Opini

Dune 2: Perjuangan Masyarakat Adat Melawan Imperialisme

2 Mins read

Beberapa bulan lalu, baru saja dirilis film Dune 2, sekuel dari film Dune yang pertama garapan sutradara Denis Villeneuve. Film ini digadang-gadang akan mendapatkan banyak penghargaan. Bukan tanpa alasan, karena film ini dinilai berhasil dalam mengadaptasi versi novelnya dengan menyuguhkan jalan cerita yang banyak memberikan plot-twist serta sinematografi yang epik, menjadi nilai plus dari film ini. Ternyata banyak hal yang menarik dan dapat dipelajari dari film ini.

Dalam Film Dune 2, kita bisa belajar banyak tentang perjuangan masyarakat adat mempertahankan tanah mereka. Suku Fremen di Planet Arrakis, yang hidup sederhana dan selaras dengan alam, adalah contoh penggambaran hak ulayat. Mereka adalah penghuni asli planet itu sebelum datangnya pihak luar yang bertujuan untuk mengambil rempah-rempah yang sangat penting untuk bahan bakar kendaraan lintas planet dan memiliki makna spiritual bagi suku Fremen.

***

Situasi ini mirip dengan yang terjadi di Indonesia, terutama di Pulau Papua. Di sana, tanah adat yang kaya akan emas dan uranium sering dieksploitasi oleh perusahaan besar. Sumber daya ini telah diambil selama bertahun-tahun, sering tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan psikologis pada masyarakat adat setempat. Eksploitasi ini merusak lingkungan dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat atas tanah mereka.

Dalam Film Dune, karakter Duke Atreides dan sekutunya menunjukkan kepedulian dan kesadaran tinggi terhadap nasib suku Fremen. Mereka berusaha melindungi hak-hak suku Fremen dan menjaga kelestarian budaya serta lingkungan di Arrakis. Ini mencerminkan perjuangan banyak aktivis hak asasi manusia yang terus berjuang untuk hak-hak masyarakat adat di dunia nyata.

Film ini juga menyoroti keserakahan dan dominasi kekuasaan yang memicu konflik. Keluarga-keluarga besar dari planet lain dalam Dune, seperti Harkonnen, menggambarkan kekuatan imperialisme yang semena-mena mengeksploitasi sumber daya alam untuk keuntungan pribadi, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap penduduk asli. Ini sangat mirip dengan situasi di Papua dan wilayah lain di Indonesia, di mana perusahaan besar sering mengabaikan kesejahteraan masyarakat adat demi kepentingan bisnis dan keuntungan ekonomi.

Baca Juga  Hass Murad Pasha, Panglima Utsmaniyah Berdarah Bangsawan

Hak ulayat adalah masalah yang rumit, melibatkan banyak aspek hukum, sosial, dan budaya. Di Indonesia, pengakuan terhadap hak ulayat sering mengalami kendala, baik dari segi hukum maupun pelaksanaannya. Meski Undang-Undang Dasar 1945 dan beberapa peraturan lainnya mengakui hak masyarakat adat, kenyataannya banyak dari mereka yang masih berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum atas tanah mereka.

***

Film Dune memberikan gambaran yang jelas tentang pentingnya menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Seperti suku Fremen yang memiliki pengetahuan mendalam tentang lingkungan dan cara hidup berkelanjutan, masyarakat adat di Indonesia juga memiliki kearifan lokal yang berharga dalam menjaga alam. Mereka memiliki hubungan spiritual yang kuat dengan tanah mereka, yang tidak dapat diukur dengan nilai ekonomi semata.

Perjuangan suku Fremen untuk mempertahankan hak ulayat mereka mengingatkan kita tentang pentingnya solidaritas dan dukungan bagi masyarakat adat. Tanpa dukungan dari pihak lain, perjuangan mereka akan semakin berat. Di Indonesia, peran serta pemerintah, LSM, dan masyarakat luas sangat dibutuhkan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan memastikan mereka dapat hidup dengan damai di tanah leluhur mereka.

Duke Atreides dalam Film Dune adalah contoh pemimpin yang memahami dan menghargai hak ulayat. Ia tidak hanya melihat suku Fremen sebagai alat politik untuknya berkuasa, tetapi juga sebagai rekan yang setara yang hak-haknya harus dilindungi dan dihormati. Sikap ini seharusnya dicontoh oleh para pemimpin dan pembuat kebijakan di dunia nyata.

Dune mengajarkan kita tentang pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya akan membawa bencana ekologis. Ini juga mengingatkan kita bahwa masyarakat adat sering kali menjadi korban pertama dari kerusakan lingkungan, padahal mereka memiliki pengetahuan dan kearifan lokal yang sangat berharga dalam menjaga alam.

Baca Juga  Jacques Lacan: Identitas, Bahasa, dan Hasrat dalam Cinta

Film Dune 2 bukan hanya sebuah kisah fiksi ilmiah yang menghibur, tetapi juga cerita yang penuh makna tentang hak ulayat, eksploitasi sumber daya alam, dan perjuangan masyarakat adat. Melalui kisah ini, kita diajak untuk merenungkan dan mengambil tindakan nyata dalam melindungi hak-hak masyarakat adat di Indonesia dan di seluruh dunia. Kita perlu memastikan bahwa pembangunan yang kita lakukan tidak mengorbankan hak-hak mereka dan bahwa kita semua dapat hidup harmonis dengan alam, seperti suku Fremen di Planet Arrakis.

Editor: Soleh

Muhammad Raihan
1 posts

About author
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Profil Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *