Perspektif

Menyoal Guru Penggerak dan Suasana Belajar Merdeka Mas Menteri

6 Mins read
Oleh: Abdullah Mukti*

Saat Peringatan Hari Guru Nasional pada 25 November yang lalu di Kemdikbud RI, warganet dihebohkan dengan statement Mas Menteri perihal “guru penggerak” dan “suasana belajar merdeka”. Pernyataan Mas Menteri sangat viral dan membuat heboh. Seolah menjadi oase dahaga pendidikan yang diharapkan lepas dari belenggu formalitas, seabreg administrasi, dan ruang inovasi serta kreativitas yang idelanya diusung oleh para punggawa pendidikan dan siswa.

Harapannya dengan menjadi penggerak mampu menciptakan revolusi suasana belajar yang merdeka sehingga siswa aktif, kreatif, dan inovatif. Sudah saatnya guru tidak asyik masuk dengan ketugasan mulianya, rutinitas, dan tuntutan administrasi yang membelenggu. Rutinitas yang menjadikan kediriannya tidak kreatif dan inovatif. Pantas kiranya suasana pembelajarannya pun monoton dan segenap potensi dan talenta yang dimiliki siswa tidak dapat dikembangkan karena proses pembelajaran yang sudah usang.

Belajar dari Finlandia dan China

Negara-negara maju dalam hal pendidikan semisal Finlandia dan China mampu mengembangkan pembelajaran yang enjoyful, menyenangkan dan membahagiakan tanpa beban yang sangat berlebihan. Mutu dan kualitasnya mengantarkan pendidikan di dua negara tersebut menjadi role model pendidikan. Menjadi acuan serta referensi kemajuan pendidikan negara lainnya.

Negara China yang pernah penulis kunjungi dalam kegiatan short course selama 23 hari. Di sana dapat dilihat proses reformasi pendidikan yang dilakukan sejak 1990 dimulai dari proses pembelajaran di kelas. Di mana guru didorong mengembangkan pola pembelajaran mandiri, berbasis kasus, atau pendekatan investigatif. Capaian pendidikan tidak lagi mengejar kompetisi namun kolaborasi. Yang paling mendasar, proses pembelajarannya dipastikan happiness dan bermakna.

Reformasi yang dilakukan negara China membutuhkan waktu 20 tahun. Kemudian mengubah haluan pendidikan yang sebelumnya padat materi, seabreg tugas dan pola pembelajaran drill agar bisa menguasai materi, juga guru yang betul-betul dituntut untuk mencapai standar nasional pendidikan. Dalam proses reformasi tersebut, langkah paling fundamental yang ditempuh adalah perbaikan mutu guru, kurikulum sekaligus support alokasi anggaran pendidikan, dan apresiasi kepada Guru sebagai pilar utama bangsa dengan penduduk terbanyak di dunia tersebut.

Integrasi budaya China yang kuat bersama arus deras modernisasi pendidikan yang menyenangkan dan mengasyikkan dipadukan menjadi reformasi proses pembelajaran di negeri China. Saat ini bisa dilihat dan dirasakan, selain masalah vokasi, pendidikan karakter, serta pendidikan dasar dan menengah di China maju pesat. Bahkan menjadi barometer selain negara Finlandia.

China menjadi salah satu negara yang maju dalam pencapaian pendidikan yang bermutu dan berkualitas dunia. Kiranya, Mendikbud ketika itu mendorong 200 guru, kepala sekolah dan pengawas belajar ke negeri China agar etos spirit kemajuan pendidikan bisa dikembangkan di Indonesia.

Baca Juga  Muhsin Labib: Tauhid Lebih dari Sekedar Meyakini Tuhan itu Ada

Gagasan Kiai Dahlan

Gagasan heroik Mas Menteri memang perlu diapresiasi mengenai “guru penggerak” dan “suasana belajar” yang sudah saatnya dikembangkan secara simultan dan gerakan memajukan pendidikan di Indonesia. Namun, gagasan Mas Menteri sebagai founder sekaligus mantan CEO Go-Jek, bukanlah gagasan baru.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, konsep “guru penggerak” dan “suasana belajar merdeka” sudah digaungkan tokoh-tokoh pendidikan modern di Indonesia. Seperti Kiai Haji Ahmad Dahlan melalui Sekolah dan Gerakan Muhammadiyah. Juga Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nsional dan Pendiri Taman Siswa, serta Nicolaus Driyarkara,

Kita dapat menelisik kembali khazanah keIndonesiaan mengenai pendidikan, agar kita semua tidak ahistoris dengan sejarah pendidikan kita sendiri. Sehingga akhirnya mampu mengembangkan pendidikan kekiniaan, tidak sebatas gagasan utopis seolah gagasan baru.

Kiai Dahlan melalui gebrakan sekolah Muhammadiyah ketika itu menggagas pendidikan holistik, yakni integrasi ilmu pengetahuan dan ilmu agama. Gagasan futuristik tersebut melampaui pemikiran zaman itu, kemudian pemikirannya berkembang pesat hingga saat ini Muhammadiyah berusia 107 tahun. Pendidikan Muhammadiyah mulai pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi pun terus melesat, bahkan merambah dunia internasional.

Kiai Dahlan berpendirian, bahwa para guru memegang peranan yang penting di sekolah dalam usaha menghasilkan anak-anak didik seperti yang dicita-citakan Muhammadiyah. Yang penting bagi para guru ialah memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam Muhammadiyah. Dengan memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam Muhammadiyah, para guru dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang dicita-citakan Muhammadiyah.

Guru dalam Muhammadiyah

Dalam Muhammadiyah, guru menduduki tempat penting. Bukan sekadar alat mekanis tanpa pengetahuan, kesadaran, motivasi, dan tujuan. Di dalam pengertian Muhammadiyah, guru merupakan subjek pendidikan, dan subjek dakwah yang sangat penting fungsi dan amal pengabdiannya.

Tujuan Muhammadiyah dalam pendidikan yaitu membentuk manusia yang muslim yang cakap, berakhlak mulia, percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Jadi tidak hanya bertujuan membentuk manusia intelektual saja. Tetapi juga manusia muslim, manusia moralis, dan manusia yang berwatak.

Terkait gagasan inovatifnya mengenai proses pembelajaran oleh guru,  Kiai Dahlan memberikan statemen “Bocah-bocah dimardikaake pikire (anak-anak diberi kebebasan berpikir)”. Belum lagi sikapnya yang banyak beraksi nyata dalam kehidupan, memberikan solusi. Perannya sebagai man of action menginspirasi pendirian sekolah, murid-muridnya melanjutkan mendirikan rumah sakit dan amal usaha dakwah hingga saat ini.

Etos Wal Ashri dan Al-Maun menjadi bukti nyata bahwa Kiai Dahlan tidak sebatas guru penggerak, namun juga guru amal nyata. Dalam bahasa Paulo Freire adalah guru praksis, satu kesatuan dan pertautan antara berindak dan berpikir. Atau dalam bahasa Mansour Fakih, dkk. adalah “Manunggal karsa, kata, dan karya”.

Gagasan Ki Hajar dan Driyarkara

Begitu pula dengan Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional RI. Ki Hajar Dewantara adalah Paulo Freire-nya Indonesia karena sedari awal mengusung makna pendidikan. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu sarana penyebarluasan benih hidup merdeka di kalangan rakyat dan tuntunan di dalam hidup-tumbuhnya anak-anak. Menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Baca Juga  Setelah Dialektika; Refleksi atas Hari Buruh Internasional

Konsep among  Ki Hajar Dewantara merupakan konsep pendidikan berjiwa kekeluargaan dengan prasyarat kemerdekaan. Konsep ini bertujuan menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak. Agar anak dapat memiliki pribadi yang kuat serta dapat berpikir dan bertindak merdeka.

Pandangan tokoh pendidikan Indonesia lainnya mengenai konsep guru penggerak dan suasana pembelajaran merdeka lainnya adalah N Driyarkara. Ia berpendapat bahwa pendidikan dimaksudkan sebagai pemanusiaan manusia-muda (hominisasi). Karena itu, pendidikan harus membantu manusia muda agar secara tahu dan mau, bertindak sebagai manusia dan bukan hanya secara instingtif saja. Sehingga pendidikan dimaksudkan untuk mengembangkan manusia agar menjadi makhluk yang memiliki cipta, karya, dan rasa yang manusiawi (Driyarkara, 1978).

Pandangan ketiga tokoh penting pendidikan Indonesia telah terbukti nyata dan berkontribusi nyata sekolah berperan sebagai wahana untuk educare yang berarti “menggiring ke luar”. Yaitu ke luar diri atau segenap potensi pembelajar itu sendiri (Harefa, 2000). Institusi sekolah diilustrasikan Ki Hajar Dewantara, sebagai sebuah “taman” yang penuh dengan kesejukan, kehangatan, keceriaan, nyaman, keteduhan, dan indah untuk dipandang.

Filosofi inilah yang semestinya melekat pada institusi sekolah. Kiai Dahlan muda pun menjadi sosok guru yang alim. Melakukan pendekatan seni melalui biolanya sekaligus menggugah inspirasi dan memantik siswa-siswanya untuk berilmu juga beramal kebajikan sebanyak-banyaknya.

Catatan untuk Mas Menteri

Gagasan mengenai guru merdeka dan suasana pembelajaran yang merdeka yang telah digulirkan Mas Menteri walaupun bukan gagasan baru, jika serius ditindaklanjuti ada beberapa catatan jika ingin diwujudkan. Pertama, regulasi administrasi guru yang dikeluhkan Mas Menteri sejatinya sangat tergantung sudut pandang guru memahami regulasi yang telah diperundangkan.

Jika saja guru tidak menjadikan administrasi is everything, mementingkan proses pembelajaran sebagaimana negara China terapkan, dan didukung oleh mindset kepala sekolah yang memberikan ruang lebar inovasi dan kreativitas mengkreasi lesson plan yang dikesankan memberatkan, tidak perlu terjadi menjadi beban. Negara China sekalipun lesson plannya sederhana, namun bobot proses pembelajarannya yang paling utama.

Baca Juga  1 Triliun Muhammadiyah, Nggak Pake Pasir!

Keberhasilan sang guru letaknya pada proses pembelajaran. Sehingga sebelum gurunya yang didorong, kepala sekolah dan pengawas-lah yang perlu disamakan frekuensi dan gelombangnya mengenai lesson plan dalam proses pembelajaran.

Kedua, selama apresiasi kepada guru masih timpang, guru penggerak tidak akan terwujud. Bahkan suasana pembelajaran merdeka pun sulit bisa hadir dengan optimal. Negara-negara maju sangat mendukung dan memberikan apresiasi kepada guru. Profesi guru menjadi profesi mulia dan dimuliakan.

Sementara itu, negara ini masih timpang. Apalagi menyangkut guru honor yang masih jauh dari layak apresiasi kinerja mulianya. Belum lagi jika dikaitkan dengan ekonomi. Perkembangan negara maju dalam pendidikan selaras dengan kemajuan dalam ekonomi bangsanya. Sehingga persoalan guru penggerak dan suasana pembelajaran merdeka tidak melulu persoalan guru semata.

Ketiga, peningkatan mutu kualitas guru yang belum bisa menyentuh seluruh lapisan guru yang ada di Indonesia. Kurikulum 2013 yang direncanakan tuntas 3 tahun pun masih menyisakan guru yang belum tersentuh perubahan kurikulum. Sekalipun dengan model daring.

Pemerintah perlu bergandengan tangan dengan berbagai pihak. Karena keunikan pendidikan di Indonesia tidak terlepaskan dari peran sekolah swasta. Meskipun ada pandangan yang miring mengenai peran swasta, karena bangsa satu-satunya yang mendukung pendidikan swasta hanya Indonesia.

Peran Swasta dalam Pendidikan

Sungguh ironis, karena seolah lagi-lagi ahistoris. Jauh sebelum hadirnya negara, swasta telah hadir. Negara-negara maju sejak awal telah merencanakan dengan matang mengenai jumlah sekolah sekaligus penanganan dan pengelolaannya. Sekolah yang diperbanyak adalah sekolah milik negara.

Sementara di Indonesia, tidak mungkin bisa disamakan keadannya. Karenanya, sinergi dan kolaborasi bersama sangat memainkan peranan penting mewujudkan pendidikan yang bermutu, berkualitas, dan berkemajuan. Termasuk mengenai guru merdeka dan suasana pembelajaran merdeka.

***

Pendidikan di Indonesia bukan berrada di ruang kosong dan baru akan, namun pendidikan di Indonesia telah berjalan. Karenanya, harus bergandengan tangan bersama. Persoalan pendidikan tidak cukup selesai di tataran wacana utopis yang seolah meniadakan peran nyata dan kontribusi pendidikan serta sekolah di Indonesia yang multi kultur. Memiliki keanekaragaman bentuk corak dan lintasan historis yang panjang jauh sebelum bangsa ini hadir.

Semoga Mas Menteri mampu mereformulasikan reformasi pendidikan yang konfiguratif, berkolaborasi, dan bersinergi bersama. Karena kekayaan khazanah pendidikan Indonesia telah banyak bukti dan torehan karya nyata, agar tidak ahistoris dan berkesinambungan.

Wallahu a’lam

*) Mantan Kepala Sekolah. Sedang menempuh S3 Manajemen Pendidikan UNY Angkatan 2019.

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds