Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read

Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era sekarang. Semakin terbukanya sekat antarnegara, menyebabkan landskap pendidikan bergeser menciptakan tuntutan dan mengarahkan kiblat baru dalam sistem pendidikan.

Institusi pendidikan sekarang ini, dituntut untuk tidak hanya menghasilkan individu yang kompeten secara akademis, namun juga individu yang memiliki keterampilan intrapersonal (communication-collaboration), berfikir kritis dan kemampuan cepat beradaptasi (critical thingking-adaptation), dan keterbukaan terhadap nilai-nilai lintas budaya (cultural openness).

Selain itu, perubahan kebutuhan dan ekspektasi masyarakat juga turut mempercepat transformasi dalam bidang pendidikan. Maka, Institusi pendidikan wajib hukumnya untuk terus berinovasi dan menyesuaian diri agar tetap bertahan (survive).

Tantangan Baru Institusi Pendidikan Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi sosial-kemasyarakatan yang berhasil bertransformasi lintas zaman, mulai dari periode penjajahan belanda-jepang, orde lama, orde baru hingga era reformasi. Rentetan historis tersebut merupakan bukti, bahwa Muhammadiyah dapat bertransformasi, menjawab dinamika serta tantangan zaman dan menciptakan solusi keumatan.

Tidak heran, Institusi AUM di bawah Muhammadiyah terus berkembang dan bertambah banyak. Tercatat,  Muhammadiyah memiliki Institusi pendidikan yang tergolong banyak dibidang pendidikan, sebanyak 27.203 tersebar di seluruh Indonesia.

Keberhasilan Muhammadiyah mengembangkan institusinya, berasal dari beberapa aspek. Namun, kekuatan utama dari keberhasilan Muhammadiyah adalah ruh tauhid setiap kader Muhammadiyah dan keterlibatan aktif mereka dalam menganalisis fenomena zaman dengan cermat, sehingga dapat menghadirkan solusi yang tepat bagi segala dinamika.

Saat ini, Muhammadiyah mendapatkan tantangan baru di bidang pendidikan, tekanan arus globalisasi dan perubahan kebutuhan-ekspektasi tinggi masyarakat, lahir satu fenomena, yakni fenomena over-branding. Beberapa Institusi pendidikan pendidikan terkhusus, swasta, terjebak dalam fenomena ini. Mereka berlomba-lomba untuk mengidentifikasi diri mereka dengan citra maju, modern, dan progresif.

Namun sayangnya, pembangunan citra/branding yang mereka lakukan malah menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Terjadi kesenjangan antara citra dan realitas. Ketika citra yang ditampilkan ternyata tidak sesuai realita. Akibatnya, terjadi gelombang ketidakpercayaan (distrust), sentimen negatif, serta penurunan reputasi yayasan/instansi pendidikan tersebut secara signifikan. Maka, Institusi Pendidikan termasuk Muhammadiyah perlu berhati-hati dalam membangun brand, untuk tidak terlalu berlebihan hingga melampaui realitas lapangan sehingga menyebabkan merosotnya reputasi institusi Muhammadiyah itu sendiri.  

Baca Juga  Kongres Ricuh, Ada Apa dengan PAN?

Pada akhirnya, fenomena ini  menempatkan Institusi pendidikan Muhammadiyah di tengah persimpangan jalan. Muhammadiyah sebagai institusi Pendidikan swasta, yang secara primer dana pengembangan institusi berasal dari wali murid. Institusi Pendidikan Muhammadiyah tentu paham bahwa meningkatkan citra (branding) merupakan salah satu strategi untuk menarik minat masyarakat dan merekrut siswa baru, tetapi disisi lain Muhammadiyah harus paham bahwa kepercayaan masyarakat, integritas, dan kredibilitas institusi adalah kunci agar institusi pendidikan tetap ada dan berlanjut (sustain).

Fenomena Over-Branding dalam Pendidikan

Dilansir melalui emotivebrand.com, Over-branding dapat didefinisikan sebagai praktik berlebihan dalam mempromosikan suatu merek atau produk. Hal ini disebabkan kegagalan dalam memetakan tujuan dari merek atau produk, kebingungan dalam menyederhanakan banyak ide menjadi satu gagasan besar, dan upaya manajer/atasan untuk menciptakan kondisi untuk membuat ‘semua orang’ tertarik terhadap merek dagang mereka, dengan memberikan citra yang disukai semua orang (all things to all people).

Dalam konteks pendidikan, over-branding ini melibatkan suatu institusi pendidikan yang terlalu menekankan citra mereka sebagai merek dagang, dibandingkan dengan menampilkan identitas, nilai, visi, dan karakter yang dimiliki oleh institusi pendidikan tersebut.

Bahkan, tidak sedikit dari institusi pendidikan ini, melibatkan siswa dalam pekerjaan meningkatkan citra (branding) institusi, dengan dalih memberikan pengalaman inklusif kepada siswa. Maka, secara umum munculah beberapa pertanyaan; Apakah etis, siswa-siswa dilibatkan dalam bagian pemasaran pendidikan dan branding institusi? Apakah ini bukan bentuk dari eksploitasi atau manipulasi yang dilakukan oleh institusi pendidikan tersebut? dan bagaimana prioritas menempatkan hak siswa yakni pengalaman belajar yang bermakna dan berkualitas. Hal ini memunculkan berbagai pertanyaan etis dan praktis, yang sebaiknya dipertimbangkan oleh beberapa institusi pendidikan.

