IBTimes.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa penetapan status tersangka terhadap mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019-2024, Nadiem Anwar Makarim. Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook telah dilakukan sesuai prosedur hukum. DIlansir dari Kompas.com pada (10/10/2025), hal ini disampaikan dalam sidang praperadilan yang diajukan Nadiem di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (10/10/2025). Sebagai respons atas keberatannya terhadap status tersangkanya.
Dalam sidang tersebut, Kejagung menyatakan bahwa penetapan tersangka didukung oleh bukti yang memenuhi syarat hukum.
“Kami telah menghadirkan bukti yang cukup, bahkan lebih dari dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yakni sebanyak empat alat bukti yang relevan,” ujar perwakilan Kejagung.
Adapun alat bukti yang dimaksud mencakup keterangan saksi, keterangan ahli, dokumen resmi, dan barang bukti elektronik. Kejagung turut melibatkan ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk menjelaskan prosedur pengadaan barang dan jasa. Serta ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mengonfirmasi adanya perbuatan melawan hukum dan kerugian negara sebesar Rp1,9 triliun dalam kasus ini.
Dokumen yang diajukan sebagai alat bukti meliputi surat tugas pimpinan BPKP untuk menghitung kerugian negara dan berita acara ekspose yang ditandatangani penyidik serta auditor.
“Dokumen ini memperkuat adanya tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara,” tegas Kejagung.
Kejagung juga menepis dalil Nadiem yang menyebutkan tidak adanya laporan hasil pengawasan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau BPKP sebagai dasar pembatalan status tersangka. Menurut Kejagung, ketiadaan LHP tidak menghalangi penetapan tersangka. Sebagaimana telah ditegaskan dalam putusan praperadilan sebelumnya. ermasuk kasus Budi Said (Nomor 27/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel), Thomas Trikasih Lembong (Nomor 113/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel), dan Sofia Balfas (Nomor 11/Pid.Pra/2023/PN.Jkt.Sel).
Lebih lanjut, Kejagung menilai bahwa permohonan praperadilan Nadiem tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena menyentuh substansi perkara, yang bukan wewenang hakim praperadilan.
“Praperadilan hanya memeriksa aspek formal, bukan materi pokok perkara,” jelas Kejagung.
Kasus ini berawal dari dugaan korupsi dalam pengadaan sistem Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yang menyebabkan kerugian negara signifikan. Nadiem, yang telah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung pada September 2025. Kini berada dalam tahanan sambil menjalani proses hukum lebih lanjut.

