Al-Jabbar memiliki nama lengkap Abd al-Jabbar ibn Ahmad al-Hamdani ibn Khalil ibn Abdillah al-Hamdzani al-Asadabi. Dalam berbagai sumber, Namanya dikenal sebagai Imad al-Din Abu Al-Hasan Qadi al-Qudah Abd al-Jabbar bin Ahmad bin Abd al-Jabbar al-Hamdani (Machasin:2000). Beliau merupakan eksponen utama bagi kaum Mu’tazilah yang kerap mendapati julukan kaum rasionalis Islam.
Latar belakang intelektualnya terbagi menjadi dua fase. Fase awal al-Jabbar belajar Al-Qur’an, hadits, fiqh, ushul al-fiqh, dan kalam asy’ariyah. Mulanya al-Jabbar termasuk golongan asy’ariyah dan berfikir secara tradisionalis sebelum berpaling pada golongan mu’tazilah.
Pada fase berikutnya ia bersentuhan dengan kalam mu’tazilah, dan berguru pada tokoh mu’tazili Abu Ishaq ibn Ayyasy yang juga murid dari Abu Ali ibn Khallad, Abu Abdillah al-Bashri, Abdullah ar-Ramahurruzi dan beberapa lainnya. Dari pertemuan-pertemuannya dengan beberapa tokoh mu’tazili dan pergumulannya dengan isu-isu teologi mu’tazili ini menyebabkan titik berat peruubahannya dari asy’ariyah ke mu’tazilah.
Karya-karya Al-Jabbar berdasarkan kategorisasi dari Abd as-Sattar ar-Rawi dalam karyanya al-‘Aql wa al-Hurriyah terbagi menjadi sembilan kategori dan lima puluh sembilan karya. Pembagian dalam 9 kategori yaitu : al-ulum Al-Qur’aniyah, al-ushuliyah, persoalan skisme, asy-syarah, al-jaddaliyat, kritikan-kritikan, permasalahan dan jawaban, sejarah mu’tazilah (fa dhi al-i’tizal wa thabaqat al-Mu’tazilah), dan hukum Islam/fiqh (Wardani:2003).
Bagi umat Islam, al-Qur’an sudah tidak asing lagi didengar, karena al-Qur’an sendiri merupakan kitab suci umat muslim yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Bahkan selain menjadi kitab suci, al-Qur’an juga sebagai sumber kebenaran dan pengetahuan dalam Islam. Segala ajaran agama selalu merujuk pada sumbernya.
Menurut kaum Mu’tazilah, Al-Qur’an itu baru (diciptakan) dan merupakan manifestasi kalam Tuhan yang terdiri dari rangkaian huruf, kata, dan bahasa. Ayat-ayat Al-Qur’an terbagi menjadi ayat-ayat yang jelas (muhkam) dan ambigu (mutasyabih).
Dalam pandangan ini al-Jabbar menyatakan jika ada beberapa hal dalam al-Qur’an yang harus ditafsir ulang dalam bukti alami dari indera dan akal yang sesuai dengan kenyataan. Ayat-ayat mutasyabih inilah yang harus dipilah-pilah.
Sebagai tokoh mu’tazilah, al-Jabbar lebih mengedepankan landasan rasionalisme daripada wahyu. Pondasi rasionalisme adalah gagasan bahwa Tuhan dan dunia dapat dipahami melalui akal kecerdasan manusia yang diciptakan Tuhan. Persepsi mengenai Tuhan, manusia dan dunia beserta strukturnya dapat dipahami secara logis. Pemikiran rasional dalam Islam biasanya disebut rasionalis Islam (Mu’tazilah). Dia juga menganggap bahwa manusia harus mengetahui pengetahuan terlebih dahulu sebelum manusia mengandalkan bukti dari al-Qur’an.
Al-Jabbar juga berasumsi jika manusia tidak dapat mengetahui bahwa al-Qur’an merupakan bukti yang sah dari segala sesuatu sampai manusia mengenal Tuhan sendiri. Namun manusia tidak dapat mengenal Tuhan sebelum manusia mengetahui al-Qur’an terlebih dahulu. Al-Qur’an dianggap sebagai ucapan Tuhan dan tidak dapat berfungsi sebagai bukti keberadaan Tuhan.
Dalam pandangan tauhid, al-Jabbar menjelaskan bahwa Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat merubah segala sifatnya. Dan Dia-lah yang Qadim, jika ada yang lebih dulu atau bersama dengan yang Qadim, maka akan terjadi ta’addud al-qudama’. Al-Jabbar juga menjelaskan pemikiran rasionalnya terhadap tafsiran tentang surat al-anbiya’ ayat 23 :
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفۡعَلُ وَهُمۡ يُسْأَلُون
Artinya:“Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya.”
Ayat ini ditafsirkan oleh al-Jabbar, jika hanya manusia yang akan ditanya tentang apa yang sudah mereka perbuat namun tidak untuk Tuhan. Artinya manusia diberi akal untuk berfikir dan kehendak kekuasaan untuk berbuat dalam hidupnya, manusia juga akan diminta pertanggung jawaban atas apapun yang sudah dilakukan semasa hidupnya.
Dalam salah satu karyanya yang berjudul Bayan: Mutasyabih al-Qur’an, al-Jabbar juga membahas penafsiran rasionalnya dan dikumpulkan urut dari surat al-Fatihah hingga surat an-Nas sesuai dengan al-Qur’an. Namun al-Jabbar juga merujuk pada ayat lain pada saat membahas ayat tertentu.
Editor: Yusuf
boleh minta sumber refrensinya ka