Baca Juga  Humanisme Religius: Paradigma Masa Depan Pendidikan Islam

Jika terus menerus Institusi Pendidikan melakukan branding yang agresif dan berlebihan (over-branding) akan terjadi beberapa dampak, antara lain; Pertama, penurunan fokus pada perbaikan kualitas pendidikan yang seharusnya menjadi hal esensial untuk diperhatikan. Hal ini meliputi kualitas dan kesejahteraan tenaga pendidik, kualitas pengajaran dan kurikulum serta identitas budaya dan organisasi institusi pendidikan tersebut.

Kedua, terjadi homogenisasi institusi pendidikan. Fenomena homogenisasi institusi pendidikan terjadi ketika setiap sekolah memiliki kemiripan, kesamaan, baik teknik marketing, standar ideal dan kiblat yang sama. Institusi pendidikan jadi semakin mirip satu sama lain, masyarakat akan susah membedakan. Institusi pendidikan mengalami krisis identitas (Identity crisis), hilangnya jati diri (true-self) dan nilai-nilai (values). Padahal, seharusnya karakter, nilai, identitas khas, menjadi pondasi dalam menjalankan proses pendidikan di institusi pendidikan tersebut. Homogenisasi institusi pendidikan juga dapat berarti hilangnya keberagaman dan pluralitas antar institusi pendidikan.

Ketiga, menghambat inovasi dan fleksibilitas institusi pendidikan. Tujuan branding institusi pendidikan, tentu untuk mempromosikan institusi pendidikan agar memiliki citra ditengah masyarakat. Namun, jika berlebihan (over-branding) tentu akan menghambat inovasi dan fleksibilitas dari institusi pendidikan tersebut. Karena, institusi pendidikan over-branding ini menerapkan orientasi all things to all people, yang berarti orientasinya adalah citra yang  diinginkan semua orang, bukan berorientasi kepada pemenuhan hal hal esensial seperti perbaikan media pembelajaran, peningkatan kualitas SDM, dan sarana-prasarana. Tindakan Over-branding dapat menghambat kemampuan institusi pendidikan untuk berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan aktual yang terjadi di lingkungan pendidikan.

Menyeimbangkan antara Citra dan Integritas Institusi Pendidikan Muhammadiyah

Muhammadiyah secara konsisten menempatkan peningkatan kualitas pendidikan secara nyata menjadi prioritas utama. Pertama, dalam tinjauan sosio-historis, KH. Ahmad Dahlan secara eksplisit mengatakan, dadiyo kyai sing kemajuan, lan aja kesel-kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah. Jika diterjemahkan dan diinterpretasikan menjadi: Jadilah ulama/guru yang berkemajuan (cerdas-optimis) sehingga dapat melahirkan individu pandai dalam ilmu agama dan ilmu umum, dan jadilah pribadi tidak kenal lelah untuk mengabdi di Muhammadiyah, berjuang untuk memecahkan masalah masalah sosial-kemasyarakatan dan menggerakan ke arah kemajuan. Orientasi kualitas ini menjadi spirit yang menjadikan Gerakan Muhammadiyah bertahan dengan tegak melewati berbagai macam problem dan dinamika.

Baca Juga  PJJ, Kendaraan Menuju Pencerdasan atau Pembodohan?

Kedua, berdasarkan tinjauan Tujuan Pendidikan Muhammadiyah Rumusan tahun 1921, yakni: “Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama di Hindia Nederland”. Istilah memajukan dan menggembirakan tentu berorientasi kepada peningkatan/penyempurnaan terhadap kualitas pendidikan. Ini merefleksikan sebuah kemauan kuat Muhammadiyah untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang gembira, dan bermakna.

Inilah integritas dan identitas autentik dari institusi Pendidikan Muhammadiyah, yang perlu terus dirawat oleh setiap kadernya. Maka diharapkan, Institusi Pendidikan Muhammadiyah terus berada kepada substansi pendidikan yang sejati, yakni menghadirkan pendidikan yang gembira dan maju. Jangan sampai Institusi Pendidikan Muhammadiyah terjebak dalam gelombang over-branding, yang dapat menyebabkan turunnya reputasi institusi pendidikan Muhammadiyah, bahkan Muhammadiyah secara khusus.

Dengan demikian, Institusi Pendidikan Muhammadiyah perlu seimbang dan berhati hati dalam membangun citra mereka. Pembangunan citra (branding) harus selaras dengan membangun kualitas pendidikan, pengalaman belajar anak, kesejahteraan pendidik dan karyawan, dan mengupayakan citra dibangun sesuai dengan identitas, nilai, visi, karakter dan kualitas sebenarnya. Setiap langkah yang diambil oleh tiap-tiap institusi harus sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh Persyarikatan Muhammadiyah agar spirit berkemajuan itu terus terjaga.

Editor: Soleh

Eri Nugroho
3 posts

About author
Pengajar di Sekolah Dasar UMP (Universitas Muh Purwokerto)
Articles
Related posts
Perspektif

Gelombang Protes dari Dunia Kampus Menguat, Akankah Terjadi 'American Spring'?

4 Mins read
Pada tahun 2010-2011 terjadi demonstrasi besar-besaran di sejumlah negara Arab. Protes tersebut menuntut pemerintahan segera diganti karena dianggap tidak lagi ‘pro-rakyat’. Protes…
Perspektif

Buat Akademisi, Stop Nyinyir Terhadap Artis!

3 Mins read
Sebagai seorang akademisi, saya cukup miris, heran, dan sekaligus terusik dengan sebagian rekan akademisi lain yang memandang rendah profesi artis. Ungkapan-ungkapan sinis…
Perspektif

Begini Kira-Kira Jika Buya Hamka Berbicara tentang Bola

3 Mins read
Kita harus menang! Tetapi di manakah letak kemenangan itu? Yaitu di balik perjuangan dan kepayahan. Di balik keringat, darah, dan air mata….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *