar menjadi perkelahian kelompok kemudian meningkat menjadi perkelahian antar kampung. Pada akhirnya, yang terjadi adalah kerugian untuk semua.

Pada bulan Ramadan, para shoimin (orang yang berpuasa) dilatih untuk selalu bersabar dan manahan diri dari berbagai hal-hal yang dapat merusak nilai dan kualitas puasanya. Sehingga dengan latihan selama sebulan penuh, ilmu sabar, kemampuan untuk manahan amarah, mudah memaafkan dapat terinternalisasi dan berimplikasi dalam kehidupan sehari-sehari.

Kehidupan akan terasa lebih bermakna, penuh cinta, dan harmoni dengan saling mengasihi, tidak saling membenci, mudah memaafkan antar sesama dengan tidak saling mendahuluhkan ego dan emosi.

Tiga profil alumni Ramadan mesti kita miliki bersama selaku orang yang telah selesai berpuasa selama sebulan penuh. Menjadi tanggung jawab kepada kita semua untuk dapat mengimplementasikan profil ini dalam kehidupan sehari-hari. Dan kita memohon kepada Allah Swt semoga kita semua diberikan kekuatan, kesehatan, dan keistikamahan dalam menjalankannya.

Furqan Mawardi
17 posts

About author
Dosen Universitas Muhammadiyah Mamuju, Pengasuh Pondok MBS At-Tanwir Muhammadiyah Mamuju
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds