Perspektif

Belajar dari Thailand, Diplomasi Masih Bisa Jadi Jalan Keluar Krisis di Palestina

4 Mins read

Konflik Israel dan Palestina memasuki babak baru. Setelah penyerangan Hamas 7 Oktober yang lalu yang berakhir dengan korban jiwa dan 500 lebih sandera, Israel merespons dengan melakukan pengeboman membabi-buta di wilayah Gaza melalui serangan udara dan mobilisasi reservist.  

Serangan ini bertujuan untuk melemahkan kekuatan Hamas yang, secara mengejutkan, berhasil masuk ke kibbutz (lahan pertanian Israel), mengecoh Israel yang dikenal memiliki militer dan lembaga intelijen terbaik di dunia. Hari ini, Israel mulai melakukan serangan darat dari berbagai titik, terutama di daerah utara Jalur Gaza.

Salah satu korban dari serangan beberapa pekan terakhir ini adalah warga negara asing, salah satunya dari Thailand. Per hari ini, ada sekitar 23 orang sandera dari Thailand yang diculik oleh Hamas dan dibawa ke Gaza. Sandera warga Thailand ini adalah pekerja sektor pertanian di lahan-lahan pertanian dan kibbutz Israel, dan mereka bekerja secara lepas selama beberapa tahun di kota-kota kecil di sana.

***

Konon, Thailand punya sekitar 20.000 pekerja di sektor pertanian Israel. Israel punya kantor kedutaan besar di Bangkok, dan Thailand juga membuka kedutaan besar di Tel Aviv. Mereka juga punya hubungan diplomatik dengan Israel yang cukup baik, dan pekerja Thailand banyak dipekerjakan di sektor pertanian di Israel.

Hal yang menarik dari sikap Thailand ini adalah: alih-alih mengutuk Hamas secara berlebihan dan mendukung pengeboman warga sipil di Gaza, Thailand menempuh jalan diplomasi. Mereka menggunakan jejaring kedekatan tidak hanya dengan Israel dan Mesir (yang mana Thailand memang punya hubungan diplomatik) tetapi juga ke Iran dan Qatar untuk bernegosiasi dengan Hamas.

Perjuangan diplomatik ini dilakukan baik secara rahasia, maupun dengan menggunakan modal hubungan diplomatik yang selama ini sudah terbangun dengan Israel.

Baca Juga  Ibadah Ritual Harus Jadi Spirit Mengamalkan Kebajikan

Ada dua strategi diplomasi yang digunakan oleh Thailand untuk membebaskan sandera. Strategi pertama adalah mengeksploitasi kedekatan identitas Islam, dengan mendelegasikan proses negosiasi pada politikus Muslim. Strategi kedua adalah menggunakan Malaysia, negara tetangga yang punya posisi baik di dunia Islam, untuk membantu proses negosiasi.

Strategi Pertama: Diplomasi Muslim

Mari kita lihat strategi diplomasi pertama yang dilakukan oleh Thailand. Untuk pembebasan sandera, Thailand menggunakan identitas Islam, yang juga adalah minoritas substansial di Thailand, sebagai alat negosiasi.

Pemerintah Thailand mengutus seorang politikus Muslim Senior dan mantan Menteri Pendidikan, Areepen Uttarasin. Areepen diutus oleh Menlu Parnpree Bahiddha-Nukara, atas arahan dari Ketua DPR Wan Muhammad Noor Matha, untuk bernegosiasi dengan Iran, Qatar, dan Mesir atas bantuan Malaysia, sementara pemerintah secara formal bernegosiasi dengan Israel.

Per hari ini, tiga delegasi Thailand yang dipimpin oleh Areepen Uttarasin berhasil menemui petinggi Hamas di Tehran (ibukota Iran), dengan difasilitasi oleh Iran dan Qatar. Kedua negara ini memang mendukung Hamas secara finansial dan politik. Tentu tidak ada yang tahu apa hasilnya, karena proses negosiasi biasanya berjalan cukup alot dengan berbagai permintaan dan penawaran.

Di sini, peran Islam sebagai salah satu identitas sosial di Thailand penting dalam proses diplomasi. Islam sendiri bukan agama yang baru di Thailand. Beberapa keluarga seperti Bunnag, Ahmadchula, yang memang berlatar aristokratik dan menghasilkan banyak diplomat serta jenderal, adalah keturunan dari Syaikh Ahmad dari Qom, seorang saudaran Persia yang menetap di Kerajaan Ayutthaya.

Di Beberapa tokoh seperti Surin Pitsuwan dan Jenderal Sonthi Bonyaratglin juga adalah tokoh Muslim. Hal ini dijadikan oleh Thailand sebagai momentum bernegosiasi dengan negara Timur Tengah yang dekat dengan Hamas, seperti Iran dan Qatar.

Baca Juga  Konflik Palestina-Israel: Mengapa "Solusi Dua Negara" Sulit Terwujud?

Strategi Kedua: Melibatkan Malaysia

Strategi kedua adalah melibatkan satu negara tetangga yang juga punya posisi baik di dunia Islam, yakni Malaysia. Perdana Menteri Thailand Sretta Thavisin. Tak lama setelah tragedy 7 Oktober kemaren, Sretta melakukan kunjungan kenegaraan ke Malaysia dan bertemu dengan Anwar di Malaysia, memberikan fondasi bagi kontak yang lebih luas.

Besar kemungkinan Thailand melakukan lobi pada Malaysia untuk membantu memberikan akses pada negara-negara Timur Tengah. Perdana Menteri Anwar sendiri memiliki kontak dan jejaring yang cukup baik di kalangan pemimpin dan pemuka agama Islam di Timur Tengah. Peran Anwar penting untuk membantu mendorong pembebasan sandera, serta membantu mempertemukan dengan pemimpin-pemimpin Palestina.

Dalam satu wawancara baru-baru ini, Sretta berterima kasih pada Anwar atas kebaikan hatinya dalam proses pembebasan sandera. Panglima Tentara Thailand sendiri berada di Malaysia selama satu minggu untuk proses pembebasan sandera, dan Malaysia aktif menghubungkan Thailand dengan negara sahabat di Timur Tengah.

Hal ini membantu Thailand untuk bisa bertemu dengan petinggi Hamas di Tehran dan membicarakan pembebasan sandera secara tertutup.

Di sini, strategi diplomasi Thailand, lagi-lagi, menggunakan kedekatan etnisitas dan Kawasan. Malaysia sangat dekat secara etnisitas dengan Thailand. Orang Thailand Selatan mayoritas adalah warga Muslim, terutama yang keturunan Melayu-Pattani. Kedekatan dengan Malaysia di Asia Tenggara menjadi modal penting bagi diplomasi pembebasan sandera.

Tentu, tidak ada yang tahu bagaimana proses diplomasi ini berlangsung. Anwar Ibrahim sendiri sudah menyatakan bahwa setidaknya 20 sandera selamat, meskipun tidak jelas kapan dan bagaimana mereka akan dibebaskan. Kita masih menunggu dan menantikan prosesnya ke depan.

***

Di sini, ada satu hal yang bisa dipelajari. Apa yang dilakukan Thailand memberikan gambaran bahwa opsi diplomatik tidak sepenuhnya mati meskipun Israel dan negara-negara Barat lebih suka menggunakan kekerasan untuk resolusi konflik.

Baca Juga  Mengenal Yahudi, Bani Israil, Israel, dan Palestina

Keberhasilan Thailand untuk bernegosiasi langsung dengan perwakilan politik Hamas di Iran cukup diapresiasi. Thailand sendiri adalah negara mayoritas Buddha yang sangat pro-Amerika Serikat dan dekat dengan Israel, serta punya militer yang kuat.

Aktivitas diplomasi semacam ini tidak unik, tetapi menjadi satu catatan penting bahwa opsi diplomasi masih belum sepenuhnya mati hari ini.

Hal ini adalah bukti penting bahwa diplomasi dan perdamaian masih bisa menjadi opsi penyelesaian krisis di Palestina saat ini. Secara jangka-panjang, langkah diplomasi ini diharapkan bisa menjadi satu blueprint resolusi konflik jangka-panjang, paling tidak untuk mengembalikan solusi dua negara ke depan.

Ketika voting di UNGA pekan ini, Thailand memilih untuk mendorong gencatan senjata, yang penting sebagai langkah pembebasan sandera. Thailand tidak menolak atau memilih abstain pada voting terhadap resolusi yang diajukan oleh Yordania untuk mendorong gencatan senjata.

Tragedi 7 Oktober memberi peringatan bahwa perdamaian tak bisa ditempuh tanpa kemerdekaan, dan untuk mencapai kemerdekaan, diplomasi, perundingan, dan gencatan senjata adalah opsi yang harus ditempuh. Yang sebetulnya disadari oleh negara-negara kecil di selatan, tapi dilupakan negara maju dan modern di utara.

Editor: Soleh

Ahmad Rizky Mardhatillah Umar
11 posts

About author
Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) Queensland
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds