Teman-teman sudah melihat kan Keputusan dari DPR dan MK, dan MA? Masa kita mau diam saja melihat kondisi negara yang sedang carut marut ini. Mari suarakan aksi kita dalam bentuk apapun ! Lantas bagaimana Pemimpin / Ulil Amri yang baik? Sudahkan umara di negara kita memenuhi kriteria tersebut? Apa saja kriterianya dan seberapa pentingkah amanah dalam Islam? InsyaAllah pada sesi kali ini akan dikutip dari dua kitab Fikih Siyasah karangan Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Al-Mawardi.
Ibnu Taimiyah berpendapat : Risalah / kitab ini dibangun atas ayat-ayat pemerintahan di dalam Kitabullah, Allah berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرًا
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 58).
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡ ۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 59).
Ibnu Taimiyah dalam kitab As-Siyasatus Syar’iyyah Fi Islāhi Ra’yi War Ra’iyyah menyatakan:
Turunnya ayat pertama berkaitan dengan pengelolaan urusan. Seyogyanya mereka menunaikan / melaksanakan amanah kepada Ahli nya, dan jika mereka menetapkan hukum di antara manusia, maka hendaknya menetapkan hukum dengan adil.
Turunnya ayat kedua kepada masyarakat berupa tentara dan selain mereka, maka wajib menaati Ulil Amri yang mengemban amanah, pembagian mereka, hukum mereka, peperangan mereka kecuali mereka bermaksiat kepada Allah Azza Wajalla. (As-Siyasatus Syar’iyyah Fi Islāhi Ra’yi War Ra’iyyah, Ibnu Taimiyah, Hlm. 5).
Kriteria Imam Mawardi tentang Pemimpin/Ulil Amri
Bab Pengurusan/ Perwakilan Ketetapan/ Keputusan Pemerintah.
Tidak boleh kita taqlid (mengikuti) suatu keputusan kecuali telah sempurna syarat-syaratnya yang benar, dan berlaku hukumnya didasarkan pada tujuh syarat:
1. Seorang Laki-laki, terkumpul di dalamnya syarat lain seperti kuat, baligh, jantan/maskulin.
Adapun baligh itu, maka orang yang belum baligh tidak berlaku terhadapnya suatu hukum dan tidak terikat atas dirinya suatu hukum. Adapun perempuan, maka termasuk kekurangan perempuan dalam menertibkan/ menetapkan perwalian jika berkaitan dengan hukum.
Imam Abu Hanifah berpendapat: Perempuan boleh menetapkan hukum pada hal-hal yang sah persaksiannya, dan tidak boleh menetapkan hukum pada hal yang tidak sah persaksiannya. Ibnu Jarir At-Tabari menyendiri dimana ia membolehkan perempuan menetapkan (sesuatu) pada seluruh hukum. Dan tidak mempertimbangkan Ijma’ Ulama yang mengembalikan kepada ayat:
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan).” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 34). Yaitu pada akal dan pemikiran, maka tidak boleh (perempuan) dan lebih layak kepada laki-laki.
2. Dikumpulkan didasarkan pertimbangan dan tidak cukup hanya menggunakan akal
Yakni yang dibebankan berupa ilmu-ilmu dengan kesadaran/pengetahuan yang penting-penting hingga benar kedewasaannya, baik, cerdas, jauh dari keteledoran dan kelalaiannya yang dengan kecerdasannya mewasilahkan kepada penjelasan hal-hal yang samar/tidak jelas, terbagi-bagi dan permasalahan yang sulit.
3. Merdeka, kekurangan budak dari mewalikan/mengelola dirinya,
Seseorang yang dapat mencegah dirinya dari perwalian atas dirinya dan orang lain, dan sesungguhnya budak itu tercegah dari menerima saksi dan mencegah dirinya dari penetapan hukum dan perwalian, begitulah pula hukum pada orang-orang belum sempurna kemerdekaannya dari mudabbir dan mukatib berupa budak dan sebagiannya. Budak tidak tercegah dari fatwa sebagaimana tidak tercegahnya dari meriwayatkan, karena ketiadaan perwalian dalam fatwa dan riwayat. (Ahkāmus Sultānniyyah, Imam Mawardi, Hlm.88).
4. Islam karena termasuk syarat dalam pembolehan persaksian
Allah berfirman :
ۚ وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا
“Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 141).
Tidak boleh mengikuti orang kafir ketika memutuskan kepada muslim dan tidakpula atas kafir. Abu Hanifah: “Boleh mengikuti keputusan ahli agamanya, dan ini jika menjadi tradisi perwalian dengan mengikutinya berjalan maka mengikuti pemimpin.”
Kepemimpinan tidak hanya diikuti hukum dan keputusannya, dan mereka mewajibkan hukum dan hukum itu wajib bagi mereka. Dan tidak diterima pemimpin ucapannya pada hal-hal dihukumi diantara mereka. Dan jika mereka melarang dari berhukum dan tidak memaksa atasnya, maka hukum Islam ditetapkan pada mereka. (Ahkāmus Sultānniyyah, Imam Mawardi, Hlm.89).
5. Adil, yaitu sikap yang dipertimbangkan dalam perwalian
Keadilannya berupa jelas dialek/aksennya, jelas mampu mengemban amanah, terjaga dari yang haram, melindungi diri dari dosa, jauh dari keraguan, terjaga pada keridhaan dan kemarahan, menjaga muruah pada dunia dan agamanya, jika sempurna kriteria ini, maka itulah adil yang sah persaksiannya dan sah perwaliannya. Dan telah berlalu sifat-sifat yang tercegah dari persaksian dan perwalian, maka tidak didengarkan ucapannya, dan tidak boleh menetapkan hukum.
6. Selamat / Sehat pada pendengaran, penglihatan
Agar benar dalam menetapkan penuntut dan yang dituntut, dan membedakan yang ditetapkan dan yang diingkari, untuk membedakan antara yang hak (benar) dan bathil (buruk). Dan diketahui mana yang berhak dibenarkan, dan berhak disalahkan, maka jika seseorang itu buta, maka batal perwaliannya. Imam Malik membolehkannya sebagaimana membolehkan persaksiannya. Dan seterusnya.
7. Alim (Mengetahui) Hukum-hukum syariat dan ilmunya yang mencakup terhadap ilmu usul yang mengikat dengan cabangnya
Maka pertimbangkan, apakah pemerintah/Pemimpin Ulil Amri di negara kita sudah layak? Jika belum mari kita kerahkan suara dan aksi kita untuk berjuang memperjuangkan ulil amri yang baik, setidaknya jauh dari nepotisme dan politik kotor pinokio dan antek-anteknya yang sekarang sedang terjadi.
Poin kelima sampai terakhir memberikan tamparan sekeras-kerasnya kepada pemimpin atau ulil amri kita yang masih sering ceroboh, tidak terjaga dari yang haram, bahkan sering menuai dosa kepada rakyat nya, dan jika tidak terpenuhi, maka pemerintahannya tidak saha menurut Islam. Ditambah lagi kondisi mereka yang jauh dari ilmu agama, bahkan sedikit sekali yang benar-benar menguasai ulum syariah. Semoga menjadi bahan renungan untuk kita semua.
Editor: Salim