Falsafah

Filsafat Pendidikan Progresif Buya HAMKA

2 Mins read

Pendidikan Progresif | Siapa yang tidak mengenal Hamka. Semua ulama dan cendekiawan di seluruh Nusantara (tidak hanya di Indonesia) pasti mengenalnya. Nama aslinya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, seorang cendekiawan sekaligus ulama yang lahir di Maninjau Sumatera Barat, pada tanggal 17 Februari 1908. Hamka dikenal sebagai salah seorang tokoh aktivis Muhammadiyah di samping dikenal sebagai salah seorang tokoh aktivis Masyumi. Selain itu Hamka juga dikenal sebagai salah seorang tokoh ulama sekaligus sastrawan.

Akan tetapi dalam kehidupannya Hamka lebih dikenal sebagai seorang ulama sastrawan. Karena kebiasaannya dalam mengarang buku-buku, roman dan tulisan-tulisan yang bercorak keagamaan dan sosial dikemas dalam bahasa sastra yang penuh dengan nilai-nilai keindahan dan sastra khas melayu Sumatera Barat.

Karya-karya Hamka merupakan salah satu dari sekian banyak karya-karya yang sangat diminati oleh pembaca-pembacanya di seluruh Nusantara. Buku-bukunya selalu hampir terjual habis hingga mengalami beberapa kali cetak ulang. Karya-karyanya tidak hanya diminati di Indonesia, namun juga di Malaysia, Singapura, Brunai Darusalam, dan Thailand Selatan.

Karya-karya Hamka menjadi salah satu buku rujukan dalam bidang ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu sosial, serta rumpun ilmu yang lain. Termasuk di dalamnya ilmu tentang pendidikan. Baik itu yang tertulis secara langsung maupun yang secara makna mengandung nilai-nilai pendidikan.

Kita mengetahui bahwa pendidikan Islam adalah sebuah upaya sadar dan terencana dari seorang guru untuk berupaya menumbuh-kembangkan kemampuan jiwa-rasio dan raga secara sempurna sesuai dengan panduan syar‘i dari Al-Quran dan hadis serta teladan Nabi Muhammad, sehingga tercipta insan manusia yang sempurna untuk mampu menjalankan tugasnya sebagai khalīfah di muka bumi dan sekaligus sebagai abdullah.

Di dalam khazanah dunia pendidikan Islam dikenal istilah yang menunjukkan pengertian pendidikan Islam yaitu, ta‘līm, tarbiyah, dan ta’dīb. Ta‘līm adalah pendidikan dengan makna pengajaran (learning). Tarbiyah adalah pendidikan dengan makna memelihara dan mengayomi serta pelatihan (training). Sedangkan ta’dīb adalah makna pendidikan yang berkaitan dengan tatacara berperilaku dan berucap yang baik atau lebih dikenal dengan pendidikan moral atau karakter dalam rangka pembentukan individu yang bermartabat (understanding).

Baca Juga  Maqashid Syariah dari Al-Ghazali ke Syamsul Anwar

Sebuah Pendidikan Progresif

Menurut kaca mata penulis, Hamka melalui pemikiran, karya-karya, dan keteladanan sikap hidupnya, dapat menjadi salah seorang sosok yang sangat relevan dalam memberikan pengaruh terhadap pemikiran di masyarakat.

Selain itu khusus bagi dunia pendidikan di Indonesia, Hamka dengan ketokohan sebagai seorang ulama sekaligus ilmuwan diharapkan mampu memberikan peran pemikirannya dalam memberikan sumbangsih konsep pemikiran pendidikan Islam yang progresif, menggerakkan, dan menginspirasi.

Pendidikan dalam pandangan Hamka sebagaimana tercantum dalam buku Falsafah Hidup adalah sebuah upaya yang sungguh-sungguh untuk menyempurnakan potensi manusia meliputi jiwa dan raga. Pendidikan menjadi alat atau prasarana untuk mampu menyentuh hingga bagian yang paling dalam dari sisi kemanusiaan.

Bagian terdalam itu adalah jiwa sebagai pusat kendali diri. Jiwa dalam arti mencakup rasio & hati nurani. Kedua adalah raga atau fisik. Karena fisik adalah sebagai tempat bernaung bagi jiwa. Maka selanjutnya menurut Hamka untuk melakukan upaya pendidikan itu harus mencakup dua kegiatan utama yaitu berfikir dan bekerja.

Aktivitas berfikir akan menumbuhkan potensi nalar atau rasio. Kemudian dengan bekerja akan melatih manusia menjadi individu yang terampil dan mampu berperan di lingkungan pergaulan masyarakat. Aktivitas bekerja membuat hati semakin lapang dan fisikpun menjadi sehat. Karena secara sosiologis hakikat manusia adalah amal atau karya yang dapat diaktualisasikan di lingkungan masyarakat (kebermanfaatan).

Hamka memberikan satu isyarat bahwa pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang dapat hidup mandiri agar menjadi orang merdeka yang bebas memilih sesuai dengan kehendak akalnya (rasio) sehingga tidak dalam penguasaan orang lain atau terjajah. Terjajah secara pemikiran maupun secara fisik.

Secara lebih tajam, bahwa kebebasan memilih (free choice) itu bukan dalam arti bebas sebebas-bebasnya, melainkan kebebasan memilih sesuai dengan hakikat kecenderungan akal yang telah kaya ilmu dan pengetahuan setelah melalui aktivitas berfikir. Sehingga mampu memilih pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak Pencita yang diaktualisasikan melalui aktivitas bekerja (beramal).

Baca Juga  Kemurahan Hati Buya Hamka terhadap Pramoedya Ananta Toer

Inilah hakikat tujuan pendidikan yang secara tersirat dari Hamka telah disebutkan melalui salah satu karyanya dalam Buku Falsafah Hidup. Ide Pendidikan yang sesuai dengan potensi manusia. Ide Pendidikan yang integratif dan sangat progresif. Mungkin begitu menurut istilah singkat penulis dalam rangka mencoba melihat hakikat dan filosofi pemikiran Pendidikan Hamka.

Editor: Yahya

Avatar
4 posts

About author
Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam-Universitas Muhammadiyah Surakarta
Articles
Related posts
Falsafah

Tawaran Al-Jabiri Atas Pembacaan Turats

4 Mins read
Abed al-Jabiri adalah salah satu pemikir Islam yang paling dikenal di era modern. “Naqd al-Aql al-Arabi” atau proyek pemikiran “Kritik Nalar Arab”…
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds