Perspektif

Selain Kesalehan Ritual dan Sosial, Kesalehan Digital Juga Tak Boleh Terlupakan

3 Mins read

Media sosial merupakan realitas baru yang sangat massif dalam kehidupan manusia secara global pada saat ini. Penggunaan Facebook, Instagram, Tik Tok, Twitter, WhatsApp baik individu maupun group sudah menjadi menu wajib sehari-hari. Kebutuhan akan eksistensi sebagai warga dunia maya (netizen) sudah menjadi bagian dari kebutuhan manusia sebagai homo digitalis (Human of Needs) saat ini.

Dunia yang serba digital membawa dampak ganda: positif dan negatif. Kita dituntut menyikapinya secara bijak. Menolak kemajuan, hanya membawa kita menjadi gagap dan tertinggal. Sebaliknya, mengikuti semua perkembangan teknologi informasi secara serampangan tanpa seleksi, hanya membuat kita hanyut dan tenggelam dalam pusaran arus perilaku menyimpang.

Dunia media sosial saat ini selain memiliki sisi positif, juga tidak kalah gencarnya banyak berisi konten/tampilan yang bermasalah dari sudut keadaban. Belakangan ini, begitu banyak konten-konten yang mengarah kepada pornografi, vulgar, umpatan/makian, hoaks, hate speech (ujaran kebencian), penghinaan, ancaman,permusuhan dan hal-hal negatif lainnya yang berdampak pada kegaduhan, pertengkaran dan lainnya yang merusak tatanan kehidupan sosial yang beradab.

Salah satu pemicu dari hal tersebut adalah munculnya sikap Viralisme, dimana para konten kreator dan netizen secara umum ramai-ramai memproduksi konten untuk mendapatkan status viral atau “fyp” dari konten yang dihasilkannya, tidak memperdulikan lagi etika sebagai netizen (Netiket).

Perilaku Viralisme di Masyarakat Kita

Ungkapan “Bul ‘alaa zamzam Fatu’raf” (Kencingilah sumur zamzam maka kamu akan terkenal) sangat relevan dengan fenomena perilaku viralisme di dunia virtual sekarang ini. Semua warganet melakukan berbagai memproduksi konten-konten sensasional dan kontroversial yang mengesampingkan etika digital agar bisa viral atau terkenal dengan tujuan meningkatkan like, follower dan viewer dari akun masing-masing netizen di berbagai platform media sosial.

Baca Juga  Mudik dan Pulang Kampung: Dua Hal yang Memang Berbeda

Di dalam bisnis digital, semakin viral suatu konten berkorelasi secara langsung dengan cuan atau pundi-pundi yang didapatkan. Dengan kata lain, jalan kepuasan dan kebahagian di dunia digital adalah harus menjadi viral dengan cara apapun.

Perilaku mencari popularitas semu (viralisme) tersebut merupakan dampak negatif yang menyertai disrupsi sosial dalam bentuk krisis keadaban sehingga manusia mudah memproduksi hoaks, kebencian, permusuhan, saling mencela, berkata kotor, menghina dan erosi moralitas. Kekohesifan sosial memudar dan manusia hidup serba instan. Kesantunan dan akhlak mulia mengalami peluruhan. Banyak waktu terbuang sia-sia karena intensitas penggunaan internet dan media sosial yang tidak semestinya atau overdosis (excessive use).

Kita tentu ingat betapa netizen Indonesia dianggap sebagai pengguna media sosial yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Berdasarkan laporan Digital Index (DCI) yang mensurvey 16.000 responden dari 32 negara di dunia. Dari laporan ini, Indonesia berada di urutan ke 29 dari 32 negara yang disurvey, dengan peringkat paling rendah di kawasan Asia Tenggara.

Dari data tersebut, ada kecenderungan peningkatan ketidaksopanan digital netizen Indonesia, karena pengaruh hoaks, kejahatan cyber (cyber crime), narasi kebencian, makian, diskriminasi berbasis etnis dan agama yang sering terlontar di media sosial.

Fikih Informasi dan Upaya Membangun Kesalehan Digital

Karena itu, diperlukan dasar nilai yang membingkai perilaku bermedia sosial dan penggunaan media digital secara bermoral dalam wujud kesalehan digital, yaitu bagaimana adanya kesadaran moral atau etik dalam memanfaatkan sistem dan hidup di era digital. Selain panduan moral berbasis agama seperti Fikih Informasi yang diterbitkan oleh Muhammadiyah, diperlukan juga gerakan budaya literasi, antara lain; menyediakan content creator yang menyebarkan ajaran Islam dan nilai-nilai keadaban islami di ruang digital.

Baca Juga  How fashion startups get accepted into tech accelerators

Para pemimpin agama, ulama intelektual, elite bangsa, tokoh adat serta institusi-institusi pendidikan dan sosial keagamaan penting menjadi aktor yang terlibat aktif dalam mengembangkan keadaban digital sekaligus menjadi uswah hasanah atau teladan yang baik dalam menggunakan teknologi digital yang masif itu.

Perlu ada dorongan yang kuat dan aksi bersama, untuk menjadikan media sosial sebagai ruang berinteraksi yang nyaman, berbagi pengetahuan, dan aksi-aksi pemberdayaan masyarakat. Kesalehan digital juga perlu kita hadirkan sebagaimana kita mengejar kesalehan ritual dan sosial. Kesalehan digital memungkinkan kita menggunakan media sosial sebagai ruang berinteraksi dan berekspresi secara wajar. Media sosial bukan digunakan untuk mengekspresikan energi kebencian, tapi sebagai ruang silaturahmi dan mempererat persaudaraan.

***

Platform digital yang kita miliki, dapat kita maksimalkan sebagai ruang untuk mengakses berbagai informasi. Jika kita menghadirkan kesalehan digital dalam diri, maka apa yang diakses di media sosial senantiasa bernilai positif dan bermanfaat. Konten-konten yang dihasilkan sesuai dengan kesadaran penuh untuk menebar kebermanfaatan.

Inilah kesalehan digital yang perlu kita tumbuhkan dalam menghiasi hari-hari dalam kehidupan kita. Semoga tumbuh masif konten-konten positif dan religius seperti pengajian, ceramah agama yang bernuansa moderat, yang dikelola komunitas-komunitas santri, pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan akademisi berbasis kampus.

Ibarat belati, teknologi merupakan suatu instrumen, yang bisa digunakan untuk kegiatan bermanfaat atau sebaliknya. Faktor utamanya terletak pada penggunanya, it’s not the gun, it’s man behind it.  Meski, kita juga harus sadar bahwa teknologi mempunyai keterbatasan, bahwa media sosial pada konteks tertentu harus kita sadari kelemahannya. Fastabiqul Khairat!

Editor: Soleh

Rahmat Muhazir
1 posts

About author
Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Lhokseumawe Dosen Tetap STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe
Articles
Related posts
Perspektif

Secara Historis, Petani itu Orang Kaya: Membaca Ulang Zakat Pertanian

3 Mins read
Ketika membaca penjelasan Profesor Yusuf Al-Qaradawi (rahimahullah) tentang zakat profesi, saya menemukan satu hal menarik dari argumen beliau tentang wajibnya zakat profesi….
Perspektif

Apa Saja Tantangan Mengajarkan Studi Islam di Kampus?

4 Mins read
Salah satu yang menjadi persoalan kampus Islam dalam pengembangan kapasitas akademik mahasiswa ialah pada mata kuliah Islamic Studies. Pasalnya baik dosen maupun…
Perspektif

Bank Syariah Tak Sama dengan Bank Konvensional

3 Mins read
Di masyarakat umum, masih banyak yang beranggapan bahwa Bank Syari’ah tidak memiliki perbedaan nyata dengan Bank Konvensional. Mereka percaya bahwa perbedaan hanya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *