Inspiring

Mahmoud Darwish, Memperjuangkan Palestina Lewat karya Sastra

4 Mins read

Menatap pergolakan Palestina yang semakin hari semakin mencekam sampai saat ini, salah satu pejuang Palestina yang tidak boleh kita lupakan adalah Mahmoud Darwish.

Mahmoud Darwish merupakan penyair dan pengarang Palestina yang memenangkan sejumlah penghargaan untuk karya sastranya dan diangkat sebagai penyair Nasional Palestina. Lahir pada tahun 1941 dan meninggal pada tahun 2008. Mahmoud Darwish telah melahirkan puluhan karya sensasional dalam lingkup menyuarakan Tanah Airnya, Palestina.

Terlahir dari keluarga pemilik tanah, di usia 6 tahun, Mahmoud Darwish menyaksikan peristiwa yang kelak amat mewarnai puisi-puisinya. Tentara Israel, pada 1947, merangsek ke desa-desa Palestina dan menghancurkan al-Birwa, sebuah desa di Galilee Barat, tanah kelahiran Darwish.

Seperti kebanyakan keluarga Palestina, keluarga Salim dan Houreyyah Darwish membawa Mahmoud Darwish dan saudara-saudaranya mengungsi ke Lebanon. Inilah pengasingan pertama Mahmoud Darwish pada tahun 1948. Setahun kemudian, keluarga itu kembali ke daerah Acre, yang sekarang menjadi bagian dari Israel, dan menetap di Deir al-Asad.

Peristiwa kolonialisme terus berlanjut puluhan tahun berlalu dengan penuh kekejaman. Di saat negara lain sudah meraih kemerdekaan, negeri Darwish malah mulai porak-poranda akibat agresi Israel.

Puisi dan Sastra Sebagai Senjata

Melawan dengan senjata di medan perang adalah pilihan banyak orang saat itu. Kendati demikian, Mahmoud Darwish tidak ikut berperang, dirinya justru menjadikan puisi dan bahasa sebagai alat perjuangan dalam membela Palestina.

Dalam pidatonya, saat menerima penghargaan Prince Clause di Amsterdam, 2004, ia berkata: ”Seseorang hanya bisa dilahirkan di satu tempat. Tapi, ia mungkin mati beberapa kali di tempat lain: di pengasingan dan penjara, di tanah air yang diubah oleh pendudukan dan penindasan jadi mimpi buruk. Puisi, barangkali, mengajarkan kita untuk menyuburkan ilusi yang mempesona: bagaimana lahir kembali berkali-kali, dan menggunakan kata untuk membangun dunia yang lebih baik, dunia khayalan yang memungkinkan kita meneken fakta perdamaian yang permanen dan utuh dengan kehidupan.”

Dalam disertasi PALESTINA DALAM PROSA MAHMOUD DARWISH TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK yang ditulis oleh Muhammad Walidin disebutkan bahwa, prosa Mahmoud Darwish pertama berjudul sama dengan judul buku, yaitu Syai’un ‘An al-Watan (Sesuatu tentang Tanah Air) dimana menampilkan wajah Palestina yang terus berubah menurut periode penguasa.

Baca Juga  Ternyata! Dunia Arab Modern Banyak Inovasi Kemajuan

Palestina ini sebetulnya negeri kecil secara geografis tapi sangat luas tercatat dalam karya-karya avant garde para penulis. Negeri yang indah namun penuh luka, bahkan telah menjadi penjara dan pengasingan bagi anak-anak bangsanya. Dalam narasinya, Mahmoud Darwish mewakili bangsa Palestina dengan persona orang pertama jamak ‚nahnu‛ menyatakan bahwa hubungan mereka sangat spesial dan intim.

Palestina tidak diciptakan oleh founding fathers seperti negara-negara lain. Sebaliknya, Palestina lah yang telah menciptakan anak-anak bangsanya, daging, darah, dan tulangnya. Oleh karena itulah, Palestina akan selalu memiliki ‘kami’, dan ‘kami’ adalah miliknya. Maka tak habis mengerti dari mana Israel mengakui Palestina sebagai haknya.

Mereka berlaku aniaya terhadap pemilik negeri ini, melakukan terorisme sembari menyatakan pada dunia bahwa tanah ini adalah milik mereka. Mahmoud Darwish adalah bukti nyata bagaimana ia dikurung tak boleh meninggalkan rumah dari sore hingga pagi hari atau juga dilarang meninggalkan kota/desa.

Ini berlaku juga untuk warga Palestina lainnya. Benar-benar sebuah penjara. Bahkan polisi Israel bebas melakukan pemeriksaan atas kecurigaan adanya bahan peledak di rumah-rumah warga, koper, saku, bahkan di kepala mereka. Ada sekitar ratusan warga yang digiring ke penjara tanpa bukti kesalahan.

Maka dari itu, diperlukan perlawanan terhadap dominasi Israel dalam berbagai aspek, salah satunya dalam bentuk sastra Arab. Inilah yang diutarakan oleh Mahmoud Darwish dalam 2 artikelnya berjudul Anqidhuna min Hadha al-Hubb al-Qasy (selamatkan kami dari cinta yang kejam ini) dan juga artikel al-Hisar (Blokade).

Puisi-puisi Darwish menjadi semakin digdaya seiring berjalannya waktu, ia berhasil mendapatkan ketenaran di tingkat internasional. Salah satu tema sentral dari puisinya adalah konsep tanah air, dicirikan oleh kejujuran emosinya dan kebaruan gambar dalam setiap puisinya.

Baca Juga  B.J Habibie: Sosok Gatotkaca Indonesia

Karir Mahmoud Darwish terus berkembang dan mampu menerbitkan sekitar 30 koleksi puisi dan prosa, yang diterjemahkan ke dalam lebih dari dua lusin bahasa. Puisi-puisinya mendapat respons positif di seluruh dunia Arab, dan beberapa diantaranya diiringi musik saat pementasan. Dia mendapatkan banyak penghargaan untuk karya-karya sastra yang luar biasa, dan kehormatan menjadi penyair nasional Palestina yang dianugerahkan kepada dirinya.

Menjadi Komite Eksekutif PLO

Mahmoud Darwish juga terpilih menjadi Komite Eksekutif PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) tahun 1987 dan pada tanggal 15 November tahun 1988. Darwish menulis deklarasi Kemerdekaan Palestina, di antara potongan deklarasi itu adalah sebagai berikut:

“Negara Palestina adalah untuk Palestina dimanapun mereka berada, dimana mereka dapat mengembangkan hak-hak nasional, identitas dan budaya mereka, menikmati kesetaraan penuh, dijaga hak keyakinan agama, politik dan martabat kemanusiaannya, di bawah sistem demokrasi parlementer berdasarkan kebebasan berpendapat dan kebebasan untuk membentuk partai, mengurus mayoritas akan hak-hak minoritas dan menghormati minoritas akan keputusan mayoritas, keadilan sosial, kesetaraan dan nondiskriminasi dalam hak-hak publik atas dasar ras, agama, warna kulit, atau antara perempuan dan laki-laki, di bawah konstitusi yang menjamin penegakkan hukum dan peradilan yang independen dan atas dasar pemenuhan lengkap dari warisan spiritual Palestina dan peradaban dalam toleransi dan hidup berdampingan antar agama selama berabad-abad.”

Puisi Mahmoud Darwish

Selama pengasingan ke Lebanon, Darwish juga menulis karya “Memory for Forgetfulness” di Paris pada tahun 1986, dalam Memory for Forgetfulness, Darwish menggunakan simbolisme kelahiran, kematian, kopi, merpati, dan cacing untuk membahas ketakutan akan keberadaan selama perang saudara di Lebanon dan invasi Israel ke Lebanon. Selain itu, puisi tersebut banyak menggunakan simbol-simbol yang sama untuk membahas persepsi Darwish tentang hilangnya tanah air warga Palestina.

Baca Juga  Ibnu Khaldun, Sosiolog Pertama di Dunia Islam

Diksi Kopi begitu menjadi sumber ilusi bagi Darwish dalam meramu sebuah karya perjuangan Tanah Air. Dari hal tersebut, penulis mencoba mengangkat sebuah puisi yang mengilustrasikan kondisi Mahmoud Darwish menulis sembari menyajikan kopi di saat perang berkecamuk:

Jika malam ini
Darwis bersamaku
Kan ku suguhi kopi
Dari Diwan Kopiku
Walau semerbak

Kopimu Darwish
Dengan kapulaga
Jika ku teguk
Terasa tergesa-gesa

Tetes demi tetes
Air matamu mendidih
Dalam cawanmu
Dan sesendok kopi

Kau aduk dengan nyaman
Walau dentuman roket
Melintasi atap rumahmu

Adukan sendok kopi
Silih bergilir dentuman
Granat yang menyala

Di belakang rumahmu,
Kau tenang
Menyeruput kopi
Dengan damai

Beda denganku
Walau Latarku damai
Seruput-ku acap kali
Meresahkan jiwaku

Akhirnya,
Aku menyadari
Perisai diri dari rasa takut
Melepas rasa kepemilikan.

Secangkir Kopi untuk Darwish

Editor: Soleh

Farhan Zuhri Baihaqi
3 posts

About author
Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe | Tenaga Ahli Bidang Adat & Kebudayaan Pemko Lhokseumawe | Ketua Lazismu Lhokseumawe
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *