Internasional

Thailand dan Kamboja Sepakat Gencatan Senjata

3 Mins read

IBTimes.ID – Thailand dan Kamboja akhirnya menyepakati gencatan senjata untuk mengakhiri konflik bersenjata yang terjadi di kawasan perbatasan kedua negara.

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja sebelumnya terus meningkat dan berlangsung selama beberapa pekan.

Kesepakatan ini menjadi sinyal keseriusan kedua negara bertetangga tersebut dalam menghentikan eskalasi kekerasan terparah yang terjadi dalam lebih dari sepuluh tahun terakhir.

Perjanjian gencatan senjata ditandatangani pada Sabtu (Kompas.com/27/12) oleh menteri pertahanan masing-masing negara, menyusul bentrokan berkepanjangan yang dipicu oleh klaim wilayah yang saling tumpang tindih.

Konflik tersebut telah menyebabkan puluhan korban jiwa, memaksa evakuasi besar-besaran warga sipil, serta menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas kawasan Asia Tenggara.

Gencatan senjata Thailand–Kamboja mulai diberlakukan pada Sabtu siang waktu setempat.

Dua jam setelah diberlakukan, juru bicara Kementerian Pertahanan Thailand, Laksamana Muda Surasant Kongsiri, menyatakan bahwa kesepakatan masih dijalankan oleh kedua pihak.

“Sejauh ini tidak ada laporan tembakan,” ujarnya, sebagaimana dilansir Independent, Sabtu.

Isi Gencatan Senjata Thailand dan Kamboja

Namun tahukah kalian apa isi perjanjian gencatan senjata yang dicapai Thailand dan Kamboja, yang mana didalamnya memuat sejumlah poin utama yang bertujuan menghentikan konflik serta mencegah eskalasi berkelanjutan.

Ketentuan-ketentuan tersebut menjadi dasar bagi kedua negara dalam menjaga stabilitas sekaligus membangun kepercayaan di kawasan perbatasan.

Berikut isi kesepakatan gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja, antara lain:

1. Penghentian Total Aktivitas Serangan

Dalam kesepakatan itu, kedua negara menyetujui penghentian segera seluruh aksi tempur di wilayah perbatasan.

Thailand dan Kamboja juga sepakat menghentikan pergerakan tambahan pasukan serta melarang pelanggaran wilayah udara masing-masing untuk kepentingan militer.

Selama konflik berlangsung, Thailand tercatat sebagai satu-satunya pihak yang melakukan serangan udara, dengan sasaran di wilayah Kamboja hingga Sabtu (27/12) pagi, berdasarkan pernyataan Kementerian Pertahanan Kamboja.

Baca Juga  Konflik Taliban-Pakistan Memanas Lagi, Puluhan Warga Jadi Korban

2. Kamboja Mendesak Pembebasan Tawanan

Salah satu poin penting dalam perjanjian tersebut mengatur kewajiban Thailand untuk memulangkan 18 prajurit Kamboja yang ditangkap dalam bentrokan pada awal tahun ini.

Pembebasan akan dilakukan setelah gencatan senjata berlangsung selama 72 jam, sesuai tuntutan utama Phnom Penh.

Kesepakatan itu ditandatangani di pos pemeriksaan perbatasan oleh Menteri Pertahanan Kamboja Tea Seiha dan Menteri Pertahanan Thailand Nattaphon Narkphanit.

Penandatanganan dilakukan usai tiga hari perundingan intensif dalam kerangka Komite Perbatasan Umum yang telah lama dibentuk.

3. Penegasan Ulang Komitmen Gencatan Senjata Sebelumnya

Perjanjian terbaru juga menegaskan kembali komitmen gencatan senjata yang disepakati pada Juli lalu, termasuk 16 langkah de-eskalasi yang telah dirumuskan sebelumnya.

Upaya terdahulu tersebut sempat dimediasi oleh Malaysia dan diperkuat oleh tekanan internasional, termasuk ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk meninjau ulang fasilitas perdagangan apabila konflik tidak dihentikan.

Meski sempat mereda, hubungan kedua negara kembali memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Adu pernyataan keras serta insiden perbatasan sporadis akhirnya berkembang menjadi pertempuran terbuka pada awal Desember.

Sejak 7 Desember, Thailand melaporkan 26 prajuritnya dan satu warga sipil tewas akibat pertempuran langsung, serta 44 warga sipil lainnya meninggal akibat dampak konflik yang meluas.

Sementara itu, Kamboja belum mengumumkan data korban militer, namun menyebut sedikitnya 30 warga sipil tewas dan 90 orang mengalami luka-luka. Ratusan ribu penduduk di kedua sisi perbatasan terpaksa mengungsi.

Kedua negara saling menyalahkan sebagai pihak pemicu bentrokan dan menegaskan bahwa langkah militer yang diambil merupakan bentuk pembelaan diri.

4. Kewajiban Mematuhi Konvensi Internasional

Selain penghentian tembak-menembak, perjanjian gencatan senjata juga mewajibkan Thailand dan Kamboja untuk mematuhi konvensi internasional terkait pelarangan ranjau darat.

Baca Juga  Rudal Tomahawk Amerika Bombardir ISIS di Nigeria

Isu ranjau darat selama ini menjadi salah satu sumber utama ketegangan antara kedua negara.

Thailand menyatakan sejumlah prajuritnya terluka akibat ledakan ranjau yang diduga baru dipasang oleh pihak Kamboja.

Tuduhan tersebut dibantah oleh Phnom Penh, yang menegaskan bahwa ranjau tersebut merupakan sisa konflik perang saudara yang berakhir pada akhir 1990-an.

5. Komitmen Melawan Kejahatan Lintas Negara

Poin lainnya menegaskan komitmen kedua negara untuk menahan diri dari penyebaran informasi palsu atau penipuan.

Thailand dan Kamboja juga sepakat melanjutkan perundingan terkait penetapan batas wilayah serta memperkuat kerja sama dalam pemberantasan kejahatan lintas negara.

Kerja sama itu antara lain difokuskan pada penanganan jaringan penipuan daring terorganisir yang telah menimbulkan kerugian hingga miliaran dolar bagi korban di berbagai negara.

Selama ini, Kamboja kerap disebut sebagai salah satu pusat utama operasi kejahatan tersebut.

Ketegangan Masih Mengiringi Konflik Thailand dan Kamboja

Seperti dilansir Associated Press, Minggu (28/12/25), meskipun sejumlah kesepakatan telah dicapai, hubungan antara Thailand dan Kamboja masih dibayangi ketegangan.

Perang pernyataan serta insiden lintas batas berskala kecil terus terjadi hingga akhirnya meningkat menjadi pertempuran besar pada awal Desember 2025.

Beberapa jam setelah penandatanganan gencatan senjata terbaru, Kementerian Luar Negeri Thailand mengajukan protes kepada Kamboja terkait seorang prajurit Thailand yang mengalami cacat permanen akibat ledakan ranjau darat antipersonel.

Bangkok menuding ranjau tersebut baru dipasang oleh pasukan Kamboja, tuduhan yang dibantah Phnom Penh dengan menyebut ranjau itu sebagai sisa perang saudara puluhan tahun lalu.

Gencatan senjata ini mendapat respons positif dari komunitas internasional. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio menyambut baik kesepakatan tersebut dan mendesak kedua negara untuk sepenuhnya mematuhi isi perjanjian.

Baca Juga  Arab Saudi Bangun Kereta Cepat Jeddah–Riyadh Senilai Rp116 Triliun untuk Perkuat Jaringan Transportasi

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan gencatan senjata itu sebagai langkah positif untuk mengurangi penderitaan warga sipil serta menciptakan kondisi yang mendukung perdamaian jangka panjang.

PBB juga mengapresiasi peran Malaysia, China, dan Amerika Serikat dalam mendorong penyelesaian konflik secara damai.

(MS)

Related posts
Internasional

Konflik Thailand-Kamboja Reda, Ribuan Pengungsi Pulang ke Rumah

1 Mins read
IBTimes.ID – Perlahan-lahan, kehidupan mulai bergerak kembali di Thailand bagian timur. Pada Selasa, 30 Desember, ribuan warga yang sebelumnya mengungsi akibat ketegangan…
Internasional

Donald Trump Berharap Segera Capai Tahap Kedua Rencana Perdamaian Gaza

1 Mins read
IBTimes.ID – Presiden Amerika Serikat Donald Trump berharap dapat segera mencapai fase kedua rencana perdamaian Gaza. Ia memberi peringatan pada Hamas untuk…
Internasional

Polri Masuk Lima Besar Kontributor Pasukan Perdamaian PBB Dunia

1 Mins read
IBTimes.ID – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terus memperkuat kontribusi Indonesia dalam menjaga stabilitas dan perdamaian global. Hingga akhir 2025, Polri tercatat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *