Perspektif

Nadiem Makarim, Menteri Milenial Pembongkar Tradisi Pendidikan

2 Mins read

Dia berdiri Kyai Dahlan adalah produk milneal, anak muda yang membunuh semua sistem generasi sebelumnya. Kyai Dahlan adalah kill everithing.

Milenial itu melawan hampir di semua lini, sehingga pernah dikatakan bahwa milenial itu kill everithing. Membunuh semuanya. Apanya yang dibunuh? Yang dibunuh adalah generasi di atasnya. Dan mereka menganggap generasi di atasnya tidak cool. Tidak keren. Termasuk sistem pendidikan yang katanya kuno dan ortodoks.

Karena semua sistem pendidikan yang ada saat ini menguntungkan guru atau generasi di atasnya, maka milenial ingin membuat solusi sistem pendidikan yang mereka ingini. Membuat sistem sendiri yang mereka butuhkan. Pendidikan yang dibutuhkan murid bukan kebutuhan yang dimaui guru. Lantas sistem pendidikan mileneal itu apa ?

Ilmu jaman now itu adalah modern monetery theory. Basisnya adalah SWF: sovereighn wealth fund-consolidate bottom of pyramide. Create 12 level of economy. Credonya adalah create-create-create. Itu adalah credonya kaum milneal yang menggunakan MMT.

Milenial itu tak suka baca buku tapi status. Bagi milenial ensiklopedi, peta bumi, jurnal scopus dengan segala tetek bengeknya, bukan kebutuhan tapi penjara kreatifitas. Bukan itu yang dibutuhkan milenal tapi creat—creat—creat. Aplikasi praktis dan multi guna. Itulah kredo pendidikan milenal. Praktis dengan tatap muka singkat, tidak lama dikelas tapi dapat banyak. Milenial tak butuh banyak pelajaran. Peran guru pun menyusut. Mungkin juga tak butuh failasuf dan konsep matang. Bahkan ruang kelas bukan lagi sebagai tempat belajar tapi tempat janjian.

Nadiem Makarim tidak sama dengan para seniornya, sebut saja Daoed Joesoef, Fuad Hasan, Malik Fadjar, Bambang Sudibyo, dan nama-nama tenar lainnya di dunia didik-mendidik yang biasa nya diisi para ahli pendidikan. Guru besar sepuh yang lama malang melintang di jagat pendidikan. Pintar tapi jumud.

Baca Juga  Bagaimana Masa Depan Islam Pembaruan?

Nadhiem Makarim seperti hendak menjawab pertanyaan: Apa yang dibutuhkan milenial terhadap pendidikan? Pendidikan yang dibutuhkan milenal bukan untuk guru atau pengajar. Bukan hapalan materi tapi aplikasi dari berpikir imajiner yang kreatif.

Jokowi melawan tabu. Membongkar tradisi dan ortodoksi pendidikan. Langkah progresif sekaligus berani. Apa yang di inginkan Jokowi dari Nadiem Makarim, seorang  pemuda penggiat bisnis yang sama sekali tidak bersentuhan dengan dunia pendidikan.

Mungkin Jokowi hendak mengatakan bahwa pendidikan itu bukan hanya soal tentang kapur dan papan tulis-atau daftar angka yang dibagi-bagi pada setiap semester atau lembar kertas ijazah yang dibagi setelah ujian usai.

Pendidikan macam itu tak ubahnya hanya ritual. Lupa bahwa yang dihadapi adalah manusia—-milenal tak butuh pendidikan macam itu. Itulah mengapa jabatan Mendikbud tidak diberikan kepada profesor pintar tapi jumud.

Pendidikan ortodok memposisikan Guru yang berubah fungsi menjadi kurikulum berjalan yang sesak dengan materi. Makin jauh dari muridnya, meski setiap saat bertatap. Keduanya makin jauh dan tak saling mengenal. Tak saling tahu apa yang dibutuhkan sebab yang diburu hanya materi. Murid dijejali dengan berbagai macam informasi yang barangkali tak berguna dalam hidupnya.

Pendidikan tak ubahnya kumpulan proyek. Sibuk dengan urusan metode yang berubah-ubah sekehendak proyek yang dipaku dalam ‘rumusan masalah’. Lantas apa yang didapat murid selain kebingungan kolektif. Guru hanya arena percobaan yang ditugaskan mengajar pada manusia beneran.

Tapi apa bisa mengubah sistem pendidikan dengan orang orang yang sama para guru mungkin saja malah tak cukup bisa mengikuti pola pikir milenal. Bahkan bisa berbalik dalam konflik pemikiran paradigmatik.  Tuah Menteri pendidikan tak cukup sakti bisa menaklukkan sistem pendidikan kita yang dikenal kaku, ortodok dan tak suka berubah.

Baca Juga  Ibnu Khaldun: Bapak Sosiolog Muslim

Tapi Daoed Joesoef pernah melakukannya meski kemudian dimusuhi banyak orang. Sebab kebutuhan guru, murid dan birokrasi kadang saling berlawanan. Pertanyaan besarnya adalah apakah para orang pintar d dunia pendidikan mau diajari Nadhiem anak kemarin sore itu ? Lagi-lagi mileneal terbentur tembok dan harus mengubur (menunda) ke-inginannya .

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *