Perspektif

Pentingnya Zuhud Sosial bagi Pejabat Publik

3 Mins read

Menjadi pejabat publik berarti mengemban amanah menyejahterakan rakyat, tetapi juga berhak mendapatkan kenyamanan dengan berbagai fasilitas yang diberikan oleh negara. Dengan demikian, tidak dipungkiri bahwa pejabat publik memiliki privilege atau hak istimewa dari yang lain. Namun, perlu digarisbawahi bahwa privilege comes with responsibility. Segala tindak tanduk pejabat akan menjadi sorotan khalayak ramai sehingga diperlukan basis intelektual dan integritas yang baik.

Belakangan setelah pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada di Parlemen, jagat maya dipenuhi dengan unggahan lambang Garuda Pancasila berlatarbelakang biru dengan tulisan ‘‘Peringatan Darurat“. Revisi UU Pilkada yang hanya membutuhkan waktu sekitar tujuh jam saja itu memunculkan konsolidasi sebagai bentuk protes untuk menolak revisi tersebut. Sementara di bagian bumi yang lain, pihak yang diisukan menjadi sebab dikeluarkannya UU Pilkada yakni putra bungsu Presiden Indonesia justru mempertontonkan kemewahannya bersama sang Istri di sosial media.

Pejabat Tidak Perlu Unjuk Kemewahan

Di tengah hiruk pikuk arus politik di Indonesia, menujukkan kesenangan dan kemewahan kepada publik seolah menjadi api yang membakar kemarahan rakyat. Maka tidak heran jika kemudian unggahan tersebut menimbulkan kecurigaan dan berbagai macam komentar negatif dari warganet. Pasalnya, hal tersebut tidak hanya membuat kesenjangan sosial yang semakin menganga dan melukai rakyat yang sedang berjuang, tetapi juga menyebabkan krisis keteladanan terhadap pemimpin bangsa.

Oleh karena itu, diperlukan jembatan moral berupa kesederhanaan dan kebersahajaan. Kesederhanaan sendiri bukan hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat materi tetapi juga imaterial. Tidak hanya sederhana dalam penampilan tetapi juga sikap inklusif dan kemampuan mengendalikan diri untuk tidak tergoda dengan berbagai kemewahan yang ada. Sudah sepatutnya bagi para pejabat publik untuk tidak diperbudak oleh materi tetapi peduli dengan kesejahteraan hidup dan kesejahteraan umat. Dalam bahasa agama, sikap ini disebut dengan sikap zuhud berdimensi sosial.

Baca Juga  Repotnya Guru di Masa Wabah

Pengertian Zuhud Sosial

Di tengah gempuran gaya hidup materialistik dan hedonistik, sikap zuhud memberikan tawaran yang mencerahkan. Pada dasarnya, zuhud merupakan ajaran tasawuf yang berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk beribadah kepada Allah swt. Dalam posisi ini, zuhud diartikan sebagai hubungan  vertikal antara hamba dan Tuhannya dengan tujuan berjumpa kepada Allah dan ma’rifat kepada-Nya.

Adapun dalam spektrum yang lebih luas, zuhud diartikan sebagai gerakan moral Islam. Artinya, seseorang mengambil jarak dengan dunia agar hatinya tidak condong tanpa melupakan kodrat sebagai manusia dengan tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan kepentingan umat. Dalam konteks ini, zuhud tidak hanya bersifat individual tetapi juga berdimensi sosial. Konsep zuhud yang dinamis ini ditawarkan oleh Buya Hamka, seorang konseptor tasawuf modern. Zuhud sosial atau zuhud sebagai etos sosial inilah yang kemudian penting untuk dijadikan nilai sekaligus pandangan hidup oleh para pemimpin.

Urgensi Zuhud Sosial

Menjadikan zuhud sebagai sikap dalam ranah individu dan sosial, setidaknya memiliki tiga urgensi dalam penerapannya. Utamanya oleh pemimpin dan pejabat publik yang memiliki posisi sentral dalam mengemban amanat rakyat. Pertama, penerapan sikap zuhud tentu saja dapat membentengi diri dari godaan-godaan duniawi, seperti keserakahan terhadap kekuasaan. Tidak kalah penting juga, bahwa sikap zuhud mengantarkan manusia pada pemurnian niat dalam melakukan segala sesuatu -dalam hal ini di kancah politik, semata-mata untuk beribadah.

Kedua, sosok pemimpin yang sederhana dan bersahaja dapat memberikan rasa hormat dan percaya dari yang dipimpin kepada pemimpinnya. Menjadi inspirasi sekaligus teladan, mengingat bangsa ini mengalami krisis keteladanan. Adapun keteladanan pemimpin sederhana, salah satunya dapat dilihat dari Syafi’i Ma’arif. Tokoh bangsa sekaligus cendekiawan yang jauh dari kemewahan fasilitas yang mentereng. Bahkan dalam kesehariannya, beliau kerap menggunakan transportasi umum, mengantre layaknya rakyat biasa, menolak apabila diperlakukan Istimewa dan sederet kesederhanaan lainnya.

Baca Juga  Politik Pesantren ala KH Hasyim Asy'ari

Ketiga, penerapan sikap zuhud sosial ini pada dasarnya sangat mendukung kerja-kerja pejabat publik yang mengabdikan dirinya untuk memperjuangkan nasib rakyat. Sebab mereka akan merasa bersalah jika hidup dengan bermewah-mewahan sementara rakyat yang “katanya” mereka perjuangkan justru berjuang melawan nasib yang penuh dengan ketidakpastian. Lebih jauh lagi, sensitifitas terhadap penderitaan rakyat yang semakin tinggi akan meminimalisir upaya mencari jalan pintas untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan kerabat terdekat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sikap zuhud bukan berarti bersikap eksklusif terhadap duniawi tetapi inklusif dan integratif. Tidak terbatas pada ranah individu tetapi juga sosial sehingga penerapan sikap zuhud benar-benar terimplementasi secara fungsional. Penerapan zuhud sosial, khususnya bagi pejabat publik memiliki peranan penting dalam tiga hal, yakni membentengi diri, keteladanan dan mendukung kerja-kerja publik. Wallahu a’lam

Editor: Hanan Aslamiyah

Hanan Aslamiyah Thoriq
3 posts

About author
Thalibat/Mahasiswi Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Dulu Ngopi Jadi Ajang Merawat Religiusitas dan Nasionalisme, Sekarang?

3 Mins read
Kebanyakan mahasiswa sekarang memandang ngopi hanya sebatas sarana nongkrong di kafe saja. Tidak sekalipun mereka pernah memperdulikan substansi ngopinya untuk apa, serta…
Perspektif

Akal: Pintu Komunikasi Allah Selain Wahyu

2 Mins read
Dalam dinamika kehidupan, manusia dianugerahi kemampuan unik yang membedakannya dari makhluk lainnya—akal. Akal ini, yang memungkinkan manusia untuk berbicara, berpikir, dan merenung,…
Perspektif

Islam Agama Kasih Sayang

1 Mins read
Islam mengajarkan kasih sayang dengan banyak cara; menebar salam, saling memberi makan,  menyambung silaturrahim, bahkan membalas kejahatan atau keburukan dengan kebaikan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds