Perspektif

Bagaimana Islam dan Psikologi Memandang Mimpi?

3 Mins read

Mimpi adalah gambaran, pikiran, dan emosi yang dialami seseorang selama tidur. Biasanya, terjadi pada tahap tidur REM (rapid eye movement). yakni tahapan tidur yang membuat napas jadi lebih cepat atau tidak teratur, dan mata bergerak ke segala arah dengan cepat.

Aktifitas mimpi merupakan salah satu aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dengan tidur, seseorang menolak berhubungan dengan dunia lain dan menarik diri darinya.

Mimpi merupakan bagian dari kehidupan manusia. Meski mimpi termasuk pengalaman pribadi, namun merupakan fenomena universal yang memainkan peranan penting dalam pembentukan kebudayaan manusia.

Mimpi merupakan suatu hal yang tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia. Baik anak-anak maupun orang dewasa, semuanya pernah mengalami mimpi. Sebab, mimpi tidak terlepas dari kehidupan manusia. Sehingga ia mempunyai pengaruh besar dalam ini, yaitu ada pengaruh positif, namun juga tidak sedikit negatif.

Mimpi Menurut Pandangan Islam

(Dagun, 2006) menjelaskan mimpi juga merupakan kondisi jiwa yang tidak sadar dan timbul secara spontan pada waktu tidur. Biasanya merupakan keinginan dan naluri pada waktu jaga yang terdesak ke bawah sadar karena tidak patut untuk diekspresikan ke luar.

Mimpi ini mampu dianalisa dengan menggunakan teknik psikoanalisa untuk memperoleh informasi mengenai sumber-sumber masala yang secara tidak sadar menghinggapi seseorang untuk mengetahui kesulitan- kesulitan emosional yang dideritanya.

Kadang mimpi tidak membawa berita gembira, tetapi membawa peringatan yang sesungguhnya. Tidak lebih adalah untuk menunjukkan kejadian mayoritas. Sebab terkadang mimpi tersebut justru menjadi peringatan bagi orang mukmin, sehingga ia bersiap-siap sebelum peristiwa datang (al-Uraini, 2003: 41).

Secara umum, (Sirin, 2004) membagi mimpi sebagai berikut: Mimpi yang benar dan menjadi kenyataan, mimpi yang transparan, jelas, mimpi yang tersembunyi dan mengandung hikmah. Mimpi simbolis atau bisikan, yaitu yang terjadi dan dapat menjelaskan masalah rumit yang tengah dihadapi dan belum terselesaikan.

Baca Juga  Kritik Al-Kindi Kepada Penentang Filsafat

Mimpi mengingatkan akan bahaya yang mengancam (sehingga muncul rasa takut). Mimpi kosong atau mimpi yang tidak bermakna (mimpi ini meliputi halusinasi, bermimpi melakukan hubungan seksual (jima’).

Mimpi tentang peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi dan mimpi tatkala mengalami kekacauan dan kegalauan jiwa). Mimpi yang batil ini merupakan mimpi yang muncul karena kondisi psikologis pemimpi yang sedang tidak stabil.

Mimpi Menurut Pandangan Psikologi

Freud berpendapat bahwa kunci dalam bidang psikoanalisisnya yaitu perbuatan dan perasaan dapat ditentukan oleh motivasi yang tidak disadari. Proses psikis ditentukan oleh kadar kekuatannya, sedang motivasi yang menggerakkan kita adalah kekuatan emosional (Crapps, 1985: 61).

Ide bersifat hedonistic (mencari ketenangan melulu), ialah berupa penghindaran kesakitan dan pencarian kesenangan. Ego hanya berperan mensensor pengalaman dalam otak, sedangkan superego memainkan peranan yang penting dalam mimpi.  Ego juga merupakan yang berkenaan dengan perkembangan dan fungsi kepribadian (Poduska, 1990: 84).

Menurut Freud (dalam Ennis & Parker, 1999), mimpi menunjukkan aspek-aspek negatif dari sifat manusia, karena mimpi merupakan adanya gejala neurosis. Ide inilah yang menjadikan mimpi sebagai alat penelitian klinis yang sangat berharga. Mimpi sebagai pemenuh harapan.

Harapan yang direalisasikan dalam mimpi itu berasal dari:

  1. Mimpi dibangkitkan sejak hari sebelumnya, karena keadaan eksternal ia belum terpuaskan. Sehingga di malam hari pertanyaan dan harapan-harapan tak terpuaskan itu muncul.
  2. Mimpi muncul di hari sebelumnya, hanya untuk kemudian ditolak atau dibuang. Sehingga di malam hari akan tersisa harapan tak terpuaskan dan ditekan.
  3. Mimpi tidak memiliki hubungan dengan hidup keseharian. Mimpi merupakan harapan-harapan yang hanya bisa dibangkitkan di malam hari sebagai materi-materi yang tertekan dalam diri manusia.

Robert (1911), menyatakan bahwa mimpi berfungsi untuk membuang ingatan-ingatan kita tentang kesan-kesan tidak berguna. Maksud dari tidak berguna yaitu yang diterima pada hari itu dan tidak bisa lagi dipertahankan.

Baca Juga  27 Mei 2024, Momentum Membetulkan Arah Kiblat Wilayah Indonesia

Mimpi Menurut Ibnu Sirin

Ibnu Sirin adalah seorang muslim generasi awal sekaligus perawi hadits. Nama lengkapnya adalah Syekh Muhammad Ibnu Sirin. Ia dilahirkan di kota Bashrah, Irak pada 33 H. (653 M.) dan wafat pada tahun 110 H. (730 M.) (Purwanto, 2003: 288).

Menurut Ibnu Sirin, mimpi dapat berfungsi sebagai sarana untuk memunculkan perasaan yang terpendam yang tidak dapat diungkapkan pada waktu sadar. Mimpi merupakan representasi simbolis dari kehidupan spiritual yang bersumber dari dimensi transendental.

Tema mimpi memang merupakan tema yang menarik untuk dikaji. Aktivitas mimpi tidak hanya berasal dari dorongan bawah sadar namun juga perasaan yang terpendam waktu sadar.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya Tafsir Mimpi Menurut Al-Quran dan As-Sunnah (2004).

Menurut Ibnu Sirin (2004), mimpi ada dua macam, mimpi benar dan mimpi batil. Mimpi yang benar ialah yang dialami individu tatkala kondisi psikologisnya seimbang. Mimpi batil merupakan mimpi terjadi pada saat individu memendam hasrat dan tidak mampu untuk merealisasikan, akibat kondisi psikologis tidak stabil.

Mimpi juga sebagai sarana komunikasi antara hamba dan tuhannya. Melalui mimpi, dapatlah berbagai perintah, larangan, berita gembira dan peringatan. Seperti mimpi yang dialami oleh para Nabi, orang saleh dan individu yang mempunyai jiwa yang stabil.

Mimpi berasal dari setan. Psikologi mimpi biasanya dalam keadaan sedang kacau, mempunyai masalah yang berat dan belum terselesaikan atau bahkan sedang mengalami tekanan psikologis.

***

Dari semua penjelasan diatas, mimpi ini tidak hanya berasal dari dimensi alam bawah sadar saja. Mimpi berasal dari dimensi lebih jauh dan bersifat transendental, (seperti mimpi yang dialami nabi atau orang-orang saleh dengan segala penafsirannya).

Baca Juga  Ulama Itu Tajam Penanya Bukan Keras Microphone-nya

Menurut Ibnu Sirin, mimpi dapat berfungsi sebagai sarana untuk memunculkan perasaan yang terpendam yang tidak dapat diungkapkan pada waktu sadar. Mimpi merupakan representasi simbolis dari kehidupan spiritual yang bersumber dari dimensi transendental.

Menurut Freud, bahwa arti mimpi menunjukkan aspek-aspek negatif dari sifat manusia karena mimpi merupakan adanya gejala neurosis. Freud menemukan kesan bahwa ego pasien yang tadinya begitu terkejut oleh peristiwa traumatis sehingga mengakibatkan neurosis.

Ia dibuat seolah-olah mau ditakutkan dan ingin menghayati kembali traumatisme supaya dapat menguasainya dan menghindari traumatisme baru di masa yang akan datang. Demikianlah mimpi dalam pandangan Islam dan psikologi.

Referensi :

Jamaluddin, M. (2020). Psikologi Mimpi Perspektif Ibnu Sirin. Psikoislamika: Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam, 112-121.

Sirin, M. I., Syihabuddin M.A, D. M., & S.Pd, A. S. (2018). Tafsir Mimpi menurut Al-Quran dan As-sunnah. Gema Insani

Editor : Z Azhar

Abdul Muin Azra Mulia Muhammad
1 posts

About author
Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds