Inspiring

Djazmanisme Anti-tesis Ikatan Mahasiswa Manja

3 Mins read
Oleh : Irawan*

Membicarakan IMM tidak bisa terlepas dari peran proklamatornya, yaitu Mohammad Djazman atau yang sering kita kenal Djazman Al Kindi. Seorang Cendekiawan Muslim dan aktivis Muhammadiyah yang sangat Ideologis dan Revolusioner.

Ia lahir di Yogyakarta pada 6 September 1938 dan tumbuh besar dikalangan Kraton. Dengan riwayat Pendidikan yang dimulai di SR Muhammadiyah (saat ini setara dengan Sekolah Dasar), SMP Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah 1 Bagian B. Semuanya ada di Yogyakarta.

Pendidikannya dilanjutkan di bangku perkuliahan Universitas Gajah Mada (UGM) dan mendapat gelar sarjana muda sastra dan kebudayaan serta sarjana Geografi pada tahun 1965. Dan pada masa-masa mahasiswa inilah, Djazman merintis IMM bersama Rosyad Sholeh, Sudibyo Markus untuk memperjuangkan berdirinya IMM pada 29 Syawwal 1384 H yang bertepatan dengan 14 Maret 1964 M di Yogyakarta (Ahmadi dan Anwar, 2014).

Djazman dan Djazmanisme

Djazmanisme berasal dari dua kata “Djazman” dan “isme”.  Djazman merujuk pada nama tokoh dan isme adalah sufiks atau akhiran kata yang menandakan suatu paham atau ajaran  atau kepercayaan dalam agama, politik, teori orang dan jenis kepercayaan lainnya.

Jadi, Djazmanisme adalah suatu pemahaman atau pandangan yang besumber dari Moh. Djazman. Dalam konteks ini untuk menjawab IMM dalam wujud autentik.

Sebab, sebelum IMM ini berdiri, pasti dibelakangnya terdapat pemikiran dan idealisme tokoh yang memprakarsainya, untuk menjawab akan dibawa kemana IMM ini. Tokoh tersebut tak lain dan tak bukan adalah Djazman, Ketua Umum DPP IMM pertama. Tokoh yang berjuang bersama kawan-kawannya untuk merumuskan identitas, landasan, penegasan, dan akan dibawa kemana IMM ini ke depan.

Menyoal Ikatan Mahasiswa Manja

Menarik sebetulnya apa yang di tulis saudara Akmal Ahsan perihal sudut pandangnya dalam melihat fenomena ikatannya sendiri. Setidaknya dalam tulisannya dapat disimpulkan dua permasalahan yang digelisahkannya sehingga muncul judul tulisan “Ikatan Mahasiswa Manja”.

Baca Juga  Djazman, Tantangan Perkaderan Muhammadiyah di Kelahiran ke-107

Pertama, Masih mengekornya IMM terhadap kebijakan  Perguruan Tinggi Muhammadiyah dalam menjaring kader. Sehingga berdampak pada ketidakseriusan pimpinan dalam mengelola dan mempersiapkan generasi selanjutnya.

Kedua, menyoal pendanaan dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah dalam Setiap Kegiatan IMM, sehingga membuat IMM bergantung dan melulu mengharapkan uluran tangan Muhammadiyah.

Kemudian diteruskan dampak dari dua permasalahan tersebut, mengakibatkan kader IMM menjadi manja dan pragmatis bahkan ia memberi contoh ada seorang kader menilepkan uang proposal untuk keuntungan sendiri.

Djazman Menjawab Permasalahan

Meminjam istilah Sani dalam buku manifesto gerakan profetik (MGIP), proses kesadaran dalam menganalis permasalahan dalam ikatan di atas masih dalam tahap kesadaran naif. Sebab, hal tersebut masih berada pada tahap mikro belum makro dan masih seperti didasari sikap negatif. Tidak dapat mengurai sebab–akibat dan keterkaitan antara permasalahan yang satu dengan yang lain dengan tidak menambah aspek keilmuan atau keadaan sosial yang mendasarinya dan dalam memberikan solusinya pun masih sederhana dalam angan (Sani, 2017).

Djazman Al Kindi pernah mewanti-wanti dalam tulisannya di buku Amal llmiah, Ilmu Amaliah. Ia menjelaskan perihal sikap anggota Muhammadiyah yang memiliki sikap negatif terhadap organisasinya sendiri. Juga yang mengorbankan organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuan yang sebenarnya hanya untuk kepentingan pribadi. Meski dengan dalih untuk kepentingan ideologi.

Untuk menyikapi hal tersebut, Djazman memberikan tiga solusi :

  1. Menghilangkan semua sikap negatif dan memandang remeh terhadap organisasi dan sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi
  2. Menumpahkan perhatian penuh pada kaderisasi, mengembangkan opini dalam persyarikatan tentang pentingnya kader dan membina tradisi kader dalam Muhammadiyah
  3. Mencurahkan perhatian terhadap pengembangan AMM (IMM, IPM, NA Aisyiah, Pemuda Muhammadiyah)

Untuk mencapai itu perlu disusun suatu program yang tepat dan terarah dengan strateginya. Jika penulis kontekstualisasikan ke IMM, yaitu : Pertama, kristalisasi. Diartikan sebagai upaya pembagian kerja yang memenuhi syarat kesanggupan dan sikap positif ber-IMM.

Baca Juga  Soedirman, [Bukan] Jenderal Klenik, Apalagi Kejawen: Tanggapan untuk Tempo

Kristalisasi dapat mendukung kekompakan pimpinan, keaktifan, dan wibawa dalam menjalankan gerak ber-IMM. Sehingga tidak ada yang namanya mengekor atau manja terhadap Muhammadiyah. Terlebih lagi hal itu sudah menjadi kewajiban Muhammadiyah sendiri untuk memayungi IMM.

Kedua, konsolidasi. IMM dititikberatkan pada usaha pembentukan perkumpulan atau komunitas supaya mampu mengefektifkan setiap fungsi IMM. Sehingga mampu membentuk lingkungan yang sesuai dengan corak ber-IMM dengan semangat fastabiqul khairat. Kemudian dampak bagi kader IMM yaitu mampu menjadi motivasi untuk meningkatkan potensi individu karena telah didukung lingkungannya

Ketiga, kaderisasi. IMM fokus dalam usaha pengembangkan intelektual kader yang mumpuni, menjadi bahan regenerasi kedepan agar menjadi lebih baik. Begitupun dalam sikap dan sifat seorang kader dalam menjalankan etosnya sebagai kader IMM bahkan jikalau bisa mencapai maqom intelektual profetik (Sani, 2017). Sehingga kader tidak mudah terjerumus dalam hal yang bersifat pragmatis atau manja dan penyelewengan lainnya.

Berorganisasi Jangan Banyak Bicara Masalah

Terakhir, kembali pada pemahaman Djazman tentang pengertian seorang kader, dalam konteks sekarang bisa menjadi refleksi bersama. Pendeknya seorang kader menurut beliau adalah mereka yang mempunyai kemampuan untuk high thinking dan hard working.

Dengan begitu fungsi dan tugas pokok seorang kader dapat dilaksanakan tanpa menduduki jabatan apapun. Meski tidak menutup kemungkinan baginya untuk menduduki jabatan tertentu dalam organisasi. (Al Kindi,2019)

Apabila seorang kader IMM sudah memaksimalkan kemampuan dengan menyeimbangkan hard working dan high thinking, maka etos seorang kader sudah seharusnya memadukan kedua hal diatas. Kemudian mengaktifkan gerakan IMM dengan rasa optimisme, bahwa IMM merupakan ide masa depan dengan melahirkan gagasan pembaharuan dan menjadikan ikatan sebagai gerakan ide dan melaksanakan ide (Al Kindi,2019). Bukan malah sibuk mempermasalahkan IMM dengan memperpanjang ucapan orang luar IMM yang menyebut Ikatan Mahasiswa Manja.

Teringat obrolan penulis dengan Ustaz Azaki Khoirudin (Pembina IMM Shabran, Sukoharjo) di penghujung malam. Saat penulis bercerita tentang masalah di IMM, beliau memotong dan menjawab “Berorganisasi itu jangan banyak bicara masalah, masalah gak pernah selesai, tapi bicaralah mimpi dan karya,” katanya sembari tersenyum.

Baca Juga  Salman Al-Farisi, Sahabat Nabi yang Berjuang Mencari Kebenaran

*) Ketua Umum IMM Shabran, Ketua Bidang Pengembangan Intelektual dan Keislaman BEM FAI Universitas Muhammadiyah Surakarta

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds