Perspektif

Akal dan Hati adalah Kunci Ibrahim Menemukan Tuhan

3 Mins read

Dalam pandangan Ali Syariati, salah seorang cendekiawan ternama asal Iran, yang juga arsitek pemikir revolusi Iran, bahwa agama itu dibagi dua, ada agama Ibrahimik dan agama non Ibrahimik. Pembagian ini senada dengan pembagian yang umum dan kajian keagamaan, yakni agama langit dan agama bumi.

Pembagian Ali syariati ini berpijak pada Nabi Ibrahim AS, yang merupakan pokok atau sumber kenabian, dari keturunan Ibrahim lah lahir yahudi, nasrani dan Islam. Dari Ibrahim dengan Sarah melahirkan Ishak, Ya’kub sampai kepada Isa. Dari Ibrahim dengan Hajar melahirkan Ismail sampai kepada Muhammad.

Jadi ada dua jalur kenabian dari keturunan Ibrahim, yaitu jalur Sarah dan jalur Hajar. Dari jalur sarahlah banyak muncul para Nabi, sedangkan dari jalur hajar hanya ada Ismail dan Muhammad, dan ajaran ajaran yang dibawa oleh para nabi, muaranya bertemu di Nabi Ibrahim AS.

Dakwah Tauhid Nabi Ibrahim

Ajaran ajaran yang diwariskan oleh Ibrahim lewat kedua jalur ini adalah sama, yaitu bagaimana mengimplementasikan kalimat tauhid dalam kehidupan pribadi dan sosial. Inilah inti dari ajaran dari seluruh Nabi utusan Tuhan, atau titik temu semua ajaran para Nabi, dalam istilah Al Qur’an disebut “kalimatun sawa’ “.

Ibrahim dalam sejarah kenabian dikenal sebagai Bapak para Nabi dan sumber ajaran ketuhanan untuk nabi-nabi sesudah Ibrahim. Sejarah perjuangan Ibrahim dalam memperjuangkan nilai nilai ketauhidan sangat berat tantangannya. Sejak kecil, Ibrahim sudah bergumul dengan berhala berhala dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya.

Ibrahim kecil sudah sangat rasional dalam melihat situasi sosial yang dipenuhi patung patung sesembahan yang disembah oleh para birokrasi, masyarakat dan keluarganya. Bahkan orang tua Ibrahim yang bernama Azar adalah pembuat patung untuk dijadikan sesembahan.

Baca Juga  Empat Hal untuk Keselamatan Seorang Muslim

Keberanian Ibrahim dalam melawan paham paham politeisme secara akal sehat adalah sesuatu yang mustahil, namun Ibrahim adalah manusia yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan untuk memberikan suntikan-suntikan kebenaran kepada para penguasa yang sudah sangat melewati batas.

Nabi Ibrahim Mencari Tuhan

Banyak hal yang bisa menjadi pelajaran dari Ibrahim di samping sangat kuat menentang praktek praktek monoteisme yang masif pada waktu itu, juga dalam proses pencarian menemukan Tuhan. Pencarian Ibrahim dalam menapaki jalan ketuhanan sangatlah rasional dan penuh keyakinan atau imani. Berbagai eksperimen dilakukan oleh Ibrahim. Eksperimen yang bersifat kealaman dengan mengamati benda-benda di alam raya, mulai dari hal hal kecil sampai terbesar pengaruhnya kepada manusia.

Ketika Ibrahim melihat bintang, dia terpesona dengan keindahan bintang lalu mencoba untuk menyimpulkan inilah Tuhan, tapi ketika muncul bulan, sang bintang mulai hilang pengaruhnya. Lalu Ibrahim berubah fikiran bahwa inilah Tuhan, tapi ketika muncul matahari, sang bulan menghilang, lalu Ibrahim berkesimpulan bahwa ini adalah Tuhan. Tetapi ketika matahari mulai tenggelam Ibrahim kembali ragu, bahwa matahari itu bukan Tuhan. Disitulah Ibrahim berkeyakinan bahwa ada kekuatan yang besar di balik alam raya ini.

Itulah proses kerasionalan Ibrahim ketika mencoba menapaki perjalanan mencari Tuhan. Pendekatan ini tidak akan mampu mencapai perjalanan menuju Tuhan, mesti ditopang dengan pendekatan imani.

Di dalam teks Al Qur’an diceritakan “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, Ya Tuhanku, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati. Allah berfirman, Belum percayakah engkau?, Dia (Ibrahim menjawab, Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap). Dia (Allah) berfirman, kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka datang kepadamu dengan segera, Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana” (QS: 260).

Baca Juga  Aktus Religius: Melampaui Objek Materiil

Dengan merujuk ayat ini, disini Ibrahim mencoba berbicara langsung kepada Tuhan. Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk menvisualkan prosesi orang mati untuk dihidupkan kembali, seakan-akan Ibrahim ragu akan kemahakuasaan Tuhan, tapi ketika Tuhan mengskak, apa Ibrahim masih ragu dengan kekuasan Tuhan.

Ibrahim masih mencoba untuk menonjolkan proses keilmuan dengan ingin melihat secara visual prosesi dari yang mati menuju ke proses kehidupan yang normal kembali. Ibrahim sangat percaya dengan eksistensi dan kekuasaan Tuhan.

Akal dan Hati sebagai Modal Ibrahim Menemukan Tuhan

Alasan Ibrahim sangat argumentatif dan masuk akal, “yaitu agar hatinya tenang (mantap), jadi iman itu adalah membuat hati menjadi tenang. Hakikat iman adalah proses memaknai kekuasaan Tuhan. Ini disimbolkan dengan ketika Tuhan menyuruh Ibrahim untuk mengambil empat ekor burung lalu dicincang dan setelah itu disebarkan di berbagai bukit, kemudian Ibrahim memanggil kembali burung tersebut atas perintah Tuhan. Kemudian atas kekuasaan Tuhan, burung datang ke hadapan Nabi Ibrahim dalam keadaan utuh. Disitulah Ibrahim merasakan manisnya iman dan merasakan ketenangan hidup.

Jadi sesungguhnya, keimanan itu adalah suatu proses dari memaknai ayat ayat Tuhan, baik yang bersifat qaulyah maupun yang bersifat kauniyah. Ayat ayat Tuhan perlu direalitaskan dalam kehidupan sosial. Bagaimana ayat-ayat Quran yang turun dari Tuhan melalui perantaraan para Nabi direalisasikan dalam bentuk ayat ayat sosial.

Bahasa Tuhan yang berasal dari langit dicoba digumulkan dalam bahasa manusia dan disebarkan di muka bumi. Proses pergumulan keimanan yang dicoba ditawarkan oleh Ibrahim sangatlah bersesuaian dengan fitrah kemanusiaan.

Manusia itu sudah difasilitasi oleh Tuhan akal dan hati nurani. Atau dalam bahasa Buya Syafii Maarif bahwa manusia itu punya dua modal pembentuk peradaban, yaitu fakultas fikr dan fakultas dikr. Kedua modal pembentuk peradaban ini tidak akan pernah termakan oleh zaman. Artinya bahwa umat yang sangat peduli kedua modal peradaban ini, tidak akan pernah terpuruk dengan ganasnya zaman.

Baca Juga  Kemenangan Macron di Perancis: Tonggak Kebebasan Beragama Umat Islam

Itulah dua pendekatan yang coba dipraktekkan oleh Ibrahim dalam penemuan atau pertemuan dengan Tuhannya, yaitu aspek rasionalitas dalam memaknai keberadaan Tuhan. Berfikir dari satu benda ke benda yang lain kemudian akhirnya sampai kepada satu wujud yang mutlak, yaitu yang menciptakan benda-benda tersebut.

Kemudian yang kedua ketika memaknai hal yang bersifat metafisika. Saat Ibrahim meminta Tuhan untuk menghidupkan orang mati, ini adalah hal yang metafisik, disinilah Ibrahim menggunakan pendekatan Imani. Gabungan dari dua pendekatan ini akan melahirkan ketenangan hati, sebagaimana jawaban Ibrahim ketika direspon oleh Tuhan bahwa apakah Ibrahim tidak percaya? Ibrahim menjawab saya percaya, tapi saya ingin menenangkan hati saya. Pada prinsipnya beragama itu adalah suatu proses untuk menenangkan hati.

Editor: Soleh

Avatar
40 posts

About author
Kepala Madrasah Aliyah Nuhiyah Pambusuang, Sulawesi Barat.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds